Pulang sekolah ini, aku bertekad untuk menemui Jimin. Sebenarnya sedikit kesal karena dia sengaja menunggu di dalam kelas sampai tidak ada seorang pun yang bisa mengusik ketenangannya. Ya, walau sesaat aku mengira dia terkena serangan jantung disana.
Dan karena hati nurani sialanku, dengan bodohnya aku rela menolak ajakan Jungkook untuk pulang bersama. Rasanya aku menyesal karena telah menolaknya begitu saja, hanya demi berbicara dengan berandalan itu.
Kelas berakhir pukul 2, itu berarti sudah hampir satu jam aku membuang-buang waktu berhargaku. Daripada menunggu lebih lama lagi, kuputuskan untuk masuk ke dalam kelas.
"Park Jimin."
Kulihat pria itu sedang menumpu tangan disela-sela kepala. Apa dia tidur?
Aku tidak tahu kenapa aku segugup ini sekarang. Rasanya seperti berniat menemui seorang pembunuh. Mencekam, apalagi mengingat ada pemadaman listrik untuk sementara waktu. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?
"Ya, Park Jimin." Aku memutuskan untuk menghampiri pria itu karena dia tidak kunjung mendongakkan kepalanya.
"Kenapa kau disini?"
Disaat aku meletakkan tas di sebelah meja, aku mendengar Jimin bertanya. Pelan sekali. Mungkin hanya semut kawin yang bisa mendengarnya.
"Aku disini ingin menemuimu. Ada sesuatu yang ingin kukatakan."
"Kalau kau mau memaki atau menuntutku untuk minta maaf, jangan sekarang. Aku sedang tidak mood untuk itu."
Aku memutar bola mata jengah mendengar ucapannya. Untung saja hati nuraniku lebih dominan sehingga bisa memaklumi segala ucapan serampangannya.
"Ya, Park Jimin." Aku kembali memanggil namanya. Memutuskan untuk memulai pembicaraan serius. "Boleh aku bertanya sesuatu?"
Mengetahui intonasi bicaraku yang berubah menjadi sedikit lebih berat, Jimin menengadah, memperlihatkan muka setengah sadarnya. "Tentang apa?"
"Tentang ibumu …"
"Ibuku?" Sebelah alisnya terangkat. "Jangan bilang kau bertemu dengan ibuku."
Aku menggeleng, gila saja jika gadis sepertiku dengan tololnya menemui wanita psikopat sepertinya sendirian tanpa ditemani? Mungkin aku hanya tinggal mayat.
"Kudengar Hyorim memberitahukan segalanya kepada ibumu. Tentang kita berdua yang berpura-pura pacaran."
"Darimana kau tahu?"
"Jadi ini alasan kenapa kau bersikap dingin kepadaku? Karena ibumu yang gila itu mengancammu?"
Oke. Kau bodoh, Kim Hyebin. Kenapa kesannya kau malah seperti menuding orang?
Jimin terdiam. Sepertinya tidak menyangka aku akan mengetahui perihal ini semua sampai sejauh sekarang.
"Apa Jungkook yang memberitahumu?"
"Tidak penting siapa yang memberitahuku." Aku mendudukkan diri di depan mejanya. "Apa yang wanita itu lakukan padamu? Dia mengancammu kan?"
Namun yang kulihat bukanlah Jimin yang menghela nafas atau menatapku dengan tatapan minta tolong karena ibunya yang psikopat itu. Dia malah tersenyum aneh dan memiringkan kepalanya. Melihat dalam diam.
Disini, dia yang gila atau aku?
"Kau mengkhawatirkanku ya?" Tanyanya membuatku terdiam. Menatapku dengan sorot mata ingin tahu.
"Apa kepedulianku ini tidak terlihat seperti aku mengkhawatirkanmu?"
Kini giliran Jimin yang terdiam. Mungkin tidak menyangka jawabanku akan segamblang itu. Se-retorik itu. Lagipula bagaimana aku tidak khawatir jika aku diceritakan sebuah cerita gila seperti di film thriller barat dan parahnya memang nyata?
"Oke, lupakan. Daripada kita malah membicarakan hal tidak jelas, kenapa kita tidak memikirkan cara agar perjodohanmu tidak terjadi?"
"Kenapa tiba-tiba …"
"Aku sudah tahu segalanya. Hyorim mempunyai rencana untuk merusak keluargamu."
Lagi-lagi kulihat mata sipitnya melebar, mulutnya terbuka, kuprediksi ingin bertanya 'Darimana kau tahu hal itu?' namun aku segera membungkamnya.
"Jungkook memberitahuku segalanya bahwa kalian pernah terlibat dalam situasi seperti ini dua tahun lalu. Dimana gadis yang dulu kalian berdua cintai meninggal akibat ulah ibumu. Karena perjodohan seperti sekarang."
"Kau sudah tahu terlalu banyak. Sialan. Kenapa Jungkook malah memberitahu semuanya?" Gumamnya seorang diri lalu mengacak rambut.
"Kalau dia tidak memberitahuku, kau mau menanggung semuanya sendirian? Begitu? Ingin dijodohkan begitu saja?"
Jimin menghela nafas kasar. "Aku hanya tidak mau kejadian itu terulang lagi."
"Kau menyamakanku dengan gadis bodoh itu?" Tanyaku tidak percaya.
Mendengarku menjuluki gadis yang dia cintai itu bodoh, mata Jimin membulat tak terima. "Kau bilang dia—"
"Ya." Selaku menyilangkan tangan. "Kenapa dia begitu bodoh malah merelakan pria semenggemaskan Jungkook hanya demi dirimu? Aku tidak mengerti jalan pikirannya. Kenapa dia—"
"Lalu sekarang? Kenapa kau juga mau membantuku?" Potongnya membuatku bungkam. Sial. Aku memilih kata-kata yang bisa menjebloskanku diriku sendiri.
"Y-ya, aku kan hanya membantu. Bukan memilih dirimu."
"Kalau begitu kenapa rela membantuku sampai menolak ajakan Jungkook untuk pulang bersama?" Tanyanya tersenyum mengejek. Mengangkat sebelah alis. Heol, kenapa dia menyebalkan sekali sih?
"Siapa bilang Jungkook mengajakku?"
"Aku tidak sebodoh itu kau tahu." Wajahnya mendekat, hingga aku terpaksa menahan nafas. "Kau suka padaku kan?"
"Percaya diri sekali." Aku berusaha untuk tidak membuat ekspresi walau dalam hati, aku sudah menjerit-jerit tak karuan.
"Jangan menyukaiku Hyebin-ah. Kau pasti tahu kalau Hyeran mulai menyukaiku sampai rela meninggalkan Jungkook hanya karena sebuah niatan ingin membantuku. Aku tidak mau kau berakhir seperti gadis yang kau sendiri bilang bodoh itu. Aku tidak mau kau berurusan dengan eomma. Lebih baik ikuti saran Jungkook. Dia pasti memintamu untuk menjauh dari masalahku karena kita sama-sama tahu akhirnya akan seperti apa."
Aku terdiam mendengar ucapannya. Tatapannya yang tadi begitu dominan berganti menjadi tatapan memelas, memohon. Mengisyaratkanku untuk tidak membantunya lebih jauh.
"Kalau aku masih ingin bagaimana?" Tanyaku setelah hening yang cukup lama. Kuakui, ada rasa takut dalam hatiku. Namun entah kenapa sudah kukatakan sejak awal kalau hati nuraniku lebih mendominasi. Aku ingin membantunya.
"Kim Hyebin."
Aku menghela nafas dan menatap matanya. "Aku tahu kau ingin lepas dari kekangannya bukan? Nyawaku ada di tanganku. Apa hak wanita itu untuk mengambilnya dariku? Kau tahu kan kalau aku ini orang yang penasaran dan bertekad? Dulu saja aku ingin menghancurkanmu, meski ya tidak bisa karena kau anak pemilik sekolah. Tapi sekarang, aku mau membayar hutangku karena itu. Aku akan membuatmu lepas meski kau tidak menyukainya. Aku akan membuatmu sengsara dengan membatalkan perjodohanmu dengan Hyorim. Aku juga akan membuatmu muak karena harus melihat wajahku setiap hari. Kau tidak bisa mencegahku." Senyumku padanya. Bukan senyuman manis, tapi senyuman menantang.
"Kau … memang gadis aneh."
Aku terkekeh melihatnya speechless. Menggelengkan kepala karena isi pikiranku yang terlampau gila.
Park Jimin, lihat saja ya. Aku juga akan mewujudkan dendamku. Ingat kalau aku akan menunjukkan pesonaku padamu, membunuhmu ditanganku? Aku juga akan memperlihatkannya disini.
Pesona 'nakal' seorang Kim Hyebin.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy | PJM ✔
Fanfiction[COMPLETE•Follow first] † "He is a bastard, a fucking idiot, and the sexy one." Namanya Park Jimin. Tampan sih, aku akui. Keren dan juga seksi untuk pria berumur 18 tahun. Tapi menurutku semua keunggulan itu tertutupi oleh sifat bajingannya. Dia ada...