3. Luka

844 78 28
                                    

Clara berjalan memasuki Cafe bernuansa coklat itu, Clara menggunakan Hoody agar menutupi luka yang ada di leher nya akibat cengkraman Tian dan sepertinya hari ini dia akan kembali menerima semua luka itu.

"Lo dari mana aja? Kenapa baru nyampe?" Tanya Tian pasalnya di sedari tadi menunggu Clara di Cafe itu.

"Gue kan sekolah Tian." jawab Clara tanpa melihat wajah Tian.

"Kan bisa bolos!" Bentak Tian kepada Clara yang kini hanya terdiam.

"Gue capek An, emang kayaknya nggak seharunya kita sama-sama kayak gini. Kita cuman saling nyakitin." jelas Clara lalu kembali menundukkan kepalanya.

Tian melempar gelas di Cafe itu yang membuat orang-orang memperhatikan mereka, sedangkan Clara kini masih tertunduk dia merasa takut dengan apa yang di lakukan oleh Tian.

"Lo jangan sok Cantik, lo tuh cuman wanita murahan yang gue jadiin pacar gue." ujar Tian yang kini mencengkram pipi Gadis itu.

"Jangan kira segampang itu lo pergi dari gue." lanjut Tian lalu mendorong Clara hingga tubuhnya mengenai kepala sofa dengan kencang.

Tian kini meninggalkannya setelah berlaku kasar kepada Clara. Air mata gadis itu menetes dengan sendirinya selalu begini jika dia meminta berpisah dari laki-laki itu.

Setelahnya Clara pergi dari tempat itu memakai Hoody dan topi lalu berjalan menunduk pergi dari tempat itu.

Aksa berjalan ke parkiran untuk mengambil mobilnya dia melihat motor Clara yang di parkir di sana tetapi Aksa tidak melihat sama sekali pemilik motor itu.

"Hel!" Panggil Aksa kepada Rachel yang juga sedang berada di parkiran itu.

"Ehh Lo Sa! Ada apa?" Tanya Rachel ramah walaupun mereka tidak akrab.

"Lo liat Clara?"

"Tuhh anaknya dari sana, udah kayak mayat hidup aja." ujar Rachel yang melihat Clara berjalan memasuki gerbang sekolah, dia sedikit khawatir melihat keadaan sahabatnya itu.

Clara hanya memandangi mereka dingin dia seperti tidak peduli dengan dua orang itu, bahkan senyum yang di lempar Aksa kepada gadis itu hanya di acuhkan oleh Clara.

Clara meraih motor Vespanya yang berwarna Biru toska itu lalu mengendarainya pergi. Aksa hanya tersenyum melihat gadis itu pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Yang sabar Sa!" Ujar Rachel sembari menepuk pundak Aksa lalu pergi dari tempat itu.

Aksa mengangkat sudut bibirnya saat mengingat masa-masa nya bersama gadis periang yang kini sudah berubah menjadi dingin itu.

Clara melangkah masuk ke dalam rumahnya, dia sama sekali tidak memperdulikan Mamanya dan Ayah tirinya yang kini sedang menonton Tv.

"Kamu sekolah sampai sore lagi?" Tanya Wavi menyadari kedatangan Clara.

Clara tidak menggubrisnya sama sekali dia terlihat acuh lalu kembali melangkahkan kakinya menaiki tangga.

"Kalo di tanya tuh jawab." lanjut Wavi,  Clara menghentikan langkahnya setelah mendengar itu.

"Bukan urusan anda." jawab Icha sedikit ketus lalu kembali melangkah menaiki kamarnya.

Wavi tersenyum melihat gadis itu yang kini semakin melunjak saja. Lalu melangkah mengikuti langkah Icha menaiki kamarnya tetapi di halang oleh Shira.

"Biarin aja, mungkin dia tadi lagi ada tugas kelompok." kali ini Shira memihak ke Clara karena bagaimana pun Clara adalah anaknya walaupun terkadang dia hanya terdiam melihat Clara di pukuli oleh  Wavi.

Wavi kembali duduk kali ini dia membiarkan anak itu melunjak, tapi besok dia tidak akan membiarkannya lagi.

Clara terduduk di balkon kamarnya sembari membersihkan luka yang di lukis oleh Tian tadi. Kini gadis itu membiarkan tubuhnya di terpa angin malam yang dingin tetapi tak sedingin sikapnya semenjak kedua orang tuanya pisah dan dia harus memiliki Ayah tiri yang kejam.

Dia memeluk lututnya dan menopang dagunya di sana lalu menatap kosong ke depan mengingat betapa hancurnya dirinya saat ini, betapa dalam luka yang harus dia terima semenjak Ayahnya tak tau kemana.

Kini dia seperti seorang gadis malang yang hidup sendiri tanpa kasih saya orang tuanya, walaupun kini dia masih memiliki seorang ibu tapi dia sudah menganggapnya tidak ada karena dia tidak pernah lagi mendapatkan kasih saya dari Mamanya semenjak dia menikah lagi.

Semenjak beberapa bulan yang lalu hanya kesunyian dan keheningan yang menemani gadis itu, bahkan ingin memejamkan mata saja sangat sulit karena akan kembali mengingat betapa menyedihkannya dirinya semenjak ayahnya pergi.

Hembusan angin kini meniup rambut pendek yang di potong asal itu di ikuti air mata yang jatuh ke pipi mencoba menahan sesak akan semua yang terjadi belakangan ini.

Dia terus menerus mendapat kekerasan fisik dari dua orang yang sama  Psychopath nya, tidak ayah tirinya maupun kekasihnya sama aja. Sama-sama terus menyakiti gadis periang yang kini berubah dingin itu.

Terluka atau pergi? Sepertinya gadis itu memilih pergi, benar dia akan pergi dari neraka ini dan mulai mencari ketenangan dengan sendirinya dia tidak ingin jika terus menerus berada di tempat menyakitkan ini.

Clara mengemas bajunya sepertinya dia benar-benar akan pergi, setelah itu dia turun melewati balkon kamarnya agar tidak ada yang melihatnya pergi.

dia mendorong motornya pelan agar Iblis yang ada di dalam rumah itu tidak mendengar nya.

Setelah melewati pagar rumah gadis itu menyalakan motornya dan langsung saja pergi dari tempat itu tanpa berfikir panjang.

Kini dia sedang menyusuri kota mencari tempat tinggal yang akan dia tepati.

"Kamarnya sisa satu aja." ujar seorang pemilik kontrakan, tetapi Clara sama sekali tidak menyukai tempatnya di sini banyak sekali Kecoa.

Sedari tadi gadis itu berkeliling mencari kontrakan bahkan ini sudah mulai larut malam tapi masih tidak ada kontrakan yang cocok dengannya.

"Apartemen papa." gumam gadis itu mengingat jika Papanya memiliki apartemen dan dia tau password apartemen papa nya.

"Kok bego sih, papa kan punya apartemen kenapa nggak ke pikiran." ujar gadis itu menepuk jidatnya.

Dia kini melajukan motornya ke arah apartemen Papa nya dan betul saja password apartemen itu belum di ganti jadi Clara bisa tinggal di sini sementara waktu.

Clara menyengir saat melihat apartemen papa nya yang begitu kotor, dia mulai membersihkan apartemen itu karena tidak mungkin dia tidur dengan debu.

"Ini apartemen udah berapa lama sih nggak di tempatin." gumam gadis berambut pendek itu.

"Andai aja gue bisa lawan tuh si Iblis pasti gue udah usir mereka. Rumah itukan rumahnya Papa bukan rumah mereka, kenapa sekarang malah gue yang keluar seharusnya kan mereka."

sembari menyapu gadis itu terus mengoceh, jika sendiri memang gadis itu akan kembali menjadi dirinya yang dulu tetapi jika bersama orang lain Clara akan kembali dingin dan tidak peduli dengan sekitarnya.

Di komen ayo di komen😝

Traumatic (SELESAI)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang