27. (keputusan)

4K 249 20
                                    

Author comeback~~~~~~
.
.
.
Sorry ya kalau ada typo.
.
.
Happy reading~
.
.

Arsen tak perlu tahu bahwa Zen sengaja tak menghindar saat ditabrak.

Hari itu perasaannya sedang kacau. Zen kira ia akan mati tapi sialnya dunia tidak sanggup kehilangannya.

Masalahnya memang tak sebanyak lembaran buku tapi kalau diceritakan bisa mengalahkan tebalnya kamus besar.

Broken home dan broken heart diwaktu yang sama. Meski pada kebenarannya Zen tidak ingin pergi, namun inilah keputusannya.

Tak sadar kantuk mulai merasuki Zen. Matanya perlahan tertutup rapat. Kemudian ia tertidur dengan nafas teratur nan melegakan.

Entah sudah berapa lama seorang Zen tertidur pulas. Rasanya ini saatnya bangun. Tapi ia merasa ada yang mengganjal.

Zen membuka mata, dan sudah biasa baginya mengedarkan pandangan. Baru ingin merenggangkan otot-otot, tiba-tiba ia menatap sosok.....

Mata Zen membelalak menatap sosok gadis yang kini menggenggam tangannya erat.

"Ay...la?"

Ini bukan mimpikan? Bagaimana bisa Ayla menemukannya?

Ayla merasa lengan Zen bergerak, Ayla juga mendengar seseorang membisik namanya. Mungkin saja itu Zen.

Mengetahu Ayla mulai bangun, Zen refleks menutup kembali matanya dengan cepat. Sebenarnya ia sendiri tidak tahu apa yang ia lakukan. Shit. Zen tidak siap menghadapi Ayla saat ini.

Mars dari tadi nempel di dinding kayak cicak sambil ngawasin duo sejoli itu.

Mars bingung, padahal Ia melihat dengan jelas Zen membuka mata, tapi....
Kenapa Zen kembali tidur padahal Ayla bangun juga? Oh mungkin saja Zen tadi mengigau bangun, iyakan?

Ayla merenggang-renggangkan ototnya. Ia memandangi Zen dengan senyum kecut. Bertanya-tanya mengapa Zen belum bangun juga.

Tapi Ayla senang melihat Zen masih disini, masih bernafas dengan teratur meski wajahnya lebih pucat dari biasanya.

Mars terlalu lelah berdiri, bayangkan dati awal dia datang dari rumah sakit sampai semua orang tidur dan bangun lagi. Keram cuy.

Mars menengok kasur disamping Zen. Wah kasurnya gede. Tanpa aba-aba Mars merebahi kasur itu hingga terdengar suara decitan yang cukup nyaring.

Ayla menggeleng kepala melihat kelakuan Mars. Namun muka papan lelaki itu memang sekokoh tebing sekolahan.

Zen refleks buka mata, nengok kekiri. Apa jangan-jangan Agara sedang ngamuk? Atau tiba-tiba struk?

"Z-zen?"

Zen menatapa Ayla mengerjap.

Ayla bersyukur Zen bangun. Tiba-tiba mata gadis itu berkaca-kaca. Lega sekali.

"Akhirnya lo bangun," terdengar suara lembut disana.

Zen menarik nafas panjang. Lalu mengubah posisi duduk.

Ayla segera memeluk Zen. Air matanya juga jatuh begitu saja.

"Hiks, gue kira lo nggak bangun lagi..."

Zen tersenyum tipis nan hangat, "udah dasar cewek cengeng. Gue masih hidup."

Ayla menatap Zen dalam. Ia memukul kecil Zen. "Lo jahat! Lo pergi gitu aja, hiks. Padahal gue nggak mau lo kemana-mana."

Zen tahu Zen salah. Zen pun tidak ingin pergi dari Ayla. Bahkan detak jantung Zen dengan bersemangat inginkan kehidupan dan inginkan Ayla terus disini.

Badboy KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang