B. 07 (Broken home itu berat, lebih berat di banding rindu)

7.8K 476 17
                                    

Dia lelaki,
Dia punya luka,
namun lihai menyembunyikannya.

Laily Ciel


"Mau kemana kamu malam-malam gini? Keluyuran? Nggak selesai-selesai kelakuan kamu?" tanya lelaki paruh baya itu dengan suara tinggi.

Zen mengambil jaket di atas sofa dengan santai, lalu mendekati Arsen--ayahnya.

"Mau pergi! Muak liat wajah papa!" sinis Zen.

Plaakk

Satu tamparan keras melayang di pipi Zen.

Telinga Zen mendenging mendapati pipinya kini tambah memerah. Pukulan papanya benar-benar kuat dan menggema di ruangan besar itu. Benar-benar pedih. Jangan heran, ayahnya memang kasar.

"Berani kamu ngomong gitu sama orang tua?! Adab kamu di mana?!" bentak Arsen.

Halah shit! Bicara tentang adab. Padahal ayahnya sendiri tak kalah kelakuannya dengan Zen.

Zen mengelus pipinya. Tamparan seperti ini tidak berpengaruh bagi Zen. Toh Ia sudah sering mendapatinya. Tentang perasaannya cukup dia yang tahu.

Tiba-tiba seorang perempuan datang dan mendekati Arsen dengan gaya bidadari kurang belaian.

"Sayang, kamu kenapa teriak-teriak?" tanya perempuan yang terlihat masih muda itu, mengelus bahu Arsen.

Ressa andeylina, perempuan yang paling Zen benci di muka bumi. Perempuan munafik dan perempuan yang menghancurkan segalanya yang Zen miliki.

"Heh, si jal*ng."

"Zen jaga ucapan kamu!" Arsen mulai murka melihat tingkah anaknya yang tak senonoh dan jauh dari kata sopan.

Zen benar-benar muak dengan keluarga yang sungguh kacau ini. Kedatangan perempuan tak tahu malu itu menghancurkan semuanya. Kalau boleh Zen bisa saja mencekik Ressa andeylina hingga tewas, maka Zen lakukan.

Perempuan itu tersenyum licik pada Zen. "Udah dong sayang, lebih baik kita ke kamar aja. Biarin Zen pergi keluar, lagian dia mungkin pengen hiburan. Wajar anak muda," ucap Ressa bernada persis seperti ibu tiri yang pura-pura baik. Dan itu memang kenyataan.

Zen menatap jijik Ressa. Benar-benar seperti wanita penggoda.

"Ck, di mana coba papa dapet pelac*r ini? Keliatan banget kurang belaian." Zen menatap sinis Ressa.

Napas Arsen memburu, tangannya sudah gatal ingin meremukan rahang Zen. Emosinya mulai meluap.

"Dia itu mama kamu Zen!" pekik Arsen menahan emosinya yang menggebu.

Zen mengangkat satu alisnya, "mama?.... mama ya?... hm... Bukannya mama udah mati ya, Pa? Udah di dalam tanah tuh. Oh iya? Bukannya Papa yang bunuh? Papa sama perempuan ini. Benarkan?" Zen menampilkan senyum termanis yang pernah Ia tampilkan.

Arsen meneriaki Zen dan memukul perut Zen hingga terbatuk-batuk.
"SETAN!!!"

Zen mengepal kuat, emosinya membuncah. Nafasnya memburu. Lelaki itu memejamkan matanya sebentar, kemudian membukanya dengan tatapan tajam kepada wanita yang tersenyum tipis itu.

Zen mengambil benda di sekitarnya dan melempar ke arah Ressa. Membuat gadis itu jatuh kelantai. Benda yang Zen lempar persis mengenai kepala perempuan itu.

"Aaaaaaa," jerit Ressa, dahinya sudah bercucur darah.

"ZEN!!!!" teriak Arsen penuh kemarahan.

Zen menampilkan senyum pada ayahnya sebelum pergi meninggalkan rumah bak neraka itu. Ini kemenangan Zen. Semoga saja wanita itu geger otak atau mati kehabisan darah. Itu kedengaran menyenangkan.

Badboy KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang