40. (Khawatir)

2.3K 173 25
                                    

Sorry malem² update🤣 takutnya entar lupa update atau gak paket limit. Sorry juga kalau ada typo. Jangan lupa buat komen ya hehew.

Happy reading~


"Stop. Bukan kayak gini caranya," kata lelaki itu mengambil botol di tangan Arya dan melemparnya hingga pecah bekeping-keping.

Zen menyeka darah di bawah bibirnya. Lelaki itu lagi-lagi membuatnya merasa payah.

Arya menendang udara dengan kesal. Sedangkan lelaki itu membantu Zen berdiri.

"Kalau lo mukulin Zen kayak gini, Ayla yang bakal marah," ucap Mars dengan wajah datarnya.

Zen terbatuk-batuk darah. Separah ini Ia mendapat balasan dari Arya. Tapi tak apa, Zen tidak masalah Arya memukulinya atau bahkan menancapkan pisau di jantung Zen. Tidak apa, asal rasa sesak dan rasa bersalah ini hilang. Zen tahu rasa sakit Ayla lebih besar dari ini. Bagaimana perempuan itu menunggunya begitu lama tanpa sebuah kabarpun, dan bagaimana setianya seorang Ayla selama 3 tahun ini, juga betapa bodohnya dirinya hingga mengkhianati Ayla.

Handphone Arya berdering, lelaki itu melirik sinis Zen terlebih dulu baru melihat siapa penelpon.

"Iya?" Datar lelaki itu.

Kak Arya dimana? Pertanyaan itu tentu sangat datar dari mulut Ayla. Ia ingin tahu apakah Arya akan berbohong atau tidak.

Arya berdecak sebal. Pasti Mars telah memberi tahu Ayla keberadaannya. Sial sekali.

"Di Bar," singkat Arya mematikan telpon dan segera menarik kerah baju Zen dengan rahang terkantup keras.

"Cowok brengs*k! Kalau gak inget adik gue suka sama lo! Udah gue bunuh lo di sini!"

Ayla yang sedari tadi sudah ada di bar spontan menghampiri kakaknya.

"LEPAS!"

Suara yang sangat familiar bagi Zen. Tapi apa benar itu Ayla? Untuk memastikan dugaannya,
Zen mengangkat kepala dan terkejut. Ternyata itu benar Ayla, gadis yang Ia khianati dengan bodohnya.

Perempuan itu menangis menatap kecewa kakaknya. Yang Ayla mau bukan seperti ini, cukup Ayla yang menyelesaikan urusannya dengan Zen. Tidak perlu ada baku hantam seperti ini.

Arya melepas cengkramannnya tanpa bicara, meski rahang lelaki itu masih mengeras dan masih marah. Kali ini Ia melepaskan Zen, tapi untuk selanjutnya jangan harap Arya memberi ampun atas apa yang Zen lakukan pada Ayla.

Dengan perasaan campur aduk, Ayla melirik Zen yang sudah jatuh lunglai. Air mata gadis itu semakin berjatuhan melihat bagaimana kondisi Zen. Begitu banyak darah yang keluar di bagian wajahnya yang biasa Ayla bayangkan di tengah malam untuk merindu.

Ayla memaling menghadap Arya dan memukul abangnya itu. Kenapa bisa Zen babak belur separah itu padahal Arya tidak ada luka sedikitpun. Kakaknya sungguh berlebihan melakukan ini.

"Arya! Lo gila!" Teriak perempuan itu dengan air matanya yang terus menetes. Ia tidak tahu harus berkata bagaimana.

Arya membiarkan adiknya memukulnya. Pukulan Ayla tidak berasa sama sekali, hanya saja Arya merasa miris melihatnya.

Ayla mendorong Arya menjauh dari Zen, lalu segera berjongkok dan membantu lelaki yang sudah tidak berdaya itu berdiri bersama Mars.

Zen meringis merasakan bagian perutnya meronta kesakitan. Bagian rahangnya bahkan sulit terbuka, bagian dada juga kenapa begitu pedih.

Tidak perduli. Ayla tidak bisa membiarkan Zen mati, nanti Ayla akan merasa bersalah terhadap Zen. Apalagi kakaknya yang membuat Zen seperti ini dan semua karna dirinya.

Badboy KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang