.
.
.
.
.Yoongi menyukai kebebasan disaat dirinya terkekang oleh aturan. Yoongi adalah seseorang yang menyukai musik, disaat dirinya tak pernah bisa menikmati apa yang namanya seni suara tersebut.
Tapi ia tak kehabisan akal. Jika ada seribu satu jalan menuju Roma, maka ada ribuan cara pula untuknya menggapai impiannya.
Malam ini Yoongi kembali menyelinap keluar rumah untuk yang kesekian kalinya. Sebenarnya bukan tanpa alasan ia melakukannya. Hanya saja... Ia tidak ingin seseorang mengetahui kebiasaannya yang satu ini.
Bukankah rasanya mendebarkan ketika melanggar aturan yang seharusnya dipatuhi?
Yoongi tersenyum melihat kerumunan orang di seberang jalan sana, Piano street di daerah Hongdae. Acara musik jalanan yang diadakan oleh anak-anak muda dengan unjuk kebolehan bakat masing-masing. Misal saja, bernyanyi, dance, sampai memainkan alat musik. Disamping itu semua, biasanya mereka juga mengumpulkan dana dari hasil pertunjukan mereka.
Yoongi menyelinap dibarisan depan para penonton.
Jadwal hari ini adalah permainan piano yang hanya ada sekali dalam seminggu. Tidak seperti hari-hari lain yang diisi dengan pertunjukan menyanyi dan free style dance—yang tentu saja lebih populer. Permainan piano seperti ini, tidak memiliki penggemar sebanyak acara yang lain, meski tidak bisa dibilang sedikit juga.
Semua kalangan ikut andil, tidak hanya anak muda, anak kecil pun ada yang berani unjuk penampilan. Selain itu, disini adalah tempat dimana para produser sengaja mencari anak-anak berbakat untuk direkrut kedalam agensi.
Kalau Yoongi sendiri, meski ia ditawari untuk masuk agensi, dengan rendah hati ia akan menolak. Alasannya sederhana, karena ia terlalu takut.
Seperti biasa, Yoongi akan memakai masker untuk menutupi wajahnya. Long Coat menjadi pilihannya hari ini karena gerimis lembut cukup membuatnya kedinginan dan ia tidak menyukainya.
"Ayo... Siapa lagi yang ingin mencoba?", tawar si pembawa acara dan langsung disambut sorakan saat seorang anak kecil berusia belasan, maju dan memperkenalkan diri. "Baiklah, jadi kau ingin membuktikan pada orang tuamu bahwa impianmu terhadap musik itu tidak salah?", tanya pembawa acara lagi, setelah tadi ada sedikit sesi tanya jawab.
"Benar!", jawab lantang si anak kecil yang disusul sorakan dan tepuk tangan dari penonton disana.
Yoongi tersenyum dibalik maskernya. Bisakah ia melakukan hal yang sama, seperti apa yang anak kecil itu lakukan? Membuktikan bahwa pilihannya tidak salah?—Haruskah?
Tapi sayangnya, ia tidak memiliki keberanian sebesar itu untuk melawan ayahnya—ya alasan satu-satunya kenapa ia mengubur dalam-dalam impiannya akan musik adalah ayahnya yang tak pernah lagi mengijinkannya.
Permainan anak kecil tadi begitu luwes dan stabil, meski beberapa kali terlewat sekian nol detik untuk tuts yang terlalu cepat. Menurut Yoongi, overall patut diacungi jempol. Jika ia produser, maka ia tidak segan-segan meminta kontak si anak tadi untuk dijadikan artis di agensinya.
Yoongi kembali bertepuk tangan begitu permainan selesai.
"Ada lagi?!", teriak si MC. Ia berjalan kekanan dan kekiri untuk mencari korban selanjutnya—korban dalam artian untuk melakukan penampilan solo piano. "Sebelum hujan menghentikan kesenangan kita malam ini. Adakah yang mau menyumbang satu atau dua penampilan lagi?!"
Yoongi menghela nafas, tatapannya mengarah ke langit. Mendung memang sudah menaungi mereka sejak tadi, tapi rintiknya tak lagi selembut tadi. Rambutnya mulai terasa basah, namun belum bisa membuatnya kuyup. Beberapa penonton malah memilih pulang karena waktu nyaris tengah malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Such a Mess || Minyoon
Fanfiction(End) Ketika takdir mempermainkan hati mereka. Yoongi selalu menganggap pertemuannya dengan Jimin adalah malapetaka. Sementara itu, Jimin hanya menganggap pertemuan mereka adalah ketidaksengajaan yang bisa dimanfaatkan. Minyoon Jimsu BTS & TXT cast ...