3. Pertemuan

2.8K 368 12
                                    

.
.
.
.
.

Ini bukan pertama kalinya Yoongi melakukan presentasi. Tapi entah mengapa, rasa gugup atau istilah lainnya demam panggung, selalu menghinggapinya sebelum ia maju ke depan podium. Meski tidak terlalu parah hingga membuat perutnya mulas, hal ini cukup memberikan efek tak nyaman untuknya.

Sebenarnya, peserta rapat hari ini tidak sebanyak ketika rapat dengan para dewan. Hanya sepuluh orang, namun sayangnya, cukup membuatnya tegang. Ia harus segera mengatasi kegugupannya, sebelum ia berakhir dengan mempermalukan dirinya sendiri.

Ingatlah, bahwa selama ini, Yoongi sudah terlatih untuk menghadapi hal-hal semacam itu. Ia beberapa kali menghela nafas pelan untuk mengurangi kegugupannya begitu lampu ruangan menjadi redup saat layar proyektor menyala. Sambil berdiri disamping layar dengan laser ditangannya, ia mulai melakukan presentasi.

Yoongi jelas kurang persiapan pada rapat kali ini, tapi bukan hal itu yang membuatnya meradang karena tersulut emosi. Sejauh rapat berjalan, semua lancar-lancar saja hingga ia tak sengaja melirik Presdir Min—yang notabenenya adalah ayahnya sendiri, tengah tersenyum pongah penuh provokasi padanya.

Sayang seribu sayang, Presdir Min berhasil memancing emosinya. Perasaan ingin diakui menjalari setiap inci aliran darah Yoongi bagai siraman air es dipagi hari yang membuat siapa saja akan membeku karenanya. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya pantas atas jabatan yang telah diberikan padanya. Terlepas dari segala pengaruh sang Ayah, Yoongi memang memulai semua dari nol. Ia juga pernah merasakan menjadi seorang karyawan biasa sebelum ia berada di tempatnya sekarang.

.
.

Sedari tadi, Jimin tidak sadar jika Namjoon sedang memperhatikannya. Ketika lampu sudah kembali menyala normal, Namjoon membisikan sesuatu. "Aku tidak tahu jika investasi di perusahaan ini hanya kau gunakan sebagai kedok, Jimin. Kau membuatku hampir percaya dengan ucapanmu kemarin", cibirnya.

Jimin membalas dengan tatap sengit, seolah memperingatkan Namjoon agar tak berbicara apapun lagi.

Namjoon menyeringai penuh kemenangan. "Seleramu tidak berubah, Jimin", tambahnya lagi. Ia mengendik sekilas. "Jadi dia?"

Jimin hanya memutar maniknya jengah. Sekretarisnya itu selalu memulai sesuatu disaat yang tidak tepat. Ia sedikit dongkol karena tak bisa membalas cibiran Namjoon dengan makian, mengingat saat ini mereka masih ada di ruang rapat.

.
.

"Terimakasih Direktur Min atas presentasinya", Presdir Min berdiri dari kursinya dan berjalan kedepan. "Proyek ini sudah berjalan hampir 50% sejak 6 bulan yang lalu", ucapnya seraya menyapu pandang. "Pembangunan dua gedung sekaligus. Apartemen serta resort dengan sebuah mall didalamnya adalah Mega proyek penuh resiko yang pernah saya buat dalam sepanjang hidup saya"

Para peserta rapat mengakui fakta tersebut, mereka masih mendengarkan dengan seksama.

"Banyak yang meremehkan dan merasa tidak yakin jika proyek ini akan berjalan atau bahkan berhasil. Tapi sekarang, semua ketakutan itu terpatahkan. Bisa kalian lihat presentase dilayar tadi, 40 dari 65 kamar apartemen yang tersedia sudah di-booking untuk ditinggali. Kenyataan bahwa orang-orang mulai sadar betapa menguntungkannya berinvestasi dalam bidang properti, benar-benar membuat saya bersyukur. Dan anda semua...", Presdir Min merentangkan kedua tangannya kedepan, gestur menunjuk secara sopan.  "—adalah orang-orang yang mau memberi kepercayaan pada BlackGold Property untuk melaksanakan proyek ini. Dari saya pribadi, saya sangat berterimakasih", tutupnya kemudian.

Rapat masih berlangsung dengan beberapa sesi tanya-jawab dan sesi pengajuan dari investor yang menginginkan revisi perjanjian kontrak.

Yoongi mencatat apa-apa saja yang harus diperbaiki. Ia kadang membantu ayahnya menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan. Saat salah seorang investor mengajukan pertanyaan, ia tak sengaja bersinggungan tatap dengan seseorang yang juga tengah menatapnya. Tak ambil pusing Yoongi kembali menyibukkan dirinya.

Rapat berlangsung hampir 2 jam lamanya. Yoongi memilih undur diri saat mereka memutuskan mengakhiri rapat dengan makan siang bersama di rumah makan dekat kantor. Ia masih harus bertemu klien setelah makan siang dan lagi-lagi ia tidak memiliki waktu untuk mempersiapkan diri. Beruntung Yeonjun sudah mem-backup semua pekerjaannya, jadi ia tidak terlalu kelabakan dengan jadwalnya hari ini.

Yoongi bermaksud kembali ke ruangannya, ketika seseorang memanggil namanya. Ia sontak menoleh. "Oh... Presdir Park, ada yang bisa saya bantu?"

Jimin tersenyum tipis, "Presentasimu luar biasa", jujurnya. "Kau tidak ikut makan siang bersama?", ia menunjuk sekilas pada orang-orang yang mulai berjalan menjauh.

Secara impulsif, Yoongi mengikuti arah pandang kemana Jimin menunjuk. Kemudian ia tersenyum sambil menggeleng. "Maafkan saya, tapi masih ada beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan", tak enak hati ia menolak.

"Tidak baik terlalu memforsir diri sendiri, Direktur Min"

Yoongi tersenyum. "Terimakasih atas perhatiannya", saat ini, ia sedang tidak ingin basa-basi. Tapi pria dihadapannya tersebut akan sangat tidak sopan jika diinterupsi. Karena Yoongi tahu, GeneralStar milik Jimin adalah salah satu investor terbesar dalam proyeknya kali ini. Jadi mau tidak mau, ia harus memberi respon hangat yang memuaskan.

Jimin terkesan, Yoongi terlihat sopan meski sebenarnya ia tahu, jika sekarang bukan waktu yang tepat untuknya mengajak berbicara. "Oh-ya, aku ingin menanyakan sesuatu hanya untuk memastikan..."

Yoongi mengangguk, menunggu.

"Apa kau pergi di daerah Hongdae, sekitar 2 atau 3 hari yang lalu? Aku seperti pernah melihatmu disana waktu itu", Jimin yakin, ia tak salah lihat. Meski dengan cahaya yang minim, ia masih bisa mengingat jika yang dilihatnya saat itu adalah Yoongi yang menurunkan maskernya dihadapan seorang anak kecil.

Yoongi menyembunyikan keterkejutannya dalam senyuman. "Kurasa Anda salah orang, Presdir Park", sangkalnya setenang mungkin.

"Oh, benarkah?", Jimin sudah memprediksi jawaban apa yang akan ia dengar. "Maafkan aku kalau begitu. Mungkin aku salah orang", meski tidak sepenuhnya percaya, ia segera meminta maaf karena merasa terlalu lancang.

Yoongi tersenyum maklum. "Presdir Park, anda tidak perlu meminta maaf. Saya tidak akan marah hanya karena Anda salah mengenali saya"

"Oke, baiklah. Kurasa, aku sudah menyita banyak waktumu. Kalau begitu aku pamit dulu", sedikit tidak rela, Jimin yang sudah beranjak kembali berbalik. "Oh-ya, meski terlambat, tapi... selamat atas jabatan barumu", ia mengakhirinya dengan senyum.

"Terimakasih, Presdir", Yoongi membungkuk sekilas memberi hormat, kemudian pergi ke ruangannya saat Yeonjun memintanya segera berangkat untuk acara rapat yang selanjutnya.

.
.
.
.
.

Jimin masih menatap kepergian Yoongi ketika Namjoon menghampirinya.

"Apa yang kau rencanakan padanya?", Namjoon hafal betul, jadi ia hanya perlu memperjelas apa yang tengah Jimin pikirkan.

"Bisa kau cari tahu tentangnya?"

"Dia?—Dia Direktur Min, anak Presdir Min—pemilik perusahaan ini. Dan dia baru diangkat menjadi Direktur, 6 bulan yang lalu, dia..."

Jimin melirik jengkel, bukan itu yang ia maksud. "Cari tahu kemana saja dia pergi selain ke kantor", ucapnya datar.

Namjoon mengerjap bingung. Begitu ia sadar. "Jimin-ah... Tidakkah kau pikir bahwa kau tidak boleh menyia-nyiakan pria berkompeten seperti diriku?", ucapnya terdengar berlebihan.

"Anggap saja, ini bagian dari pekerjaan pria berkompeten sepertimu, sekretaris Kim", ia tersenyum miring sambil berlalu.

Namjoon menatap tak percaya pada bosnya yang telah menjauh memunggunginya. Ia benar-benar tidak bisa menebak isi kepala bosnya tersebut.

.
.
.
.
.

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang