19. Rasa Bersalah

1.8K 252 15
                                    

.
.
.
.
.

Sebulan telah berlalu. Dan selama itu pula, dengan susah payah Yoongi berusaha menghindari Jimin. Meski bukan perkara mudah, tapi ia tetap bertekad meminimalisir kemungkinan agar mereka tidak saling bertatap muka secara langsung.

Pada saat rapat misalnya, Yoongi hanya akan menganggap keberadaan Jimin bagai bayangan yang tak pernah nampak. Atau mungkin, saat mereka tak sengaja berada dalam satu lift, ia akan dengan sengaja melipir keluar dari lift dan berhenti di lantai yang bahkan bukan menjadi tujuannya. Kelakuan konyolnya yang tak bisa di tolerir tersebut, jelas membuat Yeonjun terheran-heran. Tapi sayangnya, tak cukup berani membuat sang sekretaris untuk bertanya, apa gerangan yang menjadikan atasannya bertingkah aneh seperti itu?

Yoongi juga tak bisa menyalahkan Jimin yang terlihat berkeliaran di kantor Ayahnya dengan intensitas yang lebih sering akhir-akhir ini. Karena bagaimanapun keadaannya, pria Park pemilik GeneralStar itu adalah salah satu investor terbesar di perusahaan Ayahnya. Apalagi proyek yang ia tangani sekarang, dari perusahaan Jimin lah sebagian besar dananya mengucur.

Jadi mau tidak mau, setiap keputusan yang diambil pasti harus melibatkan persetujuan Jimin terlebih dahulu. Hal itu agaknya yang menjadi penyebab kenapa Jimin seringkali tiba-tiba muncul di kantor tempat Yoongi bekerja. Entah untuk mengikuti rapat-rapat penting atau hanya sekedar menemui Presdir Min.

.
.

Hembusan nafas lelah keluar. Yoongi memijat pangkal hidungnya sambil berjalan menuju lift. Pekerjaannya masih belum selesai disaat matahari nyaris menghilang ke peraduan. Ia semakin merasa, hidupnya semakin bertambah monoton disetiap harinya. Bahkan kantor pun sudah terasa seperti rumah sendiri. Karena waktunya lebih banyak dihabiskan disana daripada di rumah.

"Direktur Min?"

"Ada apa?", tanpa menoleh, Yoongi melanjutkan langkahnya. Ia beberapa kali membungkuk sopan pada rekan-rekan kerja senior dari divisinya saat berpapasan dengan mereka. Sekedar formalitas. Kita tahu betul, dunia itu kejam.

Sebagai sekretaris, Yeonjun lah yang akan menerima semua panggilan telepon yang berkaitan dengan Yoongi. Namun ketika sebuah nama lagi-lagi muncul dilayar ponselnya, ia mengernyit keheranan. Ini sudah kesekian kalinya nama itu muncul, entah sekedar menelepon atau mengirim pesan yang semua maksud isinya serupa dan tentu saja ditujukan untuk bos manis dihadapannya tersebut. Ia menatap layar ponselnya dengan gelisah. "Sekretaris Kim, menelepon lagi", ucapnya lirih, terdengar takut-takut.

Memutar maniknya sekilas, Yoongi berhenti didepan pintu lift. "Sudah kubilang, abaikan saja. Aku sedang tak ingin berurusan dengannya", wajahnya tertekuk seraya menyilang kedua tangan didepan dada.

Mendengar penuturan Yoongi, Yeonjun menciut. Ia jelas tahu siapa yang dimaksud bosnya, tapi ia tidak tahu apa yang sedang terjadi hingga sekretaris Kim dari perusahaan sebelah, atau sebut saja Namjoon, sering menelponnya beberapa hari terakhir. Oh-tidak, lebih tepatnya beberapa Minggu terakhir ini. Ia mengatur nafas seolah sedang menyiapkan diri, mustahil untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. "Tapi, Direktur..."

"Kumohon, Yeonjun-ah. Aku bahkan masih ada meeting lagi disaat yang lain sudah boleh pulang. Kau tidak merasa empati padaku?"

Yeonjun meringis dalam hati. Memang benar, saat ini sudah hampir setengah 5 sore dan Yoongi masih menemui salah satu kliennya lagi. "Memangnya siapa yang menyuruhmu melakukannya? Bukankah pihak klien sudah menyarankan untuk menunda rapat dan menggantinya besok", gerutunya pelan, menunduk menatapi kakinya saat mengekor Yoongi memasuki lift. "Kau sendiri yang memintanya, lalu kenapa-", ia sontak mengulum bibir begitu menyadari Yoongi telah berbalik dan menatapnya tajam.

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang