36. Harus Terbiasa

1.6K 227 9
                                    


.
.
.
.
.

Yoongi merasa, akhir-akhir ini Jimin terlalu bersikap berlebihan—memanjakannya, dimana pun dan kapan pun saat mereka bersama.

Tak kenal waktu dan tempat.

Mulai dari antar-jemput ke kantor, hingga jadwal kerjanya yang diatur sedemikian rupa agar tidak kelelahan. Nyatanya sedikit berimbas pada Taehyung yang menjabat sebagai wakil Presdir, sebab beberapa pekerjaan akan dilimpahkan padanya.

Sebenarnya Yoongi tak tega, tapi mau bagaimana lagi? Yeonjun, selaku sekretarisnya pun sudah di reset untuk jadi mata-mata sekaligus orang kepercayaan Jimin, tak akan mau diajak bekerjasama.

"Tumben tidak bersama Namjoon?", Yoongi membuka percakapan.

Biasanya, pria berlesung pipit itu lah yang bertugas dibalik kemudi. Tapi sekarang hanya ada Jimin dan dirinya.

"Aku menyuruhnya pulang", jawab Jimin seadanya. "Kenapa?", menoleh sekilas.

Mobil SUV hitam yang mereka tumpangi, perlahan mulai menjauhi gedung.

Yoongi mengernyit, kemudian menggeleng. "Tidak. Hanya heran saja"

Jimin terkekeh pelan seraya memindah persneling. "Aku ingin mengajakmu ke rumah. Bertemu ibu dan ayahku"

Membelalakkan maniknya, Yoongi diserang panik. Ia memutar tubuhnya kearah Jimin. "Apa?!—Kenapa kau tidak memberitahuku dulu? Kenapa harus sekarang?! Aku belum siap, Jimin", mencerca Jimin dengan bertubi-tubi pertanyaan.

Beruntung Yoongi tidak menyerang fisik—reflek memukul, mencubit atau apalah yang sering ia lakukan untuk membuat jera Jimin yang bertindak sesuka hati, mengingat mereka masih berada didalam mobil yang melaju.

Jimin aneh. Yoongi yang bersungut-sungut marah malah dianggap lucu hingga membuatnya tergelak. "Kau selalu menolak saat aku bilang ibuku ingin bertemu denganmu", tukasnya.

"Aku kan sudah janji akan menemuinya, tapi tidak sekarang, Jimin", rengek Yoongi dengan suara cicit pelan.

"Lalu kapan?", diantara sisa gelak tawanya. "Kau sendiri tahu kan bagaimana keras kepalanya Ibu. Dia tidak akan berhenti memaksaku sampai mendapatkan apa yang dia mau"

Yoongi mendengus. "Bilang saja padanya, aku sibuk kerja. Kurasa Ibu Park akan mengerti"

"Sayang~ kalau aku bisa menggunakan alasan itu lagi, mana mungkin aku senekat ini menculikmu. Kau harus tahu, aku sudah tidak memiliki pilihan lain saat ibuku mulai mengancam tidak mau merestui hubungan kita—yang aku yakin dia hanya main-main. Jadi, kali ini saja", pinta Jimin. "Mau ya bertemu dengan mereka?"

Berbanding terbalik dengan Jimin, Yoongi hanya terdiam. Raut wajahnya nampak khawatir. Bagaimana ini?

"Tenang saja. Setelah bertemu dan makan malam, aku akan langsung mengantarmu pulang", bujuk Jimin, tersenyum teduh.

Jimin memaklumi kekhawatiran sosok manis disebelahnya. Mengeratkan genggaman ditangan sembari memberi usapan lembut menggunakan ibu jarinya, ia mencoba menenangkan kekasihnya.

.
.
.
.
.

"Jadi kapan tanggal pernikahannya?"

Yoongi tidak bisa untuk tidak tersedak. Ia segera meraih minum yang disodorkan oleh Jimin. Pasalnya bukan Nyonya Park yang menanyakan hal tersebut, melainkan Tuan Park yang baru saja bersuara dengan entengnya.

Dibanding istrinya yang cerewet, pria paruh baya yang lebih banyak diam itu, nyatanya memiliki lidah yang cukup tajam untuk bisa mematikan suasana.

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang