.
.
.
.
.Jimin memiliki segalanya. Tubuhnya, wajahnya, otaknya, gaya berpakaiannya, semuanya terlihat sempurna di mata orang-orang. Bahkan ada dari mereka yang terang-terangan melayangkan tatapan iri pada Yoongi karena bisa duduk berhadapan dengan Jimin.
Keberuntungan kah? Well, sebaiknya mereka berpikir lagi. Sebab nyatanya, apa yang terjadi tak sesuai dengan apa yang mereka bayangkan.
Dalam diam, Yoongi mengamati. Dan dari analisisnya, ia menyadari jika sedari tadi Jimin memang bersikap aneh. "Sejak tadi Anda hanya mencoba mengalihkan pembahasan awal kita. Apa yang sedang Anda sembunyikan dari saya?"
Tak langsung menjawab, Jimin memilih tak bersuara. Tatapnya masih begitu lekat, hanya kedipnya yang konstan. Seolah sedang berpikir, mungkin ragu atau malah bingung?
Dengan raut menahan kesal, Yoongi membuang nafas kasar. "Jika memang tak ada kepentingan lagi, lebih baik saya pergi". Untuk apa ia disana, sementara keberadaannya tak dianggap?
Jimin memejamkan mata sejenak, "Tunggu!", cegahnya begitu tahu Yoongi hampir beranjak. "Kita makan dulu", ajaknya. Ia sudah seperti orang yang pasrah karena tidak memiliki pilihan. Susah sekali membujuk Yoongi.
Setidaknya, keberuntungan masih berpihak pada Jimin. Tepat setelahnya, seorang pelayan datang membawa makanan pesanan mereka. Tanpa ada yang membuka suara hingga si pelayan pergi, Jimin dan Yoongi hanya saling menatap seolah tak ingin ada yang mau mengalah.
"Kita bicarakan lagi setelah selesai makan", ini jelas terdengar tidak seperti tawaran. Walau sebenarnya terselip permohonan disana.
Yoongi jengah, pelipisnya berkedut. Ia mendengus keras tepat saat Jimin terlihat begitu tenang mulai menyuap makanannya ke mulut. Ia mengambil sendoknya kasar, ia terlanjur kehilangan selera makan. Hingga suara seseorang menginterupsi keduanya.
"Jimin?"
Yoongi dan objek yang dipanggil serentak menoleh. Tanda tanya menggantung dari tatapan Yoongi, ia sontak melayangkan sorotnya kembali pada Jimin.
"—sedang apa disini?"
"Oh, Seulgi". Jimin tersenyum tipis, meletakkan sendoknya pelan. "Kenalkan ini Yoongi, kami sedang makan bersama"
Seulgi menaikkan sebelah alisnya, kemudian mengalihkan tatap pada seseorang yang diperkenalkan Jimin padanya barusan. Setelah berhasil mengendalikan keterkejutannya, ia tersenyum dan Yoongi menyadari betapa senyum tersebut nampak begitu terpaksa.
"Seulgi"
"—Yoongi"
Setelah perkenalan singkat yang teramat singkat tersebut. Seulgi terlihat kehilangan kata-kata. Ia kembali memandang Jimin. "Aku pikir kau sibuk akhir-akhir ini karena kau selalu menolak untuk bertemu denganku", sengaja meniadakan eksistensi Yoongi yang nyatanya memilih tak peduli.
Senyum iritnya masih bertengger, "Maaf. Tapi memang banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan beberapa waktu ini", jawab Jimin memilih memperhatikan Yoongi yang bersungut-sungut menyuap makanannya. Direktur manis itu terlihat tak tertarik dengan apa yang terjadi dihadapannya. Namun, entah kenapa... pemandangan tersebut berhasil menyita perhatian Jimin.
Seulgi melirik sekilas pada Yoongi, nafasnya membaur dengan kekesalan. "Karena kau membatalkan janji temu kita, Nyonya Park memintaku untuk bertemu tadi", ia mencoba mengalihkan perhatian Jimin tanpa mengindahkan seseorang yang tengah Jimin perhatikan.
"Benarkah?", tanya Jimin, terdengar sedikit terkejut. Padahal sejatinya ia sudah tahu akan hal tersebut. "Kurasa tidak baik jika membiarkan seseorang untuk menunggu". Memang tak gampang untuk bersandiwara, tapi tidak bagi Jimin tentu saja. Ekspresinya terlihat begitu wajar, seakan tak membiarkan orang lain dapat membacanya dengan mudah.
Yoongi nyaris mendengus, mendengar penuturan Jimin. Itu jelas terdengar seperti pengusiran secara halus. Siapa saja akan berpikiran seperti itu.
Ada raut ketegangan di wajah Seulgi, ia baru saja mengeraskan rahangnya sebelum menghela nafas. "Benar", lagi-lagi ia melirik tak bersahabat kearah Yoongi. "Kalau begitu aku pamit, Jimin. Nikmati waktumu", tanpa menunggu balasan, ia langsung melenggang pergi dengan langkah yang lebar-lebar. Kentara sekali jika sedang menahan marah.
"Anda membuatnya kesal", celetuk Yoongi.
Jimin melanjutkan acara makannya, bagaikan tak terjadi apapun.
Yoongi mendecih. "Saya rasa itu memang hobi Anda. Atau mungkin, Anda sengaja...", ia menghentikan suapannya. Penuh was-was, ia beralih pada Jimin.
"Dia orang yang dikenalkan ibuku, beberapa waktu lalu", jawabnya terdengar santai.
"Saya yakin, ini tadi bukan kebetulan", berusaha tenang, Yoongi menebak. Dalam hati, ia sudah menyangkal spekulasinya mati-matian.
Jimin sempat menghentikan kunyahannya, sebelum kembali melanjutkan. Ia tahu siapa Yoongi, jadi bukan hal yang mengejutkan jika Yoongi bisa menebaknya langsung.
Yoongi menggigit bibir bawahnya, menahan amarah. Ia meletakkan sendoknya dengan keras. "Saya tak mengira Anda selicik ini, Presdir Park!", ia hampir menyiram Jimin dengan minumannya, kalau ia tidak berpikir bahwa ini masih berada di tempat umum. "Anda menolak perjodohan Anda dengan memanfaatkan saya", desisnya, sudah sepantasnya ia marah.
Jimin menghentikan kegiatannya. Ia balas tatap Yoongi. "Bukankah kita impas?"
"Oh?!", Yoongi mendengus tak percaya dengan pengakuan Jimin. Senyum kecutnya tertarik dalam perasaan terluka. Bisa-bisanya?! "Baiklah kita impas. Jadi tidak ada gunanya saya masih berada di sini!", ia sontak beranjak, berniat pergi sebelum Jimin menahan lengannya. Dan... Yoongi membelalakkan mata terkejut. Apa yang sedang Jimin lakukan padanya?!
Suara tarikan nafas yang disusul bisikan-bisikan memenuhi ruang pendengaran Yoongi. Jimin baru saja...
"—Jimin?!"
Sadar dengan apa yang terjadi, Yoongi mendorong Jimin menjauh. Ingatkan ia bahwa Jimin baru saja menciumnya. Dihadapan berpasang-pasang mata. Ditempat umum?!
Terbersit sorot rasa bersalah di kedua iris Jimin saat menatap Yoongi, sebelum ia mengalihkan pandangannya pada objek pemanggil namanya. "Ibu?"
"Apa yang kau—?!", pertanyaan menggantung seraya menoleh cepat kearah Yoongi yang mematung dalam diam. "Kenapa kau bisa ada disini?! Bukankah—?!", saking kagetnya, Nyonya Park terlihat sulit untuk berkata-kata.
.
.
.
.
.Untuk hubungan Jimin sama Yoongi, sebaiknya nyonya Park... Yes or no?
KAMU SEDANG MEMBACA
Such a Mess || Minyoon
Fanfiction(End) Ketika takdir mempermainkan hati mereka. Yoongi selalu menganggap pertemuannya dengan Jimin adalah malapetaka. Sementara itu, Jimin hanya menganggap pertemuan mereka adalah ketidaksengajaan yang bisa dimanfaatkan. Minyoon Jimsu BTS & TXT cast ...