11. Semakin Dekat?

1.9K 290 6
                                    

.
.
.
.
.

Yoongi tertegun membisu. Ia pasti salah lihat. Bagaimana bisa Jimin tengah tertidur di sofa kamar hotelnya dengan memangku sebuah laptop masih sleep mode? Apa yang sebenarnya telah terjadi? Dimana Yeonjun?

Seingatnya kemarin, dirinya hanya meminta Jimin untuk mengantarnya saja. Tidak untuk menemaninya, apalagi hingga semalaman.

Yoongi kembali melirik jam digital diatas nakas. Pukul 05.49. Ini masih pagi. Perlahan, ia turun dari tempat tidur. Ia memperhatikan Jimin dengan raut terheran-heran, tak percaya. Sebenarnya apa yang dilakukan Presdir menyebalkan itu disini? Kenapa tidak langsung kembali saja setelah mengantarkannya?

Terdiam dalam keheningan sekian lama, Yoongi malah berakhir tak menemukan jawabannya. Semakin ia perhatikan, semakin ia merasa kasihan karena Jimin yang tertidur, nampak tak begitu nyaman. Kepala tertunduk dengan posisi duduk yang sedikit merosot, pasti sangat pegal.

Dengan ragu-ragu, Yoongi mendekat. Ia berniat memindahkan laptop yang ada dipangkuan Jimin. Namun, entah ia yang tidak terlalu hati-hati atau Jimin yang terlalu peka. Belum sempat laptop tersebut berpindah tangan, Jimin terbangun dan nampak terkejut dengan keberadaan Yoongi didekatnya. Hanya sebentar, sebab setelahnya Jimin hanya memandang datar kearah Yoongi.

Salah tingkah karena takut Jimin salah paham, Yoongi sontak menjauh. "Aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya ingin memindahkan laptop itu", ia mendadak gugup, ia bahkan tak mau melihat kearah mata Jimin. "Tidurmu terlihat tidak nyaman, jadi—ya... hanya itu"

Tak seperti Yoongi, Jimin malah mengulas senyum sembari menegakkan posisinya. Meletakkan laptopnya, lalu beralih memandangi Yoongi. "Kau sudah baikan?", terdengar sangat tenang, ia berdiri disamping Yoongi dan mengangkat tangannya untuk menyentuh kening lawan bicaranya.

Karena terkejut, Yoongi reflek menepis kasar tangan Jimin dan kembali membuat jarak. Ia memasang gestur waspada pada Jimin dengan tatapan sangsi penuh kecurigaan.

Jimin terkekeh, ia memilih merapikan rambutnya dengan jemari. "Kurasa kau terlihat baik-baik saja dibanding kemarin malam saat kau terlihat seperti orang sekarat"

Mendengus tak percaya, Yoongi memutar maniknya kesal. Apa katanya?! "Benar. Aku cukup sehat bahkan untuk menendangmu dari sini, Presdir Park!", ketusnya hingga ke ubun-ubun.

"Baiklah, sekarang aku percaya kalau kau benar-benar sudah sehat", Jimin memasukkan sebelah tangannya ke saku, sementara tangannya yang lain menyambar laptop yang semalam Namjoon antarkan. Ia kembali memperhatikan Yoongi untuk beberapa saat, kemudian seringaian muncul. "Yoongi-ssi"

Yoongi menoleh sengit.

"Saat ini aku benar-benar tidak akan mengharap terimakasih darimu. Karena kau tahu? Aku akan menghitungnya sebagai hutang yang harus kau bayar", ucap Jimin penuh provokasi dengan maksud terselubung.

Yoongi melotot tidak terima, apa maksudnya. "Apa maksudmu?!". Sial!! Kenapa juga kemarin ia meminta bantuan pada Jimin?! Dari sekian manusia yang ada, kenapa harus Presdir busuk itu?! Apa yang sudah ia lakukan dimasa lalu hingga ia dibuat menyesal 7 turunan seperti ini?! "Memangnya berapa yang harus ku bayar?! Aku bisa mentransfernya sekarang juga!", bukannya bermaksud sombong, ia hanya tak habis pikir. Bisa-bisanya, pria Park itu melakukan hal ini padanya?!

Jimin tersenyum singkat, kemudian menggeleng. "Bukan uang, Yoongi-ssi", ia berjalan mendekat. Sangat dekat hingga menyisakan satu langkah saja. "Aku akan menagihnya nanti", bisiknya lirih. Tatapannya memaku dalam sepasang manik sewarna karamel milik Yoongi—indahnya. Jimin kembali tersenyum, "Kau hanya perlu bersiap-siap kapanpun aku akan menagihnya. Kau mengerti?"

Yoongi sontak memutus tatapan dan mendorong Jimin menjauh, begitu bel pintu kamarnya berdering. Ia bisa memanfaatkan hal tersebut untuk melarikan diri. Meski hanya sebentar, karena...

"Direktur Min, maafkan aku. Semalam aku ketiduran dan tidak sempat menyerahkan berkas-berkasnya padamu. Tapi sungguh, aku sudah menyelesaikannya semalam. Hanya saja—", ucapan Yeonjun terhenti dan terganti dengan raut terkejut bukan main saat mendapati Jimin berdiri dibelakang bosnya, dikamar bosnya, bersama bosnya, dipagi-pagi buta. "Apa yang Anda lakukan...?", ia menatap Yoongi dan Jimin bergantian, bingung bukan kepalang. Bagaimana bisa?

Sama sekali tak merasa terganggu, Jimin menyapa santai. "Selamat pagi, sekretaris Choi", tak lupa senyuman mautnya.

Yoongi menggeleng samar. "Jangan hiraukan dia. Masuk saja"

Masih tak mengerti dengan apa yang terjadi, Yeonjun hanya menurut lalu masuk kedalam kamar tanpa benar-benar tahu apa yang sedang ia lakukan.

Jimin hanya tersenyum saat Yeonjun melewatinya sambil menatapinya seolah menuntut penjelasan.

"Presdir Park, urusan kita belum selesai. Tapi sayangnya, saya harus mempersilahkan Anda untuk kembali ke kamar Anda sekarang juga", ucap Yoongi disela gerahamnya yang nyaris bergemeletuk menahan marah.

"Terimakasih, sudah mengingatkan ku, Yoongi-ssi. Kuharap kau juga mengingatnya setiap saat", ia beranjak keluar dan terhenti didepan pintu. "Oh-ya! Aku sudah mengerjakan semua berkas-berkasmu", melirik kearah kamar sekilas, tepat dimana Yeonjun masih memperhatikan mereka berdua. "Tapi kali ini, tidak akan kuhitung sebagai hutang. Jadi, jangan sampai sakit lagi, oke?", mengakhirinya dengan senyum, Jimin langsung berbalik dan pergi.

Sekarang Jimin benar-benar pergi karena Yoongi langsung membanting pintu setelahnya. "Brengsek!!"

Sementara itu, Yeonjun betah tertegun sebab kehabisan kata.

"Berhenti memikirkan hal yang macam-macam. Aku dan dia tidak melakukan apa-apa. Dia hanya kebetulan menemukanku nyaris pingsan kemarin malam, jadi—"

Belum sempat Yoongi menyelesaikan ucapannya, Yeonjun menyela. "Anda sakit, Direktur Min? Kenapa tidak—"

Yoongi mengibaskan tangannya dan berlalu. "Aku sudah baik-baik saja. Kau tidak perlu cemas", ia berjalan kearah sofa dan mendapati sebuah flashdisk diatas meja.

"Apakah anda sudah minum obat, Direktur Min?", mengedarkan pandang, Yeonjun menemukan seplastik kecil obat diatas nakas didekat tempat tidur.

Mengambil flashdisk berwarna biru itu, Yoongi menimangnya penuh keraguan. Apakah benar, Jimin sudah menyelesaikan laporannya? Jika iya, sebenarnya apa yang sedang Jimin rencanakan padanya?

"Direktur Min, saya akan menelepon layanan kamar dan meminta hotel untuk mengantarkan sarapan Anda. Setelahnya Anda bisa meminum obat ini. Sebaiknya hari ini, Anda tidak perlu..."

Yoongi menoleh kearah Yeonjun yang membawa beberapa obat entah dari mana. Lagi-lagi ia dibuat terheran-heran. Apakah Jimin juga yang membelikannya obat? "Yeonjun-ah"

"—Ya?"

"Bagaimana ini?

"Hn?"

.
.
.
.
.

Kuy ramein vomentnya...

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang