7. Penolakan

2.1K 304 16
                                    

.
.
.
.
.

Suara hujan diluar sana, terdengar samar-samar. Dari dinding kaca kafetaria, Yoongi bisa melihat rintiknya yang sedikit kejam tengah menghantam. Beberapa pejalan kaki berlalu lalang dengan payung-payung mereka. Langit nampak kelabu merata, pertanda bahwa hujan tak akan berhenti dalam hitungan menit. Mungkin beberapa jam atau malah seharian.

Yoongi mencoba menikmati secangkir kopi yang baru saja ia pesan bersama Yeonjun.

Duduk diantara pembisnis memang selalu seperti ini, topik yang mereka angkat seringkali terlalu berat dan tak lepas dari pekerjaan. Rasanya seperti sedang rapat saja. Sejak tadi yang ia dengar hanya progres, hasil tender, harga saham, target pasar dan segala antek-anteknya.

Yoongi kembali menyesap kopinya yang tinggal setengah. Ia melirik Yeonjun sekilas yang sepertinya sudah lupa dengan kejadian tadi. Sekretarisnya itu bahkan mampu menimpali gurauan Namjoon yang garing dengan candaannya yang tak bermutu. Tak seperti dirinya yang mati-matian berusaha bersikap normal seakan tidak terjadi apa-apa.

Mungkinkah hanya dirinya yang paling merasa tersiksa disini?!

Tidak mudah bagi Yoongi untuk tidak melakukan kontak mata dengan Jimin yang sialnya duduk tepat dihadapannya. Ia benar-benar akan membunuh Yeonjun karena menempatkannya pada situasi yang konyol ini. Bahkan ketika Jimin berbicara pun ia berusaha untuk tidak menatap persis dimata. Ia akan cepat-cepat mengalihkan pandangan jika mereka tak sengaja bersitatap.

Lihatlah kekacauan ini?!

Dalam diam, Yoongi berusaha mencari cara agar bisa kabur dari tempat tersebut. Mungkin sebuah panggilan telepon bisa dijadikan alasan, tapi kenapa tidak ada yang menelponnya disaat genting seperti ini? Haruskah ia berharap ada seseorang yang tiba-tiba mengajaknya pergi dan menyelamatkannya. Aah~ itu terlalu mustahil, memangnya siapa yang mengenalinya ditempat asing ini?

Haah... Yoongi menyerah, ia tak bisa berkonsentrasi jika disaat yang bersamaan ia merasa sedang diawasi.

Semua gelagat tersebut, tak satupun luput dari perhatian Jimin. "Min Yoongi-ssi", ini diluar jam kantor, jadi tidak masalah jika ia tidak menyertakan embel-embel jabatan. Ia hanya penasaran, kenapa Yoongi selalu menghindari tatapannya? —Menganggapnya seolah tidak ada? Apakah ini ada hubungannya dengan ajakan makan malamnya tadi? Atau ada sesuatu yang membuat Direktur manis itu terlihat tidak betah berada disana?

Yoongi yang sejatinya memang tidak bisa fokus, nyaris tersedak oleh kopinya. "—Ya?"

Jimin tersenyum, akhirnya mereka saling bersitatap. "Apakah ada yang mengganjal perasaanmu? Kulihat, sejak tadi kau nampak tidak nyaman bersama kami. Apakah telah terjadi sesuatu?"

Taehyung yang duduk tepat disamping Yoongi, sontak menoleh khawatir. "Apa kau sakit?", secara impulsif langsung menyentuh dahi Yoongi dengan punggung tangannya.

"Uh?—Tidak", menepis tangan Taehyung perlahan. "Aku baik-baik saja", tambah Yoongi lagi. Sebenarnya ia hanya terlalu terkejut karena tiba-tiba saja Jimin bertanya padanya setelah sekian menit mendiamkannya. Ia balas tersenyum pada Taehyung guna menyakinkan.

Interaksi kecil itu tak terlewat oleh mata awas Jimin. Dengan berat hati ia akui, hal itu cukup mengganggunya.

Namjoon lumayan terkejut dengan kedekatan Yoongi dan Taehyung setelah melihat sikap keduanya barusan. Apakah mereka sedekat itu? Menyadari apa yang terjadi, ia menoleh cepat kearah Jimin. Dan hal pertama yang ingin ia lakukan adalah menertawakan bosnya yang memasang raut masam tak enak dilihat. "Haruskah aku menanyakan keadaanmu juga, Jimin?" berbisik tepat ditelinga Jimin. Sindirannya terdengar kurang ajar, tapi dilain sisi ia merasa puas bisa melihat bosnya yang kehilangan kata-kata.

Tak menghiraukan Namjoon dan sarkasme-nya, Jimin kembali bertanya. "Sudahkah Sekretaris Choi memberitahumu tentang ajakanku, Yoongi-ssi?"

Semua yang ada disana menatap bingung kearah Jimin kecuali Yoongi dan Yeonjun tentu saja.

Yoongi memasang senyum tipis seraya menghela nafas pelan, ia terlihat lebih tenang sekarang. "Saya sudah mendengarnya, Presdir Park"

"Ajakan apa?", celetuk Namjoon ingin tahu seraya menyeruput segelas frappuccino dihadapannya.

"Makan malam"

Namjoon terbatuk, ia tersedak oleh minumannya sendiri. Ia melotot tak percaya pada Jimin.

Dan suasananya seketika berubah canggung.

"Haruskah kita membahasnya disini, Presdir Park?", Yoongi membiarkan maniknya terkunci dalam sepasang iris sewarna samudera dihadapannya. Ia tidak pernah tahu, jika tatapan dingin itu ternyata terasa begitu menghanyutkan.

Taehyung menatap Yoongi penasaran sekaligus bingung. Sepertinya ia sudah melewatkan sesuatu.

"Kurasa mereka tidak keberatan untuk mendengarnya", balas Jimin. Ia terkesan pada Yoongi yang dengan berani mampu membalas tatapannya lebih lama dari yang ia kira.

Tarikan nafas terdengar, "Maafkan saya sebelumnya, Presdir Park. Sayangnya, malam ini ada pekerjaan yang harus saya selesaikan dan segera saya laporkan ke kantor. Dengan sepenuh hati saya meminta maaf karena tidak bisa memenuhi ajakan Anda", ucap Yoongi lancar. Apakah alasannya cukup meyakinkan? Kenapa ia merasa tidak yakin dengan ucapannya sendiri?

"Kalau begitu, haruskah aku meminta Sekretaris Choi untuk mengosongkan jadwalmu besok malam, Yoongi-ssi?", Jimin tetap keukeuh. Ia bukan tipe orang yang mudah menyerah pada suatu hal yang ingin ia gapai.

"Bukankah beberapa hari kedepan akan lebih menyibukkan lagi, Presdir Park. Banyak laporan dan dokumen yang harus dikerjakan jika Anda tidak lupa", Yoongi pun tak mau kalah bersikeras untuk menolak.

Karena memang pada dasarnya, tujuan utama perjalanan bisnis mereka ke Busan adalah untuk meninjau lokasi proyek. Bukan untuk hal lain.

Namjoon yang sudah sembuh dari siksaan batuk akibat tersedak tadi, mencoba mencairkan suasana yang semakin tak nyaman. "Ada baiknya jika pekerjaan diselesaikan terlebih dulu daripada urusan yang lain. Benarkan, Taehyung-ssi?", ia menyeret Taehyung agar mau sepemikiran dengannya. Jika bukan dirinya, siapa lagi yang akan menjadi pawang kemarahan Jimin?

Taehyung yang sejak awal tidak tahu apa-apa, hanya bisa menjawab terbata. "Ya... benar, Namjoon-ssi". Ia tidak mengerti kenapa Jimin dan Yoongi nampak bersitegang antara satu sama lain? Ia juga baru tahu jika Yoongi yang selama ini dikenalnya, memiliki sisi lain yang berbeda dari sikap kompetitif penuh semangat yang selalu ditunjukkan dihadapannya. "Yoongi...?", panggilnya pelan.

Yoongi yang merasakan usapan lembut dilengannya, sontak menoleh. Taehyung sedang menatapnya lembut, tersenyum tipis seolah mencoba menenangkan. Merasa tak enak hati dengan apa yang telah terjadi, ia segera minta maaf. "Sebaiknya saya kembali ke kamar. Maaf telah membuat suasana jadi tidak nyaman. Kalau begitu, saya permisi", pamitnya yang disusul oleh Yeonjun setelahnya.

.
.

Jimin mendengus pelan sembari menatap punggung Yoongi yang mulai menjauh.

Sadar betul bagaimana suasana saat ini, Taehyung berinisiatif meminta maaf juga. "Tidak biasanya Yoongi bersikap seperti itu tadi, mungkin... dia hanya sedikit tertekan dengan pekerjaannya akhir-akhir ini. Jadi mohon dimaklumi", ucap Taehyung kembali membuka percakapan.

"Tidak apa-apa, Taehyung-ssi. Bisa jadi memang waktunya saja yang kurang pas", Namjoon menimpali seraya tersenyum. Ia melirik khawatir pada Jimin yang bertahan menatapi kepergian Yoongi dan Yeonjun dengan raut dingin yang sudah seringkali ia lihat.

Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka berdua? Apa yang membuat Jimin terlihat sebegitu marahnya?

.
.
.
.
.

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang