33. Tak Terelakkan

1.4K 227 3
                                    

.
.
.
.
.

Taehyung menyesal.

Ia jelas menyesali keputusannya untuk menuruti apa yang dikatakan oleh Presdir Min yang beberapa tahun belakangan telah menjadi atasan sekaligus seseorang yang dengan begitu baik menganggapnya layaknya keluarga.

Sebait ucapan Seokjin terus saja terngiang dipikiran hingga nyaris membuatnya gila.

Awalnya Taehyung tak ingin percaya namun setelah tahu pengacara Wang juga mengabarkan hal yang sama, ia merutuki dirinya sendiri dalam kekecewaan.

"Taehyung..."

Suara lirih Yeonjun kembali menyeret Taehyung dalam kebinasaan. Usapan dilengan sama sekali tak membuatnya tenang. Pikirannya terlampau kacau untuk dijinakkan.

"Tolong, jangan salahkan dirimu", bisik Yeonjun terbata.

Meremat rambut dengan kasar, Taehyung menunduk. Menenggelamkan wajahnya, hanya untuk menyembunyikan isak tangisnya dalam diam.

Yeonjun juga merasakannya, merasakan kesedihan atas apa yang dialami Yoongi saat ini. Dan ia turut iba dengan penampakan Taehyung yang sekarang, sekretaris sekaligus tangan kanan Presdir Min itu terlihat hancur dan tak karuan.

Duduk disamping Taehyung, Yeonjun masih berikan afeksi dengan usapan dilengan. "Semua sudah terjadi, Tae. Ada saatnya kita harus merelakan apa yang telah ditakdirkan untuk pergi dari kita"

Bukannya tenang, Taehyung malah mengacak kasar rambutnya dan menjadikannya berantakan. Sekedar menyalurkan sebentuk rasa frustasi yang memenuhi isi kepalanya. "Yoongi pasti akan semakin membenciku", bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri.

Menghapus air matanya diam-diam, Yeonjun sempat melirik Namjoon yang juga menatap prihatin kearah Taehyung. "Kau mengenalnya dengan baik, Tae. Lebih baik dari semua yang kita tahu. Dan aku yakin, dia bukan seseorang yang seperti itu", lanjutnya lagi.

Namjoon memalingkan wajah, nyatanya pria berlesung pipit itu tak bisa menyaksikan pemandangan tersebut dengan baik. Rahangnya nampak mengatup keras, menahan rasa sesak yang menjalar di dada.

















"Kami sudah berusaha, tapi takdir berkehendak lain. Presdir Min dinyatakan meninggal sepuluh menit yang lalu akibat pendarahan pasca operasi", suara bergetar Seokjin memberitahu diseberang telepon.

.
.
.
.
.

Yoongi terbangun dalam keadaan linglung ketika tahu, ia berada dikamar yang entah milik siapa. Memorinya kembali berputar kebelakang, memaksanya mengingat hal terakhir yang terjadi.

Merenung diantara kesunyian, ia butuh beberapa lama sebelum memutuskan untuk duduk dan memegangi kepalanya yang berdenyut ngilu.

Sudah berapa lama dirinya tertidur?

Yeonjun—Yoongi harus mencari sekretarisnya tersebut. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan. Salah satunya adalah kenapa ia bisa berakhir disini?

Belum sempat ia beranjak, suara halus gagang pintu yang diputar berhasil mengalihkan atensinya. Yoongi menoleh pada sosok yang muncul dari balik pintu berpelitur tak jauh darinya.

"Apa kau terbangun?"

—itu Jimin dengan tampang kentara khawatir, berjalan mendekat setelah menutup pintu.

Yoongi tergagap tanpa kata, tak siap dengan kehadiran Jimin yang tiba-tiba. Jujur, dirinya sedikit merasa enggan menemui sosok itu di situasinya yang seperti ini.

Ia masih ingat bagaimana Jimin mendekapnya erat kala dirinya begitu kalut setelah mendengar kabar tentang kematian ayahnya.

Dengan telaten dan sabar menghadapinya. Mengalunkan sederet frasa yang mampu menyadarkannya bahwa dunianya tak akan berhenti hanya karena ditinggal pergi oleh seseorang.

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang