.
.
.
.
.Yoongi sontak menengadah kearah langit yang menaburkan butiran es dingin nan lembut kala kakinya terhenti berpijak diluar cafe.
—Salju pertama diawal Desember.
Direktur manis itu lantas mendekap tubuhnya sendiri dalam balutan mantel tebal yang ia kenakan, guna menghalau hembusan angin yang menusuk kulit. Berakhir sia-sia, ternyata hal tersebut tak cukup ampuh untuk mengusir sadisnya dingin yang mendera.
Akan lebih baik jika ia cepat-cepat kembali ke mobil dan segera pulang, pikirnya.
Kunci sudah ada ditangan saat getar ponsel menginterupsi langkahnya. Yoongi berhenti sejenak, memastikan siapa penelepon yang baru saja menghubunginya.
Akhir-akhir ini, Yoongi memang diharuskan siap siaga atas setiap panggilan yang masuk. Hanya untuk berjaga kalau sewaktu-waktu Seokjin meneleponnya. Karena ia butuh kabar dari sang ayah.
"Ada apa?", ucap Yoongi begitu layar ponselnya tertempel ke telinga. Seraya melanjutkan tujuannya yang sempat tertunda. Sebelah tangannya yang bebas, dibiarkan menekan tombol remot kunci mobil yang sedari tadi dipegang.
Yoongi meringis dalam hati, mendapati mobilnya terparkir diantara deretan mobil hitam yang sekilas terlihat hampir sama semua. Haruskah ia menukar mobilnya, nanti?
"..."
"Iya, aku sudah mau pulang sekarang. Kau tidak perlu mencemaskanku", hening beberapa waktu, Yoongi memejamkan mata mencoba abai dengan lawan bicaranya.
Masih berdiri disamping pintu mobil, Yoongi berujar malas. "Baiklah akan ku kabari jika sudah sampai. Hmm...", langsung memutus panggilan. Ditatapnya layar datar tersebut dengan bibir mencebik tak suka, si penelepon barusan—Yeonjun.
Dalam sehari ini, sudah kesekian kalinya sang sekretaris menelpon. Sekedar menanyakan kabar, dimana dan sedang apa dirinya sekarang. Jujur, Yoongi merasa sedikit risih.
Bisa saja ia mengalihkan panggilan dari Yeonjun, tapi membayangkan apa yang akan ia hadapi selanjutnya. Total menjadikannya urung. Ia masih butuh Yeonjun dan Yeonjun bukan tipe penyabar yang mudah memaafkan.
Lagipula Yoongi juga tak bisa menampik, jika nyatanya ia memang tak keberatan.
Sebentuk perhatian kecil Yeonjun selalu mengingatkannya bahwa ia masih memiliki orang-orang tulus yang peduli terhadap dirinya. Sedikit banyak, hal tersebut berhasil menelusupkan kehangatan tersendiri dihatinya.
Mengingat Yeonjun, membuatnya mengulas senyum tipis. Yoongi berniat masuk kedalam mobil sebelum seseorang tiba-tiba muncul lalu merebut kunci dalam genggaman tangannya. "Hei! Apa yang—Presdir Park apa yang sedang Anda lakukan?!", setengah jengkel ia memelototi Jimin yang berdiri tepat dihadapannya.
"Mengantarmu pulang. Memangnya apalagi?", dengan tampang tanpa dosa sambil mengendik bahu, Jimin langsung masuk dan mengambil alih sisi kemudi.
"—Tunggu! Apa Anda sudah gila?! Memangnya siapa yang mengijinkan Anda?!", gerutunya seraya menahan pintu mobil agar tetap terbuka.
"—Masuk. Atau kau akan membeku disini karena kedinginan"
"Keluar dari mobil saya sekarang?!", geram Yoongi kesal, ia tak habis pikir dengan kelakuan Jimin sekarang.
Memutar maniknya, Jimin mendengus. Dengan enggan, ia terpaksa keluar dari mobil tersebut. Lalu kembali berdiri dihadapan Yoongi, menatap lawannya dengan raut datar dalam diam.
Kepulan uap hangat yang berhembus. Telinga, hidung, pipi hingga bibir yang memerah menahan rendahnya suhu, teramat menjelaskan betapa Yoongi tampak dilanda kedinginan saat ini. Tak sadar sorotnya terhenti dikedua belah bibir yang terlihat sedikit gemetar itu, Jimin terpaku lama disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Such a Mess || Minyoon
Fanfiction(End) Ketika takdir mempermainkan hati mereka. Yoongi selalu menganggap pertemuannya dengan Jimin adalah malapetaka. Sementara itu, Jimin hanya menganggap pertemuan mereka adalah ketidaksengajaan yang bisa dimanfaatkan. Minyoon Jimsu BTS & TXT cast ...