32. Malapetaka

1.9K 249 7
                                    

Buat ngobatin yang tadi ya...

.
.
.
.
.

Jimin menyaksikannya—menyaksikan bagaimana Taehyung memeluk sosok ringkih yang belakangan mengisi pikirannya dalam dekapan yang erat.

"Tidak jadi kesana?"

Suara Namjoon menginterupsinya sejenak. "Tidak. Sebaiknya kita langsung ke bandara", ketus Jimin.

Namjoon mencibir atasannya yang sedang terbakar cemburu. "Yakin, tidak rindu kalau tidak berpamitan sekarang?", ia sudah menyalakan mobil. Bersiap memindah persneling.

Jimin berdecak. "Hanya 3 hari, Namjoon. Aku yakin hal itu tidak akan membunuhku"

Tersenyum dalam diam, Namjoon melajukan mobilnya. "Saya harap, anda tidak menyesalinya, Presdir Park", selorohnya sambil terkekeh.

Senang rasanya melihat atasannya tersiksa lahir dan batin.

.
.
.
.
.

"Kenapa tidak ada yang bilang?", mengalun dingin sarat kekecewaan.

"Yoongi...", panggil Taehyung memelas.

"KENAPA TIDAK ADA YANG MENGATAKANNYA PADAKU?!", teriakan Yoongi dengan nafas tersengal berantakan, menggema di ruangan tersebut.

Yoongi tak tahan, ia biarkan murka menguasainya kali ini. Tak peduli lagi dengan dirinya yang akan terlihat lemah dihadapan orang lain.

"Semua bisa dijelaskan, Yoon. Tapi tidak sekarang. Peresmian resort akan dimulai sebentar lagi. Kau tidak bisa memimpin acara dengan keadaanmu yang sekarang", Taehyung berusaha mengajak Yoongi untuk bicara baik-baik. Meski sadar betul hal itu tidak akan mudah, tapi setidaknya ia sudah mencoba.

Taehyung paham, seberapa hancur dan kacaunya Yoongi saat ini. Namun sayang, tak ada pilihan baginya untuk mengabulkan apapun permintaan Yoongi kala itu. Dengan alasan, karena dirinya lah tameng terakhir yang dimiliki oleh sosok tersebut.

"PERSETAN DENGAN RESORT, KIM TAEHYUNG!! BERIKAN PONSELKU DAN BIARKAN AKU PERGI DARI SINI!!", geram Yoongi mencoba lepas dari Taehyung begitu dirinya ingin keluar dari ruangan, yang entah ruangan apa itu.

"TIDAK, YOONGI!—Aku tidak akan mengijinkanmu pergi kemanapun. Kau harus tahu, ayahmu tidak akan suka melihatmu yang seperti ini! Berhenti bersikap cengeng dan hadapi semuanya. Kau masih punya tanggung jawab disini!!", percuma, Taehyung malah balas berteriak sekarang. Tapi sungguh ia tak bermaksud melakukannya.

Kurang 30 menit sebelum peresmian resort di Busan akan dimulai. Tepat saat itu, Yoongi menerima pesan dari Seokjin bahwa ayahnya tiba-tiba kritis dan harus segera dioperasi—berhasil membuatnya kalang kabut.

Panik, kacau dan frustasi, tanpa ampun menggerogoti Yoongi dalam kekecewaan yang perlahan mematikan akal sehatnya.

Selama 2 Minggu terakhir, ia sudah tak mendapat kabar dari Seokjin mengenai keadaan sang ayah berharap bahwa ayahnya baik-baik saja. Tapi apa? Dengan dalih agar dirinya bisa fokus menyelesaikan pekerjaan, seseorang dengan tega telah menyabotase semuanya.

Ia tidak pernah tahu jika selama 2 Minggu itu pula, ayahnya ternyata mengalami penurunan kesehatan—gagal jantung kronis.

Setelah tahu bahwa dalang dari malapetaka itu adalah Taehyung yang sengaja memblokir semua kabar tentang ayahnya. Mau tak mau dan tanpa diminta sekalipun ia jelas marah pada pria pemilik senyum kotak yang saat ini masih berusaha meredam emosinya.

"AARGH!!", Yoongi mendorong Taehyung menjauh. Air matanya meleleh sejadi-jadinya tanpa permisi. Tatapan nyalang ia tujukan pada Taehyung diantara gerit rahangnya yang beradu. "Pembohong kau, Taehyung!", desisnya. "Kau tega menyembunyikan semuanya dariku dan bersikap seolah semua baik-baik saja dihadapanku", mendengus pelan, Yoongi menertawakan dirinya yang dengan bodoh telah tertipu. Benar-benar miris. "Aku tidak ingin mendengar apapun pembelaanmu. Cukup tahu saja, kau memang orang yang seperti itu"

Hati Taehyung mencelos seketika. Yoongi yang kecewa sudah membuatnya terluka tanpa harus dikatai seorang pembohong. Dan sekarang, untaian kalimat penuh amarah itu telak membungkamnya dengan seribu bahasa.

Yeonjun yang sedari tadi berdiri disudut ruangan, hanya mampu terisak dalam diam menyaksikan semua yang terjadi.

"Aku membencimu!", tambah Yoongi lagi, tak mengalihkan tatap nyalangnya barang satu inci. "Yeonjun, carikan tiket penerbangan tercepat hari ini, aku akan pergi ke London sekarang", ia sudah siap berlalu sebelum Taehyung kembali mencegahnya.

Menggeleng pelan, Taehyung nyaris frustasi untuk menghadapi Yoongi yang meluap-luap. "Yoon... Ada banyak media didepan. Jika kau pergi sekarang dalam keadaan seperti ini. Semua yang telah ayahmu rencanakan akan kacau. Pikirkan itu", setenang mungkin ia mencoba menjelaskan pelan-pelan. Tidak mungkin ia balas berteriak lagi disaat emosi Yoongi sendiri masih tidak stabil.

Yoongi terisak pelan. Kenapa Taehyung tidak mau mengerti?

"Kita duduk dulu, oke? Tenangkan dirimu", pintanya mengiba.

Yoongi mencoba peruntungannya, ia mendorong Taehyung lalu meraih gagang pintu. "—Taehyung lepaskan aku!", lagi-lagi ia kalah dari Taehyung yang masih mendekapnya kuat-kuat.

"Aku mohon, Yoongi. Untuk saat ini, cobalah untuk tenang dan dengarkan apa kataku", meyakini dirinya sudah frustasi sekarang. Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana cara melunakkan Yoongi.

"AKU TIDAK INGIN BICARA PADAMU! AKU TIDAK INGIN MELIHATMU! AKU MEMBENCIMU, KIM TAEHYUNG!! LEPASKAN AKU!!", jeritnya yang menyayat kembali mengisi ruangan itu.

.
.
.
.
.

"Tidak bisakah lebih cepat lagi?", gusar Jimin di jok belakang. Ia sudah terlihat tak tenang sejak keluar dari bandara tadi.

"Kecepatan ini sudah cukup membuat kita berurusan dengan polisi jika kita tertangkap, Jim", geram Namjoon setelah tadi disuruh menggantikan sopir penjemput dari kantor dan langsung menyuruh dirinya berkendara ke Busan.

Tak membalas, Jimin hanya bergerak gelisah dalam duduknya. Mendapat kabar dari Seokjin ditambah ponsel Yoongi yang tak aktif, semakin membuatnya panik.

Beruntung Yeonjun bisa dihubungi. Sekretaris itu bilang, Yoongi sedang dalam keadaan tidak baik sekarang. Entah tidak baik yang bagaimana, ia tak mampu membayangkannya.

Yoongi pasti hancur, sebait kalimat itu yang berhasil menguasai Jimin sejak tadi.

"Tenanglah, Jim. Kau membuatku panik sekarang", gusar Namjoon dibalik kemudi. "Kau tidak mencoba menghubungi Yeonjun lagi?"

Jimin mengatupkan rahang, "Ponselnya tidak aktif juga"

"Jangan berpikiran buruk dulu. Mungkin saja, Taehyung sudah menanganinya", ucap Namjoon menenangkan. "Sebentar lagi, kita sudah memasuki kawasan resort", lanjutnya lagi saat memutar setir ke arah dimana gedung tinggi itu menjulang.

.
.
.
.
.

Yoongi menyerah, Taehyung benar-benar tak membiarkannya keluar dari ruangan itu. Yeonjun entah pergi kemana, karena sejak beberapa menit terakhir sudah menghilang tanpa jejak. Ia biarkan tubuh lemasnya terkulai dipelukan Taehyung. Ia lelah.

Peresmian resort harus berjalan tanpa Yoongi. Taehyung sudah menyuruh Yeonjun untuk meminta para petinggi Direksi agar menggantikan posisi Yoongi dan mengabarkan jika Yoongi sedang tidak enak badan.

"Maafkan aku, Yoongi. Aku hanya tidak ingin media memangsamu dalam keadaan yang seperti ini", ujar Taehyung berbisik.

Yoongi paham dengan maksud Taehyung, tapi tidak dalam situasinya yang sekarang. Ia bahkan tak mau berpikir apapun lagi. Kepalanya hampir meledak hanya karena memikirkan keadaan sang ayah dan bagaimana cara keluar dari tempat ini.

"Aku lelah Taehyung", lirihnya. Lagi-lagi air matanya lolos menjadi isakan. "Aku ingin menemui ayah..."

Taehyung menggigit bibir bawahnya. Menarik dan menghembus nafas yang rasanya semakin sulit. "Kita akan kesana jika keadaannya benar-benar memungkinkan, Yoon. Kumohon bersabarlah sebentar lagi"

Tak ada jawaban. Berapa kalipun Yoongi memohon, balasan Taehyung akan tetap sama. Dan hal itu membuatnya semakin membenci Taehyung.

.
.
.
.
.

Taegi everywhere~

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang