Epilog *

1.7K 189 8
                                    

.
.
.
.
.

"Setidaknya bilang dulu pada ibu kalau ingin pergi!", Nyonya Park langsung menyelonong kedalam tanpa harus menunggu dipersilahkan masuk. Sekarang bukan saatnya basa-basi, sudah cukup dirinya berulang kali dibuat naik pitam oleh anaknya sendiri. "Jangan buat ibu panik, Jimin! Kau pikir ibu tidak khawatir?!", gerutunya begitu menerobos melewati Jimin.

Masih disorientasi dengan apa yang terjadi, Jimin kembali menutup pintu apartemennya dalam diam lalu mengekor sang ibu yang sekarang sudah berbalik badan dan memincing tajam kearahnya. Aura Nyonya Park yang terasa begitu menyeramkan lagi-lagi membungkam Jimin untuk tidak bersuara.

"Kau tahu? Ibu sampai harus mencari-cari alasan pada para tamu karena mereka terus saja menanyakan keberadaan kalian berdua! Mau ditaruh dimana muka ibu kalau sudah begini?!", geramnya semakin berapi-api. Ia sudah cukup sabar menahan amarahnya sejak semalam.

Jimin yang mulai mengerti kemana arah pembicaraan mereka saat ini, sontak meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Tak ada sangkalan yang mampu terucap darinya, menandakan bahwa ia memang merasa bersalah atas perbuatannya. Lagi pula, ini masih terlalu pagi untuknya mendapat wejangan panjang dari sang ibu.

Seketika itu pula, Jimin merutuki dirinya sendiri yang tak sempat berpikir untuk sekedar mengecek ponselnya dari semalam.

"Sekarang jelaskan kenapa kalian meninggalkan pesta sebelum acara selesai?!", seraya bersidekap, raut keras Nyonya Park sama sekali tak kunjung melunak. "Kau tidak berniat mempermalukan ayah dan ibu kan?", maniknya semakin menyipit dengan sorot mengintimidasi seolah ada perempatan imajiner yang tergambar di sudut pelipisnya.

Bisa-bisanya Jimin berulah dihari penting mereka, terlebih lagi untuk acara keluarga seperti kemarin?

Mendengus singkat, Nyonya Park reflek memijat pangkal hidungnya yang mulai terasa pening.

Oh... anaknya, benar-benar!

Jimin menarik nafas dalam-dalam sebelum berusaha merangkai kata yang sekiranya bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. "Oke, aku minta maaf karena sudah membuat ayah dan ibu khawatir. Tapi sungguh, Bu... Aku tidak berniat mempermalukan kalian...", ada jeda dimana ia nampak sedang berpikir keras sementara ibunya masih menatap nyalang tengah menanti penjelasannya.

"Ibu tahu kan... pesta pernikahan kami sudah berlangsung sejak pagi. Bahkan saat persiapan acara pun waktuku dan Yoongi sudah tersita cukup lama, jadi...", lagi-lagi Jimin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kami butuh istirahat, Bu", ia sungguh berharap alasannya bisa diterima, syukur-syukur bisa meluluhkan kemarahan ibunya. Dan benar saja, kerutan dikening sang ibu perlahan memudar.

"Lalu apa gunanya kau mengosongkan satu gedung hotel, hah?! Bukankah kalian bisa istirahat disana bersama tamu yang lain? Paling tidak jangan membuat ibu kelimpungan mencari kalian karena tidak ada kabar sama sekali!", meski begitu, Nyonya Park tak lantas langsung mempercayai alibi yang diberikan oleh anaknya barusan.

Sepertinya Nyonya Park sudah terlanjur meradang sebab ulah yang dibuat oleh Jimin.

Jimin mengulum bibir sambil mengangguk-angguk mengiyakan, berharap sang ibu berhenti untuk mengomelinya. Ia hanya tak ingin suara ibunya yang nyaring nyaris meneriakinya setiap saat, membangunkan Yoongi yang masih terlelap di kamar. "Aku salah, Bu. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud seperti itu..."

"Kalau sudah tahu salah kenapa tidak memberi kabar pada ibu?! Setidaknya kau bisa mengirim pesan kalau tidak sempat menelepon. Untung saja ibu tidak sampai lapor polisi! Lalu bagaimana jika media tahu? Kau tidak berpikir sejauh mana imbas yang akan terjadi jika semua tahu?!", cerocos Nyonya Park tak mau berhenti. Entahlah, rasanya ada kepuasan tersendiri melihat anaknya tak berkutik, tak seperti biasanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang