.
.
.
.
.Belum sempat Yoongi menjauh, tangannya tiba-tiba dicekal—yang pelakunya, tidak lain dan tidak bukan adalah Park Jimin sendiri.
"Kantor cabang Gold City Center", tebak Jimin. Jangan tanya kenapa ia bisa tahu. "Kita searah", ia melirik Yeonjun sekilas.
Sekarang bisa ditebak siapa yang kongkalikong dengan Jimin.
Tidak ada alasan bagi Yoongi untuk menolak lagi. Dan kalaupun saat ini ia berhasil menolak, tak ada jaminan jika kedepannya kejadian tersebut tidak akan terulang kembali. Bisa dipastikan, Jimin tidak akan menyerah begitu saja. Ia balas menatap tajam pada Jimin yang menatapnya tak mau lepas. "Yeonjun-ah, tolong kabari Taehyung sekarang. Aku akan menemui Pak Jang sendiri"
Tanpa Yoongi menoleh kearahnya pun, Yeonjun tahu jika dirinya yang sedang diajak berbicara. Sore ini, Yoongi memang dijadwalkan menemui klien bersama Taehyung, bukan dirinya. "Baik, Direktur"
"Apakah ada perubahan jadwal?"
Serentak mereka bertiga menoleh ke asal suara. Taehyung datang dengan kemeja putih yang kancingnya ia biarkan terbuka 2 paling atas. Sebelah tangannya masuk kedalam saku celana, sementara tangan yang lain membawa lembaran fotocopy kertas yang digulung menjadi satu. Betapa tampannya.
Taehyung menatap Jimin beberapa saat sebelum beralih kearah Yoongi, lalu tatapannya tertuju pada kedua tangan mereka.
Yoongi yang menyadarinya, sontak menyentak cekalan tangan Jimin hingga terlepas.
"Dia bersamaku", ucap Jimin, sebelum Yoongi sempat mengatakan sesuatu.
Taehyung kembali menatap Jimin, kemudian menghela nafas. "Kami masih harus menghadiri rapat, Presdir Park. Anda tidak bisa seenaknya merubah jadwal yang sudah ditentukan perusahaan"
"Aku bisa menggantikanmu"
Demi kesopanan yang memaksanya berbasa-basi, Taehyung tersenyum. "Bukan bisa atau tidaknya, Presdir. Perusahaan memiliki prosedur yang sudah ditetapkan. Ditambah lagi, perusahaan Anda tidak memiliki urusan dengan rapat kali ini"
Yoongi merasa takjub dalam diam. Taehyung benar-benar membiusnya. Seketika ia menyesal telah mengucapkannya tadi.
"Bukankah Yoongi sudah mengatakan, dia akan menemui kepala kantor cabang sendirian?"
Yoongi meringis dalam hati, merasa semakin menyesali ucapannya.
Taehyung melirik pada Yoongi yang mengerjap menatapnya. "Tanpa persetujuan ku, jadwal masih tetap sama", meski ia sadar dengan siapa dirinya berbicara, Taehyung cukup berani untuk bersikeras.
Jimin menoleh pada Yoongi. "Ada beberapa hal yang harus kami bicarakan", nadanya merendah penuh penekanan.
Menyadarinya, Yoongi mengambil keputusan. "Tak apa Taehyung. Aku akan menemui pak Jang sendiri. Akan ku kirimkan laporannya nanti setelah dari sana"
Taehyung terdiam sejenak, rautnya datar tak terbaca. Dan Yoongi tidak bisa menebaknya. "Kalau begitu telepon aku jika sudah selesai. Aku yang akan menjemputmu", ia mengusulkan.
"Tidak perlu repot, sekretaris Kim. Aku juga yang akan mengantarnya pulang"
Terlihat menimang, Taehyung menggertakkan rahangnya. "Telepon aku jika terjadi sesuatu, Yoongi", putusnya. Ia mendekat seraya menyerahkan lembaran data tadi kepada Yoongi. "Ini beberapa data yang ku peroleh dari arsip kantor"
Yoongi menerimanya, ia mengangguk. "Hmm. Terimakasih. Aku pergi", pamitnya, sontak melenggang pergi.
Seakan telah ditantang untuk mengibarkan bendera perang, Jimin mendengus pelan. Ia langsung menyusul Yoongi sesaat setelah menerima tantangan Taehyung melalui tatapannya.
.
."Sebenarnya, apa yang sedang terjadi?", bisik Yeonjun bertanya.
Taehyung menarik nafas panjang. "Bukan apa-apa. Belum saatnya kau tahu, Yeonjun-ah", Taehyung mengacak gemas rambut Yeonjun. "Pulanglah. Sudah saatnya kita pulang"
.
.
.
.
.Yoongi berjalan mendekat kearah Namjoon yang berdiri didekat mobil sedan berwarna hitam milik Jimin. Setidaknya masih ada Namjoon, jadi ia tidak hanya berdua dengan Jimin. Sedikit bersyukur akan hal itu, ia menyapa sekretaris Kim. "Selamat sore, sekretaris Kim"
Namjoon menoleh kemudian tersenyum. "Selamat sore juga, Direktur", ia membungkuk sekilas.
Jimin mendekat. "Namjoon, berikan kuncinya padaku"
Berdua bersama Namjoon, Yoongi menoleh bingung. Meski bertanya-tanya, sekretaris jangkung nan tampan itu tetap menyerahkan kunci mobil yang ada ditangannya segera pada Jimin.
"Duduklah didepan, Direktur Min", Jimin membukakan pintu penumpang bagian depan.
Yoongi mengerjap tak mengerti. "Sebaiknya aku dibelakang"
"Aku tidak mau jadi sopir mu. Jadi duduklah didepan", titahnya yang membuat Yoongi menaikkan sebelah alisnya.
Namjoon yang masih kebingungan, menyela. "Jimin...", kalimatnya menggantung. Firasatnya tak enak.
Jimin menoleh dengan tanda tanya.
"Bagaimana denganku?", tanya Namjoon.
"Pulanglah"
"—apa?!"
Tidak. Itu bukan Namjoon yang memprotes, melainkan Yoongi yang membola menatap Jimin.
"Kenapa? Bukankah sudah waktunya bagi karyawan untuk pulang?"
Yoongi menganga, menatap Jimin tak percaya. Tidak! Ini pasti bercanda, ia tidak mungkin pergi hanya berdua dengan Jimin kan? "Sekretaris Kim juga searah dengan kita, kenapa tidak sekalian saja?", tanyanya nyaris melengking. Jimin benar-benar tahu bagaimana menyulut amarahnya.
"Perlukah aku ingatkan, Direktur? Masih ada hal yang harus kita selesaikan", ia menjeda sejenak seraya melirik Namjoon. "Aku yakin, kau pasti tidak ingin orang lain tahu, kan?"
Yoongi mendengus kasar. "Kalau begitu aku bisa menggunakan mobil kantor. Kita bisa selesaikan setelah aku rapat", hilang sudah sikap formalnya.
"Aku tidak bisa menjamin kalau kau tidak akan kabur lagi dariku. Jadi... masuklah"
Lupakan Namjoon. Ia sudah tak dianggap bahkan jika ia langsung pulang tanpa pamit sekalipun.
Telak jengah. Yoongi yang berdiri disamping mobil pun, bersiap untuk pergi sebelum Jimin mencegatnya dengan lengan berbalut jas mahal nan rapi itu. Jimin mengurungnya. Ia tersentak kaget tak menyangka.
"Sebentar lagi, jam kantor selesai. Kau tidak ingin pegawaimu melihat kita dan menggosip tentang kita kan?"
Oh! Jangan lagi. Telinganya sudah cukup panas dengan berita simpang siur yang beredar dikantor akan hubungannya dengan Jimin.
Yoongi tak ingin gosip itu semakin menjadi dan membuat kepalanya ingin pecah saja. Ancaman Jimin berhasil, nafasnya menderu menahan emosi. Namun dari kesadarannya yang lain, ia masih bisa mencium aroma manis wine dengan lembutnya Lilac yang bercampur wangi tubuh, kemudian menjelmakan aroma memabukkan seperti ini.
.
.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Such a Mess || Minyoon
Fanfiction(End) Ketika takdir mempermainkan hati mereka. Yoongi selalu menganggap pertemuannya dengan Jimin adalah malapetaka. Sementara itu, Jimin hanya menganggap pertemuan mereka adalah ketidaksengajaan yang bisa dimanfaatkan. Minyoon Jimsu BTS & TXT cast ...