15. Tuan Min tidak setuju?

1.8K 275 20
                                    

.
.
.
.
.

Yoongi reflek mengalihkan pandang dari layar ponselnya ke kaca spion. Dahinya mengkerut sembari menatap pak Han yang duduk dibelakang kemudi. Sambil bersedekap, ia menghela nafas, "Ada apa pak?"

Pak Han-pria paruh baya yang berprofesi sebagai sopir Ayahnya itu, tersenyum begitu tertangkap basah sedang memperhatikan Yoongi. "Sudah sangat lama, saya tidak melihat Anda, Direktur Min. Ini hampir tiga bulan sejak terakhir kali Tuan Min meminta Anda untuk pulang bersama"

Sore itu, Presdir Min memang meminta Yoongi untuk pulang bersama dengan satu mobil. Jika dipikir-pikir, hal ini sangatlah jarang terjadi. Mengingat kemanapun Yoongi pergi, ia lebih sering menyetir sendiri daripada menggunakan sopir. Pengecualian untuk keperluan kantor tentu saja.

Yoongi tersenyum masam sambil menunduk. Kenyataan bahwa mereka tidak akrab seperti ayah dan anak pada umumnya, membuat hatinya sedikit tercubit. "Apa ayah masih rutin check up, pak?", Pak Han sudah seperti pamannya sendiri, jadi ia tak segan menanyakan apapun tentang ayahnya. Dan beruntung, pak Han mau diajak kongkalikong untuk hal tersebut sehingga ayahnya tidak tahu menahu.

Tak langsung menjawab, pak Han mengambil selembar kertas yang kemudian ia serahkan kepada Yoongi. "Beliau masih rutin ke rumah sakit. Terakhir periksa, gula darahnya cukup tinggi. Jadi ada beberapa obat dan vitamin yang harus beliau minum", jelas pak Han.

Didalam mobil, mereka tengah menunggui Presdir Min yang belum juga datang. Padahal jam sudah menunjukkan waktunya pulang kantor.

Yoongi menatapi tabel jadwal pemeriksaan dokter sang ayah. Memiliki riwayat penyakit darah tinggi, membuat ayahnya harus rutin menjalani beberapa medical check up guna memantau kesehatan ayahnya tersebut. "Kenapa tidak istirahat dirumah saja jika sedang sakit?", gumamnya yang bisa didengar oleh pria paruh baya yang duduk didepannya.

Pak Han tersenyum, "Sama seperti Anda, beliau juga sangat mendedikasikan diri terhadap pekerjaan, Direktur"

Yoongi mencibir. "Ini bukan dedikasi, Pak. Tapi pemaksaan diri", ia berdecak tak suka. "Apa Ayah masih sering lembur juga, Pak?", tanya Yoongi lagi.

Sebenarnya, mereka tinggal dalam satu rumah. Namun, karena Yoongi lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya di kantor hingga larut malam, menjadikannya tak begitu acuh apakah ayahnya sudah pulang atau belum.

"Tidak sesering dulu setelah mendapat beberapa nasihat dari dokter Kim. Bahkan akhir-akhir ini pun, beliau lebih sering meminta Anda untuk menggantikannya rapat daripada beliau sendiri yang datang", pak Han memperhatikan para pekerja yang mulai berhambur keluar kantor.

Yoongi menggulirkan maniknya kearah dimana ayahnya baru saja keluar dari gedung bersama Taehyung yang berada disamping sang ayah. "Dia benar-benar berniat menyiksaku karena hal itu", sungutnya.

"Tidak semua yang Anda anggap buruk, berakhir dengan hal sama, Direktur Min. Tuan Min pasti tahu apa yang harus dan tidak harus dilakukan. Bisa jadi suatu hari nanti, Anda akan sangat bersyukur karena sudah melalui semuanya", pak Han tersenyum simpul. Ada terselip maksud dari ucapannya.

"Aku tidak bisa membayangkan bahwa aku akan siap jika saat itu terjadi, Pak", Yoongi memperhatikan ayahnya yang tengah berbicara pada Direktur Jung dibagian keuangan.

"Bukankah beliau sangat mengagumkan?", lagi-lagi senyum pak Han terpatri.

Yoongi tertegun. "Dia penuh perhitungan dan tanpa cela. Benar-benar seorang kompeten yang sulit dikejar"

Pak Han terkekeh begitu mendengar ucapan Yoongi. "Tidakkah Anda sadar, bahwa Anda juga sama seperti beliau, Direktur?"

Menarik seulas senyum, Yoongi menggeleng samar. "Aku tidak mau dan tidak ingin menjadi sekejam ayahku, Pak. Beruntung, Taehyung bertahan disisi ayahku dengan baik", ia membuka pintu, berniat menyambut ayahnya yang mulai berjalan mendekat. Ia sontak membungkuk memberi hormat pada sang ayah.

Presdir Min kembali terlihat mengatakan sesuatu pada Taehyung, sebelum pemuda Kim itu tersenyum sekilas pada Yoongi dan berlalu pergi.

Yoongi ikut masuk kedalam mobil, sesaat setelah ayahnya masuk. Tak menunggu lama, mobil itu mulai melaju membelah jalanan kota.

Suasana canggung seringkali terjadi disaat-saat seperti ini dan Yoongi sangat membencinya. Ia mengalihkan perhatiannya keluar jendela. Meski ia sudah berusaha berkali-kali untuk tidak memikirkannya, tetap saja ia tidak bisa tenang. Sebab biasanya, sang ayah hanya akan mengajaknya pulang bersama karena ada hal penting yang ingin dibicarakan.

"Tidak terasa, sebentar lagi musim akan berganti", celetuk Tuan Min membuka suara setelah hening sekian lama. Ia menatap lurus ke depan, pada jalanan yang terlihat padat.

Rintik mulai menghiasi sore nan mendung yang perlahan menggelap. Yoongi melirik was-was, ia memilih diam karena tak tahu harus merespon seperti apa.

Helaan nafas lelah, terdengar "Bagaimana kabarmu, nak?", Tuan Min menoleh pada Yoongi sekilas, sebelum kembali fokus pada jalanan.

Yoongi mengernyit. "Cukup baik, sebelum ayah meminta ku untuk pulang bersama", meskipun tidak terlalu akrab, adakalanya mereka akan saling mencibir layaknya orang tua dan anak yang sedang berdebat. "Jadi apa yang ingin ayah katakan?", tatapnya sangsi.

Tuan Min terkekeh renyah menanggapi anaknya. "Well, aku tidak akan basa-basi lagi", ia menjeda sejenak. "Kau dan Jimin... sampai mana hubungan kalian?"

Yoongi nyaris tersedak ludahnya sendiri. Ia benar-benar tak habis pikir kenapa tiba-tiba Ayahnya menanyakan hal tersebut. "Maksud ayah?", sebisa mungkin ia tidak terlihat panik. Ekspresinya mendadak kaku seakan-akan sedang menunggu vonis.

Sebuah tarikan nafas mengawali. "Kurasa beberapa hal yang tidak diharapkan, terjadi di Busan, benar?", Tuan Min menoleh dan menatap tajam kearah Yoongi. Sorot dingin menghias wajahnya yang mulai muncul garis-garis keriput halus. "Dan Jimin bilang, dia ingin mengajakmu makan malam"

Apa-apaan?! Yoongi tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bagaimana bisa Jimin bertindak begitu jauh hingga melibatkan ayahnya?

"Ingat Yoongi...", terdengar memperingatkan, raut Presdir Min sangat serius. "Kuharap kau tetap fokus dengan apa yang menjadi tujuanmu", desisnya penuh penekanan. "Karena kau tahu, aku tidak akan membiarkan siapapun menghalangi jalanmu"

Sebuah peringatan cukup membuat Yoongi tersadar akan keberadaannya saat ini. Ya... Apapun yang ia lakukan, semua demi satu hal. "Aku akan selalu mengingatnya, ayah", ucapnya.

Butuh beberapa detik, agar Presdir Min mengulas sebuah senyum tipis. "Aku mempercayaimu", ia mengusap kepala Yoongi.

Inilah sosok ayah Yoongi, seorang yang tegas, otoriter dan mendominasi. Namun tak ada yang tahu jika dibalik itu semua, ia telah menyembunyikan luka yang bahkan Yoongi sendiri tidak akan mampu menjelaskannya.

.
.
.
.
.

Haruskah Tuan Min dibuat jahat?

Such a Mess || MinyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang