.
.
.
.
.Perjalanan bisnis bukan suatu hal yang menyulitkan bagi Yoongi. Saking terbiasanya, ia bahkan tak merasakan rindu dengan rumah yang sering ia tinggali di Seoul.
Dua minggu di Busan, bukanlah masalah besar jika saja ia tidak bertemu dengan Jimin. Dan parahnya, partner kerjanya yang sekarang adalah Jimin sendiri. Yoongi merasa ini menjadi siksaan terberat selama ia bekerja di kantor ayahnya.
Bukannya apa-apa hanya saja...
"Direktur Min, peninjauan lokasi proyek hari ini ditunda karena cuaca yang tidak mendukung. Didekat pantai sedang terjadi badai, jadi lebih baik jadwalnya ditunda. Kita akan menyambangi lokasi tersebut besok pagi", Yeonjun menyerahkan berkas-berkas yang baru saja ia print, pada Yoongi.
"Pak Kwang yang memberitahumu?", tanya Yoongi sembari meneliti laporan Yeonjun barusan.
"Benar. Dia baru saja meneleponku"
Yoongi menghela nafas panjang. Sepertinya, apa yang sudah ia rencanakan tidak berjalan sesuai dengan prediksi. Mungkinkah ia bisa pulang ke Seoul sesuai jadwal? "Beritahu Pak Kwang untuk membuat laporan anggaran selama bulan ini. Dan kumpulkan data pengeluaran dana proyek selama enam bulan terakhir padaku"
"Baik, Direktur. Ada lagi yang Anda butuhkan?", Yeonjun memperhatikan Yoongi yang terlihat sedikit lesu.
Yoongi melempar berkas-berkasnya diatas meja. Ia menatap Yeonjun sejenak. "Mau menemaniku ke kafetaria? Kurasa aku butuh kopi"
"Baik, Direktur"
Yoongi tersenyum, ia beranjak dan menepuk pundak Yeonjun sekilas. "Kau bisa lebih santai denganku jika diluar kantor, Yeonjun-ah", kemudian berlalu.
Yeonjun balas tersenyum. "Ya, Yoongi", jawabnya sembari mengekor. Meski selisih usia mereka hanya 1 tahun, Yeonjun benar-benar segan dan menghormati Yoongi. Ia tahu bagaimana perjuangan bosnya tersebut, sedari awal.
.
."Kau sudah mengabari Taehyung?", mereka berjalan beriringan.
"Hm...", angguk Yeonjun. "Aku sudah mengabarinya tadi. Sepertinya ia masih dikamar"
Yoongi mengangguk. Mereka masuk kedalam lift. Yoongi terlihat sibuk dengan ponselnya, sementara Yeonjun memperhatikannya dalam diam.
"Ehm... Yoongi?"
"Hn?", balasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Kenapa?", sahutnya.
"Euhmm..."
"Katakan saja", tidak biasanya Yeonjun bersikap seperti itu. Hingga jelas membuatnya merasa sangsi.
"Mengenai Presdir Park..."
Yoongi sontak melirik sengit. Ia tak suka Yeonjun membahas pria itu dihadapannya.
"Kau bilang, aku boleh mengatakannya", Yeonjun merengek dengan imutnya. Dan Yoongi mendengus karenanya.
"Memangnya ada apa dengannya?", tanyanya tanpa minat.
"Dia menanyakan kenapa kau memblokir nomornya, tadi?", suaranya terdengar takut-takut.
"Dia meneleponmu?", nadanya meninggi tanpa sadar.
"Tidak!", Yeonjun menggeleng. "Dia hanya mengirim pesan"
"Lalu kau balas apa?"
"Aku tidak tahu..."
"Katakan padanya seperti itu jika dia menanyakan apapun tentangku?", jawab Yoongi sekenanya.
Yeonjun mengerjap bingung. Ia ingin bertanya lagi tapi ia juga takut. Ia terlihat gelisah berdiri disamping Yoongi.
Yoongi yang menangkap gelagat Yeonjun, sedikit merasa risih. "Ada yang ingin kau katakan lagi?"
Bertepatan dengan pintu lift yang terbuka, mereka segera melangkah keluar saat beberapa orang sudah menunggu untuk masuk kedalam lift.
"Presdir Park bilang, dia ingin mengajakmu makan malam nanti jam 8. Dia akan menjemputmu didepan kamar"
Yoongi menghentikan langkahnya tiba-tiba. "Lalu kau menjawab apa?", sungguh, ia tak akan siap dengan jawaban Yeonjun saat ini.
"Kau akan datang nanti malam di restoran hotel bersamanya...", cicit Yeonjun, suaranya tertelan entah kemana.
Yoongi memejamkan mata dan mengulum bibirnya. Ini kebiasaan Yoongi ketika ia sedang marah dan Yeonjun sudah hafal betul.
"—Maafkan aku, aku tidak bermaksud yang tidak-tidak. Dia mengancam ku akan melaporkanku padamu jika aku tidak bisa memastikan kau menerima ajakannya"
Yoongi menatap kesal kearah Yeonjun, "Memangnya dia mengancam mu apa?—Kesalahan apa yang sudah kau lakukan sampai kau menumbalkanku untuk melindungi kelakuanmu itu, hah?", ia sudah mati-matian, berusaha untuk meminimalisir pertemuannya dengan Jimin. Tapi Sekretaris jangkungnya yang terlewat polos itu, menghancurkan usahanya. Sia-sia sudah...
"Maafkan aku", Yeonjun sudah menangkupkan kedua tangannya kedepan, gestur memohon. "Aku benar-benar tidak tahu kalau kau akan sebenci ini, hanya untuk makan malam dengannya. Aku..."
"—'hanya' kau bilang?! Aish...?!"
"Yoongi... Aku benar-benar minta maaf. Aku akan meneleponnya dan membatalkannya", ujar Yeonjun.
"Sudahlah", Yoongi menghela nafas lelah dan mengibaskan tangannya kedepan. Tidak ada gunanya juga berdebat. Ia lebih memilih melanjutkan kemana tujuannya yang tertunda tadi. Mungkin segelas cappucino, bisa sedikit mengobati pikirannya yang kalut. "Aku akan berbicara padanya nanti. Lain kali jangan membuat keputusan sebelum bertanya padaku. Kau mengerti...?!"
"Yoongi!"
Yoongi dan Yeonjun reflek menoleh kearah dimana suara berasal. Yoongi hafal suara itu—siapa lagi kalau bukan suara Taehyung. Entah kenapa, mendengar Taehyung baru saja memanggil namanya, sedikit membuat perasaannya menghangat. Namun hanya sebentar, sebelum ia menyadari seseorang yang tidak ia harapkan tengah bersama Taehyung.
"Yo-yoongi...", Yeonjun terbata, menoleh kearah Yoongi.
Kesialan ini, benar-benar... "Bersikaplah seperti biasa Yeonjun-ah. Berdoa saja kau masih bisa selamat setelah ini", Yoongi tersenyum manis dan melambai seperlunya.
Yeonjun semakin merasa bersalah. Ia memilih mengekor tanpa membantah sama sekali. Ancaman Jimin cukup menakutkan untuknya, tapi ia tak mengira jika kemarahan Yoongi lebih menakutkan dari apa yang ia bayangkan. Ia sudah pasrah dengan apapun yang akan terjadi padanya nanti. Haruskah ia menelepon ibunya dan membuat surat wasiat?
Yeonjun ngeri sendiri saat membayangkannya.
.
.
.
.
.
.Vomentnya man-teman...
KAMU SEDANG MEMBACA
Such a Mess || Minyoon
Fanfiction(End) Ketika takdir mempermainkan hati mereka. Yoongi selalu menganggap pertemuannya dengan Jimin adalah malapetaka. Sementara itu, Jimin hanya menganggap pertemuan mereka adalah ketidaksengajaan yang bisa dimanfaatkan. Minyoon Jimsu BTS & TXT cast ...