BAB 37

11.6K 297 3
                                    

Lyra dan Lion sampai dirumah ayah Lyra yang sudah pindah di negara yang sama karena Derend memilh kuliah di luar negri.

"Ayah..." panggil Lyra memasuki rumah ayahnya.

"Mungkin ayah di belakang" seru Lion mereka berjalan ke belakang.

"Ayah...." Lyra melihat ayahnya yang sedang memberi makan kelinci Derend.

"Gak kerja Ly, kok tumben kamu kesini biasanya sore" tutur ayah Lyra sambil berpelukan ala laki laki dengan Lion.

"Kita kesini mau bicarain soal pernikahan yah" sahut Lion dan Lyra membiarkan Lion yang berbicara.

"Kalian udah yakin siap untuk ke langkah lebih serius, kalau ayah sih terserah kalian karena selagi kalian berdua bahagia ayah akan selalu dukung keputusan kalian" kini mereka duduk di kursi rotan.

"Siap yah...dan kalau ayah setuju bulan depan Lion sudah berencana akan menggelar pernikahan" Ilham ayah Lyra suka dengan Lion yang tidak ingin mengulur waktu.

"Dan soal persiapan kita tidak mau membebankan kepada kedua belah pihak cukup, ayah sama orang tua Lion dukung itu udah cukup dan lainya biar kita minta bantuan WO, terus soal dana Lion dan Lyra sudah sepakat akan menggunakan uang kita sendiri" Lyra kagum dengan sikap dewasa Lion saat ini.

"Kapan pun kamu butuh bantuan ayah pasti ayah akan menolongmu selagi bisa dan ingat pesan ayah jangan pernah sakitin Lyra, bahagiakan dia jadilah imam yang dapat di pertanggung jawabkan kelak" Lion mengangguk mantap.

"Pasti yah..." seru Lyra, anak gadisnya sekarang akan menjadi milik orang lain sebagai penggantinya yang akan menyandang status baru sebagai seorang istri.

"Harapan ayah udah selesai Ly untuk lihat kamu lulus perkuliahan dan sekarang ini hidup kamu masa depan kamu yang akan menentukanya" Lyra mengangguk dan menyadari kalau dirinya sudah dewasa bukan anak kecil yang selalu berlindung di belakang ayahnya.

"Nanti pernikahanya dimana" tanya ayah Lyra.

"Untuk akad mungkin di hotel milik Lion sendiri jadi lebih hemat dana dan resepsi di indoor sepertinya" ucap Lyra mewakili Lion karena ini keputusan keduanya.

"Ternyata rencana kalian sudah matang" Ilham ayah Lyra tersenyum melihat Lion dan Lyra untuk usaha mereka menyunsun menuju pernikahan.

"Ekh...ada mbak Lyra sama kak Lion" kaget Derend baru pulang dari kuliah.

"Tumben kamu udah pulang, gak ada bimble" tanya Lyra bingung.

"Cuma kuliah pagi terus izin buat gak masuk sehari bimble soalnya kepalaku pusing" keluh Derend.

"Rend saran dari kakak tuh ya, kamu atur jadwal aja berapa pertemuan gitu dalam seminggu jadi waktu kamu buat santai itu terimbangi dengan belajar" Derend mengangguk ada benarnya.

"Ya juga sih..." gumam Derend.

"Sekarang kamu tidur aja gih" Derend mengangguk dan masuk kedalam rumahnya.

"Ayah kita pamit dulu" Lyra memeluk ayahnya begitu juga dengan Lion.

"Kalian hati hati" Lyra mengangguk dan berjalan dirangkul mesra oleh Lion.

"Sweety aku punya pikiran kalau gimana resepsinya kita adakan dua hari satunya disini dan di Jepang" seru Lion membuat Lyra mendelik tak suka.

"Mau buang buang duit hah..." kesal Lyra mencubit pinggang Lion.

"Iya iya gak jadi, ampun dah ampun" pekik Lion menjalankan mobilnya.

"Aku gak sabar menanti hari itu tiba Ly dimana kamu resmi menyandang status sebagai istriku dan milik ku" Lyra tersenyum menanggapi.

"Kamu sudah berani mengikatku dalam ikatan pertunangan yang berarti setengah hidupku sudah jadi milikmu" Lyra menatap lekat Lion.

"Udah deh jangan natap gitu" dengus kesal Lion karena tatapan teduh Lyra bisa membuatnya merasa tenang dan tidak fokus pada jalanan.

"Haha...kebanyakan pria paling suka di perhatikan oleh wanitanya, tapi berbeda dengan priaku ini yang selalu malu saat aku menatapnya lekat" Lyra tertawa melihat wajah Lion yang malu.

"Dan kamu harus bersyukur punya pria yang tidak bisa menatap siapapun dan itu tandanya dia bukan mata keranjang" Lyra tertawa kencang saat melihat sikap narsis Lion.

"Nama kamu artinya singa dan tidak sesuai dengan orang yang saat di hadapanku jadi kang lawak" Lion sendiri tertawa sungguh sikapnya berbeda saat bersama Lyra.

"Jadi kita nentuin aja tempat sekaligus model cetakan undanganya? " tanya Lyra.

"Kalau undangan katanya biar mama yang mengurusnya dan itu permintaan mama sendiri" Lyra mengangguk mengerti.

Sementara Zio setelah bertemu Lyra memutuskan untuk kembali ke hotel tempat Zio dan Revan menginap.

"Ayah..." panggil Revan dengan derap langkahnya membuka knop pintu kamar Zio.

"Hm..." hanya deheman yang di dapat Revan.

"Ayah, Revan minta maaf kalau udah bikin ayah susah harusnya Revan gak ikut ayah kesini..." Zio tersenyum dan meraih tangan Revan kearahnya.

Zio bisa merasakan kalau Revan menahan tangisanya.

"Ya tuhan benar kata Lyra, kalau hidupku sekarang tidak sendiri ada Revan anak hamba yang membutuhkan hamba" batin Zio hingga tak terasa meneteskan air matanya.

"Ayah...jangan nangis maafin Revan" Zio menggeleng dan merasakan usapan tangan kecil di pipinya.

Meski wajah Revan terkadang mengingatkan dirinya akan Erika tapi Zio tidak bisa ikut membenci Revan karena Revan darah dagingnya.

"Nggak ayah sayang banget sama Revan, maafin ayah kalau ayah sering cuekin Revan dan sering ninggalin Revan karena ayah kerja" Revan mencium pipi Zio.

"Kata eyang kakung kalau ayah kerja buat beliin Revan mainan sama buat sekolah Revan" Zio tertawa menanggapinya.

"Ayah...ayah" panggil Revan menepuk pipi Zio.

"Apa?" tanya Zio bingung.

"Tante tadi cantik ya..." celetuk Revan membahas Lyra.

"Ia tante tadi namanya tante Lyra, dia itu cantik sangat cantik" Revan mengangguk mengerti.

"Ayah inikan foto tante cantik tadi terus sama om ganteng tadi" Revan mengambil majalah dari tumpukan koran yang disediakan dari hotel.

Foto itu adalah gambar Lyra dan Lion pasca tunangan terlihat Lyra sangat cantik, anggun, elegant, dan berkelas.

"Ia Revan mau nanti datang ke pernikahan tante Lyra?" tanya Zio diangguki semangat Revan.

"Revan mau ayah" seru Revan.

"Ayah bunda secantik tante Lyra gak ya" celetuk Revan membuat Zio terdiam, jujur meski pernah menikah dengan Erika
Zio tidak pernah mencintai wanita itu.

"Bunda Revan juga cantik kok, kan itu bunda Revan" Revan mengangguk mengerti kalau bundanya sudah berada sama tuhan.

"Tapi kayaknya masih cantikan tante Lyra" celetuk Revan.

"Jujur bunda mu sama Lyra dari segi apapun masih cantikan Lyra mau dari paras ataupun hati" batin Zio.

"Udah sekarang Revan lihat tv aja sana gih" suruh Zio.

"Percuma ayah, Revan gak bakal ngerti orang orang di tv itu ngomong bahasa apa" Zio tertawa melihat Revan kesal.

"Yaudah nonton dari youtube gih" Zio memberikan ponselnya ke Revan.

VOTE & COMEENT

PENYESALAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang