BAB 13

9.1K 386 3
                                    

Banyak yang mengenal Lyra sekarang bahkan banyak yang menawarinya jadi berbagai model dari brand ternama. Tapi Lyra tidak menerima semua melainkan dia memilihi mana yang bisa membuat Lyra membagi waktunya untuk sekolah paling utama pikir Lyra.

"Maaf nona tapi saya tidak bermaksud menolak permintaan anda, tapi saya masih sekolah dan belajar adalah prioritas utama saya" sebisa mungkin Lyra menolak tanpa melukai perasaan orang.

"Apa tidak bisa di pertimbangkan lagi nona" tanya orang itu, membuat Lyra bingung harus membuat alibi apalagi.

"Maaf nona tapi untuk sekarang saya masih seorang pelajar, tugas saya hanya belajar" tolak Lyra kemudian orang orang itu menghembuskan nafas pasrah.

"Yaudah terimakasih nona karena nona mau menemui kita secara langsung adalah suatu keberuntungan yang kita dapat hari ini" Lyra merasa tidak enak tapi mau gimana lagi.

"Nggak nona, nggak usah berlebihan saya juga minta maaf udah gak bisa menuhin permintaan anda" Lyra berjabat tangan dengan orang orang itu.

"Yaudah kalau gitu kita pamit dulu" orang itu keluar dari rumah Lyra.

"Ayah suka dengan keputusan kamu ndok, pentingkan pendidikan dari apapun meski kamu punya banyak uang tanpa pendidikan itu akan nol besar" tutur Ilham ayah Lyra.

"Makasih yah udah selalu nasehatin , suport Lyra" Lyra memeluk ayahnya.

"Yah Lyra mau ke kamar dulu kalau gitu" Lyra melepas pelukanya dan berjalan ke kamarnya.

"Tidur sana gih...udah malam lagian" suruh ayahnya diacungi jempol Lyra.

Sebelum tidur Lyra selalu mengosok gigi, cuci tangan dan cuci kaki yang di biasakan oleh ibunya dari kecil.

"Ibu....Lyra kangen sama ibu, udah gak berasa ya udah hanpir bertahun tahun ibu nggak nemenin hidup ayah, Derend sama Lyra tapi ibu disana udah bahagiakan....ibu pasti suka bisa berada di samping tuhan gak merasakan sakit lagi, Lyra disini selalu kirim do'a buat ibu" monolog Lyra depan foto keluarga mereka.

Lyra mulai membaringkan dirinya di kasur untuk menuju alam mimpinya, sementara di tempat lain Zio sedang di marahin habis habisan.

"Baru pulang jam segini...ia, ini udah menunjukan pukul dua belas malam, papa izinin kamu keluar malam tapi gak lebih dari pukul dua belas malem minimal jam setengah dua belas harus ada di rumah....tapi kamu" ucap Felix datar menatap arloji di tanganya.

"Tau jalan pulang gak kamu. ZIO JAWAB BUNDA, TAU JALAN PULANG GAK KAMU" bentak Jovana yang sedari tadi diam.

"Papa bunda, bisa gak sih aku ini anak cowok bukan cewek yang pulang harus ada batas waktunya" jengah Zio.

"Ok berarti kamu nggak mau di atur sama bunda atau papa kamu fine, berarti bunda sama papa kamu yang akan ikut cara kamu tapi dengan syarat kamu boleh melakukan apapun tanpa fasilitas dari orang tua bisa?" tanya Jovana membuat Zio kaget dan mendelik tak suka.

"Bunda...gak...gak gitu..." ucapan Zio terpotong oleh Felix.

"Ok papa setuju, papa bakal blokir dan cabut semua akses kamu dan ini uang cukup cukupkan buat kamu bersenang senang dan kalau udah tau artinya hidup kamu bisa minta lagi semua itu ke papa" Felix mengambil kontak mobil Zio di tanganya, dan dompet di saku jaketnya.

Felix menyerahkan dua lembar kertas warna merah ke Zio.

"Bunda pa....jaman sekarang dapat apa dengan uang segini" keluh Zio mengombang ambing uang dari Felix.

"Masih mending papa kamu masih mau ngasih, kalau bunda sih biarin dan mau tau kamu bisa bertahan sampai mana hanya dengan uang segitu" sinis Jovana ia tidak mau menjadikan Zio anak yang terus bergantung dan mengandalkan orang tuanya dalam apapun.

"Akh..." teriak Zio kesal.

"Bocah kek kamu kok ngarep sama Lyra ngipi, mending perbaiki diri dulu dan intropeksi seberapa baik kamu bisa bersanding dengan Lyra" hati Zio merasa tidak suka saat bundanya mengatakan itu.

"Lyra hanya milik aku sampai kapan pun" Zio berdiri dari duduknya dan masuk lift menuju kamarnya.

"BUCIN...." teriak Felix menggelengkan kepalanya.

"Udah lix sekarang kita tidur" Jovana menaiki tangga menuju kamarnya dengan Felix.

Zio pun mendengus dan tak bisa membayangkan hari yang akan ia mulai esok hari, hanya dengan dua lembar uang warna merah untuk hidupnya sekarang tanpa fasilitas dari orang tuanya.

"Ya tuhan tolong lha pagi hamba besok" gerutu Zio dalam kamarnya.

Malam berganti dengan pagi, membuat Zio mendengus kesal karena merasa malam berlalu cepat sekali.

"Udah siap...hm menjalani hidup tanpa campur tangan bunda atau papa kamu" tanya Jovana bertopang dagu di meja makan saat Zio keluar dari lift dengan wajah datarnya.

"Belajar hemat..." gumam Felix memakan masakanya.

"Pamit" Zio menyalimi tangan Felix dan Jovana.

Zio di pelataran rumahnya bingung akan menaiki apa ke sekolah sekarang.

"Akhh..." teriak Zio memilih berjalan untuk ke jalan raya agar keluar dari daerah kompleknya.

Zio melambaikan tanganya saat ada angkot lewat, jujur Zio merasa tidak suka dengan keadaan seperti ini harus berdesak desakan banyak orang.

"Berapa semuanya mang" tanya Zio turun lebih jauh dari sekolahnya agar tidak ketahuan orang orang.

"Lima ribu mas..." Zio memberikan uang pas kepada si supir dan harus jalan lagi untuk ke sekolahnya.

Tapi sayang seseorang melihat Zio dari  angkot dan menyipitkan matanya dari jauh, jika itu benar benar Zio.

"Tumben kamu pakai angkot" tanya orang itu Lyra yang juga baru turun dari angkot.

"Em...itu...anu...cuma kepingin aja gimana rasanya, kok kamu suka banget gitu naik angkot dari pada mobil kaya punyaku" alibi Zio meski terlihat gugup.

"Oh..." Lyra hanya ber oh ria dan meninggalkan Zio, tapi tanganya di cekal oleh Zio terlebih dahulu.

"Bareng sama aku" ucap Zio menggandeng tangan Lyra.

"Hai...princess" sapa Teddy baru turun dari mobilnya.

"Lo ngapain dah Zi, pakai pegang pegang tangan my princess entar yang ada najis tangan princess gue lo pegang" ketus Teddy sengaja untuk menggoda Zio.

"Hai Teddy" balas ramah Lyra membuat Zio tak suka.

"Jangan terlalu ramah kesiapapun" bisik Zio.

Zio tak suka melihat Teddy menyebut Lyra dengan princess sejak awal, sebelum Zio belum mengakui jika ia jatuh cinta dengan gadis di hadapanya.

"Princess ada something gak buat gue kaya bekal makanan lo gitu bukan berarti gue malak ye...biasanya kan gitu, si mantan lo kagak mau pemberian dari lo yaudah gue mau kok" sindir Teddy.

Zio sedari tadi diam di sindir oleh Teddy rasanya dia ingin menggeplak kepala temanya satu ini.

"Ada kok kamu mau, tapi tadi aku cuma bawa ayam kecap mau" ketika Lyra hendak mengambil bekalnya langsung di cegah oleh Zio.

"Masukan lagi gak usah kasih siapapun kamu makan sendiri" tegas Zio.

"Cielah si mantan yang gak ada hubungan apa apa marah tak karuan cemburu tak beralasan" ledek Teddy.

"Kamu ke kelas aja dulu" Zio menarik Teddy dengan lenganya yang ia apit di lehernya.

"Zio...Zi bisa mati gue goblok...lepasin woy" teriak Teddy.

Tapi Zio hanya tersenyum tipis tak memperdulikan teriakan Teddy yang heboh.

VOTE & COMEENT

maaf lumayan lama soal update lagi soalnya aku lagi sibuk...sibuknya buat ngurus kegiatan...

aku mohon sekali lagi KESADARAN DIRI !!!!
itu doang kok....

PENYESALAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang