Pikiran Adelia sama sekali tidak henti-hentinya memikirkan Bhiyan, laki-laki yang telah membiarkannya tergeletak begitu saja di lantai koridor sekolahan. Ia berdecak kesal setiap kali mengingat kejadian itu.
Caca dan Luna belum mengetahui kejadian yang ia alami. Ia tidak ingin membuat keduanya marah kemudian berujung pembalasan dendam. Ia tidak ingin keduanya kembali mendapatkan peringatan dari sekolah. Terutama Luna yang sudah tiga kali mendapatkan surat peringatan. Jika sekali lagi Luna membuat masalah, bisa-bisa dia di-DO dari sekolah.
Di atas motornya, Adelia menggigit bibir bawahnya. Ia merasa begitu kesal sekaligus bersalah. Kalau di pikir-pikir, mungkin yang dialaminya sekarang merupakan karma yang diberikan Tuhan kepadanya akibat dari perbuatannya selama ini.
Ia menepikan motornya di parkiran Taman. Entah hal apa yang ada di pikirannya sehingga membawanya ke tempat ini. Tapi tidak apalah. Dirinya butuh ketenangan sekarang. Tempat yang kerap ia kunjungi dikala gundah.
Tempat ini selalu ramai saat menjelang sore terutama pada pukul tiga sore seperti sekarang. Orang-orang banyak menggunakan Taman ini untuk bermain, berolahraga, atau tempat memadu kasih seperti yang ia lakukan dengan Ray dua hari yang lalu.
Dari kejauhan, suara alunan musik memenuhi indera pendengarannya. Di depannya pula ia melihat orang-orang berkerumun. Itu pasti Musik Jalanan, dilihat dari speaker besar di sisi kiri dan kanan. Dirinya kerap sekali mengunjunginya sekedar menghibur diri, menyaksikan pertunjukan musik yang ditampilkan. Adelia melangkah menuju kerumunan tersebut.
Suara petikan gitar dan tabuhan alat musik perkusi terdengar dominan di telinganya. Suara begitu indah. Ia menjadi penasaran, siapa yang tengah bermain?
Sayangnya tinggi tubuhnya kalah dengan orang-orang yang menonton di depannya. Ia mendesis kesal. Ia mencoba berjinjit, bahkan melompat beberapa kali namun percuma. Sama sekali tidak kelihatan. Sempat dirinya mencoba untuk menerobos. Namun malah dirinya yang terjepit. Membuatnya mengurungkan niatnya. Alhasil dirinya hanya bisa mendengarkan lantunan musik itu dari belakang dengan wajah tertekuk.
Tidak lama kemudian, penonton di hadapannya bertepuk tangan. Beberapa ada yang bersiul ada pula yang berdecak kagum.
"Terima kasih semuanya."
Adelia menaikkan sebelah alisnya. Rasanya ia begitu familiar dengan suara barusan.
"Waktu saya kira-kira tinggal setengah jam lagi. Ada yang mau request lagu?"
"Jason Mraz - I'M Yours!"
Adelia menjadi penasaran. Kali ini ada beberapa penonton yang meninggalkan tempat. Dengan segera Adelia menerobos kerumunan, berharap dirinya mendapatkan posisi berada di paling depan supaya ia mengetahui pemain musik.
"Lagu selanjutnya: I'm Yours dari Jason Mraz."
Petikan gitar mulai terdengar kembali. Adelia masih berkutat menerobos kerumunan. Sial! Ketika ia menonton biasanya tidak pernah sampai seramai ini. Ada apa!? Siapa sebenarnya!? Apakah Artis!?
"Well open up your mind and see like me. Open up your plans and damn you're free. Look into your heart and you'll find love love love love. "
Perjuangan Adelia membuahkan hasil. Ia berhasil sampai di posisi terdepan. Beberapa penonton sempat berdecak karena ulahnya menyerobot. Ia berkacak pinggang, menarik nafas panjang. Belum sempat nafasnya teratur, matanya terbuka sempurna. Rasa penasarannya telah terjawab. Suara barusan berasal dari Bhiyan, cowok yang membuat hatinya gundah gulana.
Cowok itu tengah memetik gitarnya dengan begitu lihai. Tidak ada instrumen musik lain yang Adelia lihat. Hanya gitar yang dimainkan seorang diri. Suara tabuhan perkusi barusan tidak lain berasal dari gitar Bhiyan sendiri. Ia menabuh bodi gitarnya dengan pergelangan tangannya berbarengan dengan petikan gitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Miracle In Your Eyes
Teen Fiction(16+) Adelia Maudy Dinata, gadis cantik dengan suara teramat merdu ketika bernyanyi. Ia dicap sebagai trouble maker di sekolahnya, SMA Bharatayudha. Sikap usilnya terhadap siswa-siswi difabel benar-benar meresahkan. Sebuah insiden mempertemukan Adel...