38. Putus

202 21 3
                                    

Dua jam berlalu sejak kedatangan Alissa. Menunggu, menunggu, terus menunggu, namun keduanya belum menemukan tanda-tanda Adelia akan datang. Mengalihkan perhatian Bhiyan yang sudah teramat gelisah seperti ini, hanyalah hal yang sia-sia.

Disela-sela keheningan, Alissa selalu mencoba menghubungi Adelia, namun tidak ada jawaban. Ponsel gadis itu dalam keadaan mati. Semakin membuatnya risau jikalau terjadi sesuatu hal padanya.

Alissa menyapu pandangannya, menoleh keluar jendela, menatap langit yang kian berwarna keemasan. Menoleh pada meja kue yang sudah dihias cantik sebelumnya, lalu pandangannya terhenti pada sebuah jam dinding.

"Lima belas menit lagi sebelum Suster Rahmah datang. Adel bakalan datang enggak ya?"

Gumaman Bhiyan terdengar sampai ke telinga Alissa. Iba rasanya melihat Bhiyan seperti itu. Ingin melakukan sesuatu, namun Alissa kehabisan cara. Dirinya yang sekarang pun tidak bisa lagi menjanjikan hal yang lebih kepadanya.

Sekali lagi Alissa melakukan sambungan telepon ke ponsel Adelia. Kali ini ia benar-benar berharap gadis itu akan mengangkat ponselnya.

Ponsel berdengung selepas beberapa detik menunggu. Hingga pada akhirnya doanya terkabulkan. Adelia mengangkat ponselnya.

"Halo Sa,"

"Del? Lo di mana?" Tidak ada waktu untuk terkejut, gadis itu langsung bertanya tentang keberadaannya sekarang. Alissa sedikit merasa lega ketika Adelia menjawab panggilannya.

"Gue udah di depan. Sebentar lagi gue sampai. Gue putus ya."

Tut...

"Ha-halo?" Alissa menjauhkan layar persegi miliknya dari telinganya, berdecak melihat notifikasi panggilan telepon yang telah terputus tertera di layar ponselnya.

Ia pun menoleh kepada Bhiyan hendak mengabari namun Alissa terkejut tidak menemukan keberadaan Bhiyan di ruangan.

"Bhiyan?" Setengah panik gadis itu mencari ke sekeliling, namun tidak menemukannya. Hingga pada akhirnya matanya tertuju pada pintu yang sedikit terbuka. Saat ia datang dirinya yakin sudah menutup pintu dengan sempurna. Apa jangan-jangan....

Refleks Alissa berlari, keluar ruangan. Menyapu pandangannya ke sekeliling dan menemukan Bhiyan tak jauh dari tempat dia berdiri sekarang, berjalan dengan tertatih sembari membawa tiang infus serta bungkusan kado di tangannya.

Alissa langsung menghampirinya, memegangi tubuh sahabatnya yang berjalan begitu lemah tanpa tenaga.

"Lo keluar kamar ngapain Bhi!?"

"Adel... Gue dengar suara Adel." Ucapnya dengan napas terengah. Tidak ada waktu untuk terkejut bagi Alissa.

"Adel barusan jawab telepon gue. Adel lagi jalan ke sini. Mending lo nunggu di kamar aja," bujuk Alissa prihatin, melihat dari kondisi Bhiyan yang sekarang.

"Enggak ada waktu lagi, Sa. Suster Rahmah bakalan ke sini sebentar lagi," seraya menggeleng, Bhiyan kukuh mempertahankan langkah kakinya.

"Kalau misalnya Lo sampai papasan sama suster Rahmah gimana? Dan kalau dokter Hendi sampai ngelihat lo di luar gimana? Lo bakalan kena marah Bhi."

Bhiyan berdecak, wajahnya mulai terlihat berwarna kemerahan.

"Gue enggak peduli! Gue yang sekarang cuma pengin ngerayain ultahnya Adel! Gue sendiri enggak bisa jamin tahun depan bisa ngelakuin hal yang sama. Makanya gue harus ke sana sekarang. Jangan halangi gue, Sa."

"D-dengerin gue Bhi!"

Pegangannya terlepas, Bhiyan tetap melangkah. Langkah kaki Alissa melambat hingga akhirnya berhenti. Tatapannya terhenti di punggung sahabatnya yang perlahan mulai menjauh.

A Miracle In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang