Ada sesuatu yang ingin saya kasih tahu untuk part ini dan seterusnya. Yah... mungkin dibawah aja kali ya.
***
"Gue masih enggak percaya kalau yang gue lihat tadi Adelia! Sumpah gue gak percaya! Bhiyan! Tolong bilang kalau yang gue lihat tadi bukan Adelia!"
Alissa Fahira. Gadis itu sudah lima belas menit berjalan mondar-mandir di hadapannya dengan berteriak tidak percaya di hadapannya. Membuat Bhiyan mendesis kesal.
"Ya mana gue tau! Kan gue enggak bisa ngelihat, Alissa!" Bhiyan rasanya ingin memasukkan gadis itu ke dalam karung saja. "Lebay lo ah!"
"Gue itu lagi syok, bukan lebay Bhiyan!" Ketus Alissa tidak terima. Bhiyan memilih membatukan telinganya.
"Gue syok aja gitu. Adelia yang gue kenal tomboi, trouble maker, cewek bar-bar, punya bakat seperti itu."
Bhiyan tersenyum simpul padanya. "Jangan menilai seseorang dari covernya. Mungkin itu ungkapan yang cocok buat lo."
Alissa menggantungkan nafasnya, menatap cowok yang tengah duduk di hadapannya ini.
"Lo mungkin beranggapan Adelia itu cewek tomboi, bar-bar, trouble maker, dan lain-lain sebelum pandangan lo merekam jelas apa yang lo lihat tadi. Hingga pada akhirnya lo melihat satu sisi Adelia yang lain dan membuat lo seperti ditampar kenyataan. Sakit? Sakit sih. Kayak gue sekarang.
"Jangan hanya memandang sebelah mata, lalu menilainya, tapi buka dulu semua mata lo baru boleh menilai."
Alissa terkesima mendengarnya. Kata-kata Bhiyan seolah-olah menusuk hatinya yang buta. Benar kata Bhiyan. Dirinya hanya bisa memandang lalu menilai dengan sebelah mata.
Keduanya berdiam sejenak. Sepertinya pembicaraan barusan telah usai. Bhiyan menarik nafas pelan. Semoga saja ucapannya tidak dimasukkan ke hati oleh Alissa.
"Soal surveinya gimana? Masih ada atau udah selesai?"
"Ah...." Alissa seketika tersadar. Buru-buru ia melihat lembaran kertas di genggamannya. Terlihat beberapa kotak kecil belum ia berikan tanda.
"Tinggal Drum sama Piano."
Bhiyan menunjukkan tempatnya pada Alissa. Gadis itu kemudian menceklis kotak kertas surveinya dengan penanya. Ia kemudian menatap takjub sesaat pada drum kemudian mengambil stik drum yang kebetulan ada di tempatnya.
"Mainin dong Bhi!" Alissa setengah berteriak, sembari menyodorkan sepasang tongkat kecil itu padanya.
"Entar urusannya enggak kelar-kelar Alissa," tolak Bhiyan.
"Sebentar aja. Lagian kan guru-guru lagi ngadain rapat, termasuk Pak Syarif. Pliss!!"
Bhiyan menghela nafas berat. Sikap sahabatnya ini seperti anak kecil saja. Mau tidak mau, Bhiyan harus menerima permintaan dari Alissa daripada dirinya didiamkan olehnya selama seminggu lamanya.
Bhiyan melipat tongkat putihnya, kemudian menaruhnya di belakang seragamnya. Ia melangkah pelan, meraba permukaan drum yang dingin, kemudian duduk pada tempatnya.
"Mana stiknya?" Tanya Bhiyan pada Alissa mengundang decakan darinya.
"Dari tadi udah gue kasih! Lo nya aja yang gak mau nerima!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Miracle In Your Eyes
Fiksi Remaja(16+) Adelia Maudy Dinata, gadis cantik dengan suara teramat merdu ketika bernyanyi. Ia dicap sebagai trouble maker di sekolahnya, SMA Bharatayudha. Sikap usilnya terhadap siswa-siswi difabel benar-benar meresahkan. Sebuah insiden mempertemukan Adel...