26. Sudut Pandang

145 19 1
                                    

Alissa, sedang berada di perpustakaan dengan kertas-kertas OSIS di atas mejanya. Mengerjakannya dengan teliti ditemani Bhiyan di sampingnya yang sedang asyik membaca buku braille. Suasananya begitu senyap. Ketenangan yang benar-benar Alissa butuhkan saat ini.

Beberapa kali dirinya mendesah kesal karena beberapa kesalahan dalam pengerjaan tugasnya. Mencoret-coret kertas tersebut kemudian memilih untuk menyerah. Mengusap wajahnya kasar, wajahnya terlihat tertekuk.

Alissa melirik Bhiyan yang sedang duduk di depannya. Mood sahabatnya itu selalu bagus—terlihat dari senyumnya. Semakin bagus malahan, semenjak Bhiyan dan Adelia pacaran. Belum pernah dirinya melihat Bhiyan sebahagia ini.

Semenjak ia mengetahui sahabatnya itu berpacaran dengan Adelia, ia benar-benar tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Jujur di hatinya ia tidak setuju dengan keputusan mereka berdua terutama ia mengetahui alasan kenapa Bhiyan dan Adelia berpacaran.

Karena taruhan.

Ia benar-benar tidak tahu tujuan Bhiyan memberikan taruhan yang lebih menguntungkan ke Adelia, juga ia tidak tahu maksud Adelia mengajak Bhiyan pacaran. Seperti ada yang disembunyikan gadis itu, dan ia memiliki perasaan yang buruk tentang hal ini.

Tapi semenjak melihat Bhiyan bisa tersenyum bahagia seperti itu...

Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana.

Ia tidak suka melihat Bhiyan tersenyum karena Adelia. Cukup dirinya yang membuatnya tersenyum.

Egois memang.

"Nyesel lo masuk OSIS, kan?"

Alissa mengangkat kepalanya, menatap Bhiyan sesaat sebelum akhirnya ia tertawa pelan.

"Bahagia banget lo ya, ngeliat gue menderita."

Bhiyan terkekeh pelan. Ia kemudian menangkupkan wajahnya, menghadap Alissa.

"Lo ada masalah? Cerita sama gue. Kalau enggak, biar gue yang cerita sama lo."

Alissa menyeringai tipis, "lo senang pacaran sama Adelia?"

Bhiyan terdiam sejurus lamanya hingga pada akhirnya ia menunjukkan seringainya pada Alissa. "Apa gue kelihatan enggak bahagia sekarang?"

Alissa tersenyum sinis. Perkataan Bhiyan begitu telak.

"Lo pernah kepikiran enggak sih, tujuan Adelia ngajakin lo pacaran?"

"Biar gue enggak jomblo lagi, kayak orang-orang diluar sana, terutama mereka-mereka yang lagi baca cerita ini."

Alissa menggigit bibirnya dengan kuat seraya menundukkan kepalanya. Bhiyan benar-benar tidak mengerti rasa kekhawatirannya.

"Lo pernah kepikiran enggak sih, tujuan Adelia ngajakin lo pacaran cuma untuk manfaatin lo doang?"

Perlahan Alissa mengangkat kepalanya. Ia menatap Bhiyan yang kini diam layaknya sebuah patung. Senyum diwajahnya pun hilang begitu saja.

Lama tidak ada jawaban darinya, membuat Alissa tertawa pelan. Bhiyan pasti marah padanya sekarang. Benar-benar marah sepertinya. Ia sudah siap dengan konsekuensi yang akan diterimanya.

"Bagus lah kalau begitu. Seenggaknya gue yang buta ini bisa bermanfaat buat orang lain."

Eh!?

Alissa benar-benar tidak percaya dengan apa yang Bhiyan sampaikan barusan, terlebih lagi rona wajahnya terlihat biasa-biasa saja, tidak peduli sama sekali.

Kenapa! Kenapa! Kenapa Bhiyan!?!?

"Lo sadar enggak sih!? Adelia cuma manfaatin lo untuk tujuan dia doang! Dia enggak benar-benar cinta sama lo, Bhi!"

A Miracle In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang