27. Berbeda

154 26 0
                                    

⚠️ Penggunaan bahasa di part ini agak complicated. Perlu disikapi dengan bijak dan jangan ditiru ya!

***

Setengah jam lebih waktu yang mereka habiskan hanya untuk menghibur diri seraya bernyanyi dan sampai detik ini pula kegiatan mereka berdua belum kunjung usai.

Tenaga mereka masih banyak juga ternyata.

Beberapa kali Adelia mengabadikan momen ini dengan kamera ponselnya. Mengambil gambar berdua atau merekam secara diam-diam tingkah konyol Bhiyan kemudian mem-postingnya ke media sosial miliknya.

Ia terkekeh geli.

Semoga saja Bhiyan tidak marah dengannya jikalau mengetahui hal yang hampir setiap waktu ia lakukan ketika bersama dengannya.

Dari arah depan, suara klakson mobil berbunyi. Perhatian keduanya langsung mengarah pada sumber suara. Adelia tersenyum sumringah.

"Mama gue udah pulang!" Ia langsung bangkit dari duduknya. "Gue kedepan dulu ya Bhi!" Adelia langsung berlari sebelum mendengarkan jawaban Bhiyan.

"Woi! Main tinggal-tinggal aja! Kalau gue diculik gimana!?"

"Bodo amat!" Ia tetap melenggang pergi dengan tawa bak kuntilanak. Adelia benar-benar tidak sabar memperkenalkan Bhiyan dengan Mamanya.

Bhiyan mengumpat dalam hati. Bagaimanapun juga dia tetap manusia. Ia benar-benar gugup ketika akan diperkenalkan dengan Mamanya Adelia. Ia benar-benar bingung harus bersikap seperti apa. Mudah-mudahan saja pertemuan pertama mereka menghasilkan kesan yang baik.

Disisi lain, Adelia tidak ada henti-hentinya menyebut kata 'Mama'. Mulai dari dapur, ruang makan, ruang TV, ruang tamu, hingga akhirnya ia berpapasan dengan Mamanya yang baru saja masuk dari pintu depan.

Adelia tersenyum sumringah dan langsung memeluk erat Mamanya itu. "Mama kenapa lama banget? Adel capek nungguin loh."

Kirana tersenyum hangat. Ia berusaha menutupi wajahnya yang letih selepas bekerja demi anak kesayangannya. "Maaf. Mama harus nyelesain tugas dulu baru bisa balik," Kirana mengecup lembut puncak kepala Adelia. "Tumben nungguin Mama. Memangnya ada perlu apa?" Tanya Kirana yang penasaran dengan perubahan sikap anaknya yang satu ini.

"Bhiyan main ke rumah. Sekarang dia lagi di halaman belakang." Ucap Adelia yang mengundang kerutan di wajah Kirana.

"Bhiyan? Yang ngiringin kamu lomba waktu itu? Pacar kamu—eh!?" Kirana benar-benar banyak tanya. Adelia langsung menariknya begitu saja ke halaman belakang.

Dari belakang, Kirana tidak ada henti-hentinya tersenyum. Jarang-jarang dirinya bisa melihat Adelia tersenyum semanis ini. Mungkin bisa dihitung jari, seperti saat anaknya memperkenalkan Ray kepadanya. Hanya saja kali ini ia merasa senyum anaknya terlihat begitu cerah dibandingkan yang dulu.

Bhiyan yang dimaksud Adelia sepertinya benar-benar memiliki pengaruh yang besar pada pribadi anaknya.

"Bhiyan!" Adelia memekik dari ambang pintu. "Sini!"

Kirana melihat wajah seorang pria tampan dengan kaca mata hitam yang dikenakannya sedang memetik gitar di gazebo. Benar-benar orang yang sama sewaktu dirinya menonton perlombaan anaknya waktu itu. Tampan serta tinggi semampai.

Bhiyan berdiri, meninggalkan gitarnya di sana. Melangkah dengan tongkat putihnya mengikuti sumber suara.

Senyum manis yang terukir di wajah Kirana perlahan memudar, menyadari kejanggalan yang terjadi.

Adelia yang hendak mengajak Kirana mendekat, mendapat penolakan dari tubuh Kirana. Tangannya mencengkram erat tangan Adelia, menahannya di tempat. Sorot mata Kirana tidak lepas menatap Bhiyan.

A Miracle In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang