17. Sebuah Fakta Pedih

267 26 3
                                    

⚠️Part ini lumayan panjang. Mudah-mudahan enggak bosan.
(4800++)

⚠️ Sedikit bad word. Pembaca diharapkan bisa menyikapinya.

***

Seminggu telah berlalu. Di kamarnya, Adelia dengan semangat memainkan gitarnya. Selama seminggu ini pula, dirinya sudah lumayan lancar bermain gitar. Pindah-pindah chord satu ke chord yang lain pula ia sudah mulai lancar hanya saja ia merasa kesulitan untuk bernyanyi sembari bermain gitar. Suara gitarnya di C, nada suaranya di A. Aneh banget pokoknya. Kata Bhiyan, dia hanya perlu sabar dan tekun.

Kira-kira acara Bazar di sekolah akan sebentar lagi ia adakan—5 hari lagi. Setiap memikirkan itu, membuat perasaan Adelia tidak enak. Pikiran negatif selalu berkumpul di benaknya. Memikirkan bagaimana kalau dirinya belum selesai dengan latihannya atau ia melakukan kesalahan saat di panggung. Menyebalkan sekali. Sepertinya ia harus meminta wejangan dari Bhiyan.

Belakang ini dirinya lebih banyak menghabiskan waktu berdua dengan Bhiyan. Latihan atau sekadar nongkrong di kafe. Rasanya bahagia sekali bisa bertatap muka sekedar bercanda dengannya.

Bicara soal kafe ataupun restoran, setiap mereka pergi ke sana, Bhiyan selalu mentraktir segalanya yang ia pesan. Awalnya tentu saja dirinya menolak namun memang dasarnya Bhiyan kepala batu, mau tidak mau dia hanya menurut. Baik sekali. Pantas saja Alissa selalu ketagihan saat ditraktir Bhiyan.

Setelah Bhiyan, beralih ke Ray. Hubungan keduanya sudah baik-baik saja belakang ini. Ray rajin datang ke rumahnya ataupun menanyakan kabar melalui via chat. Ray sudah berubah menjadi Ray yang dulu di mata Adelia hanya saja hatinya merasa Ray tidak berubah sama sekali. Alhasil Adelia sedikit memberi jarak padanya. Ia bersikap begitu karena ucapan Bhiyan waktu itu masih menjadi pertanyaan besar baginya. 

Apakah Ray menyembunyikan sebuah kebenaran darinya?

Entahlah. Itu sebuah pertanyaan yang sampai saat ini belum ia tahu jawabannya.

Ia melihat jam pada layar ponselnya. Pukul 15.34 sore. Ia berhenti memainkan gitarnya, kepalanya menoleh ke luar jendela kamarnya. Terlihat langit mulai menunjukkan warna keemasan. Ia tersenyum.

Ia segera menekan layar perseginya, mengetikkan sebuah pesan yang ditujukan kepada Ray.

"Nanti malam kamu sibuk enggak?" Begitu isinya.

Sebelumnya beberapa hari yang lalu ia baru saja mendapatkan dua tiket nonton konser dari salah satu kafe langganan Adelia dan kedua temannya. Kebetulan pula, malam ini konser akan berlangsung di JIExpo yang lokasinya tidak terlampau jauh dari rumahnya. Ia mendengar akan ada beberapa Band papan atas yang akan mengisi acara seperti Sheila on 7. Ia mengajak Ray karena laki-laki itu sangat suka dengan lagu-lagu dari band mereka.

Beberapa saat menunggu, Ray membalas pesan Adelia membuat gadis itu tersenyum lebar namun hanya sesaat. Mendadak senyumannya itu sirna ketika mendapat tulisan 'Aku sibuk' di sana. Adelia mendesis kecewa. Selalu saja seperti ini.

Ray kemudian mengirimkan sebuah pesan lagi di sana namun karena Adelia yang terlanjur kesal, ia langsung menutup pesan dari Ray kemudian melemparkan ponselnya sembarang.

Kesal sekali rasanya. Entah ke berapa kalinya Ray berucap hal yang sama. Sibuk, sibuk, dan sibuk. Segala kesibukannya itu kini benar-benar menjadi pertanyaan besar bagi Adelia. Apakah Ray benar-benar sibuk karena membantu Papanya atau malah sibuk dengan urusan yang sama sekali Adelia tidak ketahui?

Ingin rasanya ia menangis namun segera ia mengurungkannya. Dirinya bukanlah gadis yang lemah. Dia tidak akan pernah menangis atas alasan apapun yang diucapkan Ray. Ia berjanji tidak akan menangis jikalau benar laki-laki itu menyembunyikan sesuatu darinya. Ia berjanji dengan sepenuh hati.

A Miracle In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang