12. Kalahkan Rasa Takut!

241 21 1
                                    

Satu hari berlalu. Hari terakhir bagi Adelia untuk mempersiapkan diri karena nanti malam ia akan tampil kembali di depan penonton. Ia mendengar kabar kalau Mendikbud dan jajarannya akan datang menghadiri acara nanti malam. Tentunya setelah mendengar itu Adelia langsung panik. Tapi ia sudah berjanji pada Bhiyan untuk tidak kembali mengecewakan laki-laki itu.

Adelia kini tengah berlatih berdua dengan Bhiyan di aula khusus pelatihan. Keduanya ditonton cukup banyak orang, mulai dari teman sekolahnya sampai anak dari sekolah lain. Sebagian besar yang menonton bukan karena penampilannya, melainkan hanya untuk melihat permainan gitar Bhiyan. Ia mengetahui suatu fakta kalau Bhiyan cukup terkenal di sini. Terkenal dengan kepiawaiannya bermain alat musik. Itu ditunjukkan ketika ada acara festival malam yang diselenggarakan pihak penyelenggara perlombaan. Bhiyan dengan senang hati menunjukkan bakatnya bermain alat musik. Membuat orang-orang kagum dengan permainan gitarnya baik akustik maupun elektrik, piano, drum, saksofon, dan masih banyak lagi alat musik lain yang Bhiyan mainkan. Tentunya membuat Adelia semakin kagum dengan sahabatnya itu.

Beberapa menit kemudian Adelia telah selesai dengan latihannya. Itu latihan terakhirnya. Nanti malam tinggal eksekusi. Tentunya Adelia yakin nanti malam ia akan memberikan penampilan yang terbaik kepada semuanya.

"Kalau lo begini nanti bakalan juara satu entar lo Del. Gue jamin seratus persen!" Puji Daniel yang sedari tadi melihat keduanya latihan bersama Ulrich dan teman-temannya yang lain.

"Tumben lo muji-muji. Biasanya ada maksudnya entar," sindir Bhiyan mendekati Ulrich yang berada di samping Daniel.

"Bener tuh Bhi," balas Ulrich. Ia kemudian berpaling menatap Adelia. "Mendingan lo jauhin ini kadal deh Del, sebelum nantinya lo menyesal."

Adelia tertawa mendengarnya.

"Yailah... salah aja gue di mata lo berdua," rutuk Daniel kesal.

"Mata Ulrich. Mata gue dah gak ada," sambung Bhiyan membuat ketiganya langsung menoleh ke Bhiyan. Menatapnya tidak enak.

"Gue cabut. Merasa jadi manusia hina gue di sini," ujar Daniel begitu dramatis kemudian pergi begitu saja.

"Baperan! Gue cabut ya Bhi. See you entar malam." Ucap Ulrich yang kemudian berlari menyusul Daniel.

Adelia melirik jam tangannya. Pukul dua siang. Masih punya waktu beberapa jam sebelum langit berubah warna menjadi gelap. Ia menoleh menatap Bhiyan.

"Masih punya waktu beberapa jam sebelum malam. Lo mau ke mana Bhi?" Tanya Adelia.

"Lo memangnya enggak capek latihan dari tadi pagi?" Tanya Bhiyan balik. Bhiyan terlihat sedang memasukkan gitarnya ke dalam hardcase yang dibawanya.

Alissa menggeleng, "kalau segini enggak ada apa-apanya buat gue." Balasnya sedikit sombong, menunjukkan deret putih giginya.

Bhiyan jadi tertawa. Ia merangkul gitarnya di punggungnya. Sepertinya hal yang tepat sekarang untuk melatih mental gadis ini.

"Waktu latihan tadi, lo masih grogi gak?"

"Yah... sedikit," ia menggaruk belakang lehernya.

"Lo mau ikut gue? Itung-itung buat latihan mentalnya lo?" Tawar Bhiyan dengan tersenyum.

"Ke mana?"

"Ikut aja dah. Lo tahu tempatnya." Bhiyan langsung menarik tangan Adelia pergi begitu saja. Tidak ada penolakan dari gadis itu. Ia hanya mengikuti Bhiyan saja. Mudah-mudahan dia tidak membawanya ke tempat yang aneh-aneh.

***

"Memangnya kita mau ke mana sih Bhiyan? Udah lima belas menitan lebih kita jalan loh... enggak sampai-sampai." Tanya Alissa dengan wajah cemberut. Bhiyan tidak memberitahu tujuan mereka ke mana. Yang mereka lakukan hanya menyusui trotoar kota, meninggalkan hotel yang sudah jauh di belakang. Kakinya sudah terasa pegal, berjalan sedari tadi.

A Miracle In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang