Cerita ini hanyalah fiksi semata. Tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
⚠️ Dilarang keras untuk menjiplak/plagiarisme atau memperbanyak hasil karya penulis tanpa seizin yang bersangkutan.
⚠️ Jika ada kesalahan kata/typo saya sebagai penulis mohon maaf. Bagi pembaca saya harap anda semua dapat berpartisipasi untuk memberikan saran atau revisi terhadap kepenulisan saya pribadi.
⚠️ Cerita ini adalah benar-benar hasil dari pemikiran saya tanpa mencuri adegan/ide dari penulis lain. Jika pembaca menemukan tulisan yang mirip dengan cerita saya, pembaca bisa memberitahukannya kepada saya pribadi ataupun bisa membantu saya dengan me-report cerita/akun tersebut.
Enjoy the story^^
~~~
Jam weker berbunyi cukup keras di kamarnya. Suaranya terdengar menggelegar seperti detikan bom waktu yang sebentar lagi akan meledak.
Adelia mendesis kesal. Tangan kanannya kini tengah berusaha untuk mematikan alarm paginya itu.
Sulit dilakukan jika tidak melihatnya secara langsung. Beberapa kali ia mencoba untuk menekan tombol pada jam, beberapa kali pula tangannya sampai menggebrak meja, membuat telapaknya berwarna kemerahan. Hingga pada akhirnya, jam sialan itu dapat bungkam juga.
Adelia membuka mata secara perlahan. Membiasakan organ visualnya dengan cahaya mentari pagi yang sinarnya melewati sela-sela tirai kamarnya, meregangkan otot tubuhnya, serta beberapa kali ia menutup mulutnya saat menguap.
Seperti biasanya setelah bangun tidur, wajib yang namanya membuka ponsel. Hanya sekedar mengecek pesan masuk saja. Siapa tahu tadi malam ia melewatkan sesuatu yang penting.
Ting!
Panjang umur.
Ia membuka notifikasi pesan pada layar perseginya itu. Nama Ray ❤️ menduduki posisi puncak teratas dari banyaknya pesan-pesan yang masuk ke ponselnya.
Dengan senyum sumringah, Adelia membuka dan membacanya.
Ray ❤️
Pagi Adel. Aku udah di jalan nih. Sesuai janji semalam, karena aku kalah main game, aku bakalan jemput kamu. Pokoknya cepetan ganti baju. Tapi kalau kamu lama, bakalan aku tinggal. See you 10 minutes again :)Adelia langsung terperanjat kaget. Ray mengirim pesan itu empat menit yang lalu. Itu artinya waktunya kini bersisa enam menit lagi. Mana mungkin dia bisa mempersiapkan diri dengan waktu setipis itu.
Tanpa berpikir panjang, Adelia langsung berlari masuk ke kamar mandi.
Mandi dengan begitu cepat—yang penting basah—begitu pula dengan berpakaiannya. Membubuhi bedak secukupnya, tidak lupa ia mengoleskan pelembab bibir di bibir mungilnya itu.
Setelahnya ia langsung turun hingga matanya menangkap sosok laki-laki, si pengirim pesan barusan. Duduk di sofa dengan ditemani Kirana, wanita 37 tahun yang tidak lain adalah Mamanya Adelia.
"Ray!? Udah lama ya!?" Keduanya langsung menoleh pada sumber suara. Mamanya memijat pelipis kanannya sambil geleng-geleng kepala melihat dandanan anaknya seperti balita, sedangkan Ray tersenyum tipis kemudian menggeleng pelan.
"Enggak Kok Del. Baru aja sampai," ujar lembut lelaki dambaan hatinya itu.
"Oh... baru sampai. Kirain—"
"Ray udah dua puluh menit nungguin kamu Adel!" Potong Mamanya dengan suara ketus seperti biasa. "Anak perawan kok bangunnya kesiangan! Contoh ini pacar kamu! Anak laki tapi bangunnya subuh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Miracle In Your Eyes
Fiksi Remaja(16+) Adelia Maudy Dinata, gadis cantik dengan suara teramat merdu ketika bernyanyi. Ia dicap sebagai trouble maker di sekolahnya, SMA Bharatayudha. Sikap usilnya terhadap siswa-siswi difabel benar-benar meresahkan. Sebuah insiden mempertemukan Adel...