9. Rahasia Bhiyan

371 30 6
                                    

"Demi apa lo seriusan pasangan sama Adelia buat lomba bulan depan?"

Bhiyan mendengus kesal mendengar pertanyaan yang sama dari Alissa sedari jam belajar-mengajar hingga pulang sekolah. Kira-kira mungkin sudah ada sepuluh kali ia tanyakan pertanyaan yang sama. Entah kenapa gadis yang satu ini begitu heboh sekali ketika mendengar dirinya harus berpasangan dengan Adelia. Padahal ia hanya diminta Pak Syarif dan Ibu Vina untuk mengiringi Adelia bernyanyi.

Alissa mendorong pintu minimarket di depannya. Mempersilahkan Bhiyan masuk terlebih dahulu. Raut wajahnya terlihat begitu menagih jawaban.

"Memangnya kalau gue pasangan sama Adelia kenapa? Gue aja gak pernah sewot waktu gue tau kalau lo suka sama Demian," jawab Bhiyan tak acuh, berjalan menuju rak minuman.

Alissa mendesis. Menghentakkan kakinya beberapa kali, menyusul Bhiyan. "Ya... gue khawatir aja. Lo itu udah pernah buat masalah sama Adelia and the geng's. Gak mungkin mereka ngelepas lo gitu aja semenjak kejadian itu. Atau lo jangan-jangan—"

"Apa? Dipukulin gitu? Pakai balok kayu?" Bhiyan melempar sebuah kaleng minuman kepada Alissa membuat gadis itu menghentikan ucapannya. "Butuh seribu tahun bagi mereka buat ngebalas gue." Bhiyan tertawa. Membuatnya terlihat begitu sombong di mata Alissa. Padahal yang sebenarnya butuh beberapa hari saja. Tidak lebih dari seminggu.

Alissa memutar bola matanya. Tiba-tiba ia terkesiap melihat kaleng minuman yang di lempar Bhiyan padanya. "LO GILA YA NGASIH GUE BIR? KALAU GUE MABOK GIMANA BEGO!" Ia langsung menoyor kepala Bhiyan. Melihat laki-laki itu terlihat terkejut barusan. "Lo juga ngapain ngambil bir? Untung aja belum lo buka!"

Alissa merampas kaleng minuman dari tangan Bhiyan. Mengganti kaleng minuman soda yang biasa mereka beli.

"Ya santai aja kali. Kan gue ngambilnya di rak yang biasa. Lagian ukuran kalengnya sama. Ya jangan salahin gue," Bhiyan tertawa pelan dengan kejadian barusan.

"Ya terus siapa yang harus gue salahin?"

"Adelia and the geng's."

Raut wajah Alissa langsung berubah atas ucapan Bhiyan barusan. "Kok lo bawa-bawa mereka?"

Bhiyan menaikkan kedua bahunya, meninggalkan Alissa menuju meja kasir.

Setibanya Bhiyan mengeluarkan dompet berwarna cokelat kayu dari saku celana bagian belakang. Ia mengeluarkan selembaran uang dua puluh ribuan kemudian menyerahkannya ke kasir. Ia sudah benar-benar paham dengan bentuk dan ukuran setiap jenis uang walaupun dia seorang tunanetra.

"Lo percaya gak sih kalau Adelia itu sebenarnya baik? Baik banget malah menurut gue?"

Alissa mengerutkan keningnya. Bhiyan begitu berbeda hari ini. Entah kenapa begitu begitu menyanjung Adelia yang faktanya menurut dirinya adalah gadis dengan segudang masalah di sekolah.

"Trouble maker lo bilang baik?" Alissa tertawa sinis mendengarnya. "Lo kena doktrin siapa?"

Bhiyan tersenyum tipis. Ia sudah tahu pasti Alissa akan menjawab seperti itu. "Jangan hanya memandang sebelah mata, lalu menilainya. Tapi buka dulu semua mata lo baru boleh menilai."

"Jingin hinyi miminding sibilih miti, lili miniliinyi. Tipi biki dili simii miti li biri bilih minilii." Ia menirukan setiap ucapan Bhiyan dengan lengkap dan sempurna. Hanya saja ditambah gestur ucapan dan raut mengejek dari gadis itu. "Basi tau gak!" Bhiyan tertawa mendengarnya.

Selesai dengan urusan di meja kasir, keduanya beranjak pergi meninggalkan minimarket. Belum ada dua langkah dari pintu, membuat Alissa menghentikan langkah. Buru-buru Alissa menarik lengan Bhiyan bermaksud agar dia tidak menabrak tiga orang gadis yang terlihat tengah berdebat itu. Mereka Luna, Adelia, dan Caca.

A Miracle In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang