Mereka tiba di Games Area. April langsung mengajak keduanya mencoba berbagai permainan yang amat seru di sana. Seperti: Street Basketball, DDR atau Dance Dance Revolution, Time Crisis, dan masih banyak lagi.
Khusus di arena DDR, April mengajak Adelia battle. Tentunya Adelia menyetujui tantangannya tersebut karena ia benar-benar mahir bermain games itu. Ia juga menunjukkan kebolehannya di permainan Street Basketball, namun ia harus kalah karena April mendapatkan bantuan Bhiyan.
Puas bermain, April tidak sengaja melihat sebuah mesin capit dengan puluhan boneka serta lampu-lampu neon menghiasi pinggiran box-nya.
"Bang Bhiyan, April mau boneka di mesin itu," ujarnya pada Bhiyan. Laki-laki itu langsung menyetujuinya. Ketiganya langsung bergerak ke mesin capit tersebut berada.
Seumur-umur Adelia belum pernah sekalipun menang di tantangan mesin capit. Sebuah permainan yang mengharuskannya menggunakan kejelian serta sinkronisasi kedua otak kanan dan kiri. Kalau tidak akibatnya bisa berimbas lenyapnya uang di dompet secara berangsur-angsur.
Melihat kondisi Bhiyan yang tunanetra sepertinya mengharuskan Adelia mengambil alih tugas tersebut. Namun keberuntungannya di permainan ini begitu kecil, ia ragu jadinya.
"April mau boneka yang mana?" Tanya Bhiyan. Tangannya sudah bersiap di tombol serta tuas mesin capit tersebut.
April berjinjit berusaha melihat ke dalam box tersebut. Namun tinggi box tersebut melebihi tinggi tubuh April. Gadis itu mendengus sebal.
"April enggak kelihatan. Gendong April," rengek manja gadis itu pada Bhiyan.
Bhiyan berjongkok sembari tertawa, "makanya kalau di kasih Bunda Martha susu, di minum. Kan enggak tinggi-tinggi jadinya. Kayak Kak Adel," bisik Bhiyan di akhir kalimatnya membuat April terkekeh. Untung saja Adelia tidak mendengarnya.
April pun langsung naik ke bahu Bhiyan, berpegang erat pada rambut Bhiyan yang lebat. Bhiyan perlahan mengangkat tubuhnya, membuat April berseru. Tinggi sekali.
"April mau boneka yang mana? Kasih tahu Bang Bhiyan."
"Patrick si Bintang Laut!"
"Oke. Kasih tahu lokasi bonekanya ya."
"Gue yang nyoba Bhi." Potong Adelia cepat sesaat sebelum Bhiyan menyentuh tuas mesin capit tersebut.
"Bisa Del?" Tanya Bhiyan memastikan. April menatap Adelia dengan remehnya.
Adelia menggaruk belakang kepalanya, "gue coba dulu, tiga kali aja ya Bhi," pinta Adelia dengan ragu-ragu.
Bhiyan mengangguk setuju. Ia mundur dari mesin tersebut, mempersilahkan Adelia berdiri dengan sebuah mesin tantangan di hadapannya.
Ia menggesek kartu—milik Bhiyan—untuk kesempatan pertamanya. Ia berusaha untuk serileks mungkin. Perlahan tangannya menggerakkan tuas tersebut, matanya tidak berkedip sedetikpun menatap capit tersebut. Setelah dirasa capit tersebut di atas Boneka yang April maksud, Adelia kemudian menekan tombol. Capit bergerak perlahan ke bawah, hingga akhirnya mencengkeram Patrick si Bintang Laut. Adelia berseru ria termasuk April. Capit kemudian bergerak naik namun sialnya bonekanya jatuh begitu saja membuat Adelia menganga lebar.
Keberuntungannya benar-benar payah. Namun Adelia tidak patah semangat. Ia menggesek kartu di kesempatan keduanya. Ia benar-benar berharap semoga capit tersebut mencengkeram kuat boneka yang dimaksud. Apesnya kejadiannya sama seperti kesempatan pertamanya. Cengkeraman mesin capit tersebut terlepas begitu saja. Adelia mendadak frustasi. Ditambah dengan April yang sedari tadi mengejeknya karena gagal dua kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Miracle In Your Eyes
Ficção Adolescente(16+) Adelia Maudy Dinata, gadis cantik dengan suara teramat merdu ketika bernyanyi. Ia dicap sebagai trouble maker di sekolahnya, SMA Bharatayudha. Sikap usilnya terhadap siswa-siswi difabel benar-benar meresahkan. Sebuah insiden mempertemukan Adel...