1

20.6K 536 31
                                    

Suasana tenang dengan alunan musik yang menenangkan jiwa memenuhi seluruh ruangan cafe dengan nuansa putih dan abu-abu. Hampir seluruh meja penuh karena banyaknya pengunjung yang datang. Tak heran karena memang kafe ini sangatlah nyaman dan fasilitasnya tergolong sangat bagus untuk sebuah kafe.

Dua orang gadis sedang duduk dan menikmati hidangan mereka di sebuah meja, mereka adalah Nara dan Mila.  Mereka saling bercengkerama dan melepas rindu setelah tiga tahun lebih tak bertemu. Rasanya semua celengan rindu yang telah mereka tabung selama ini sudah saatnya mereka bencah.

Setelah Nara memasuki bangku SMA, Nara yang tinggal di Jogja karena menemani Omanya diminta kedua orangtuanya untuk kembali ke Jakarta. Menemani kakaknya yang tinggal sendirian di Jakarta karena orangtua mereka harus menjalanii urusan bisnisnya di luar kota.

"Makin cantik aja lo tinggal di Jogja," puji Mila pada Nara. Bukan hanya pujian, sebenarnya dalam hati gadis itu ia benar-benar mengagumi sahabatnya. Ternyata setelah semakin dewasa kecantikannya semakin bertambah pula.

Nara mengambil tissue yang ada di depannya dan melemparnya ke arah Mila. "Bisa aja lo," Nara tertawa kecil, yang pasti sih untuk menutupi salah tingkahnya karena dipuji.

"Lo dipindahin di sekolah mana, Ra?" Tanya Mila. Sangat penasaran karena sejak mereka bertemu Nara tak kunjung menceritakan rencana lanjutan pendidikannya.

"Gue di pindahin di sekolah Kak Satya, di Vilgold," jawab Nara sambil menyeruput minumnya. Kedua mata Mila terbelalak, terkejut mendengar jawaban Nara. Tangannya menggebrak meja sehingga membuat Nara tersentak.

"Nggak usah gebrak meja juga kali," protes Nara yang hanya mendapat balasan cengiran kuda dari Mila.

"Serius lo?" Mila mencoba memastikan.

"Hmm...," Nara berdehem sebagai jawaban atas pertanyaan Mila. Tangannya meraih cup cake yang tadi dipesan oleh Mila.

"Gila, kita bakal satu sekolah lagi, Ra!" Seru Mila kegirangan. Kedua tangannya mengepal dan diangkat ke atas, persis seperti anak kecil yang senang saat dibelikan mainan.

"Lo sekolah di Vilgold?" Tanya Nara juga tak percaya. Mila mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum riang. Tangannya mencomot cup cake dan memakannya dengan gigitan besar hingga membuat mulutnya penuh.

Jangan tanyakan tentang gadis itu, yang namanya Mila mungkin urat malunya memang sudah putus jika bersama Nara. Mereka berdua bersahabat sangat dekat, jadi sudah tidak ada lagi kata malu di antara mereka. Kalau mau apapun juga oke karena mereka sudah hafal sifat satu sama lain.

"Gue jadi nggak sabar besok ketemu lo di sekolah," kata Mila sambil mencubit kedua pipi Nara gemas. Pipi yang semula putih mulus itu menjadi kemerahan dan membekas jari Mila saking kerasnya gadis itu mencubit pipi Nara.

"Sakit, Mil!" Nara mengusap pipinya yang terasa perih. Kesal sekali dengan sahabatnya satu ini. Nara kira kebiasaan Mila mencubit pipinya sudah hilang, ternyata masih ada sampai sekarang.
Nara mengerucutkan bibirnya, membuang muka dari kepiting pencubit pipi di depannya itu.

Tanpa merasa bersalah sedikitpun, Mila tertawa lepas setelah melihat ekspresi lucu Nara. Hingga membuat salah satu pengunjung kafe yang duduk di belakang mereka merasa terganggu oleh tawa Mila.

Seorang pria memakai jaket maroon, bertubuh tinggi, dan berkulit putih menghampiri mereka. Tatapannya sangat tajam, membuat siapapun yang melihatnya akan terkunci oleh tatapan mata itu. Terlebih lagi dengan pesona wajahnya yang memang sangat rupawan, mungkin semua gadis akan terpikat jika melihatnya dari dekat.

NARAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang