37

3.6K 209 13
                                    

Area perkemahan terlihat sangat ramai. Ternyata siswa-siswa telah kembali dari pencarian Nara. Yoga, Fely, dan Tasya pun juga telah kembali. Mereka terlihat sedang berusaha menahan Deva yang mengamuk tidak jelas.

Dalam kepala Raffa, Satya, dan Mila dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Deva terlihat sangat berani mengamuk pada Pak Slamet si guru killer.

Tanpa ingin basa-basi, Raffa menarik lengan Rasya yang kebetulan melewatinya. Karena terkejut Rasya refleks menghempaskan tangan Raffa hingga membuatnya melemparkan tatapan tajam yang begitu menusuk.

"Ehe, maaf Kak. Abisnya lo ngagetin gue sih. Untung kegantengan gue ini nggak loncat gara-gara kaget," ujar Rasya penuh percaya diri.

"Kenapa?" Tanya Raffa tanpa berniat menanggapi ucapan Rasya. Ia menunjuk Deva menggunakan dagunya.

Rasya memandangi arah yang ditunjuk Raffa dengan saksama. "Lagi benerin sandal jepitnya yang putus."

Raffa, Satya, dan Mila sama-sama berdecak. Pria itu mengira Raffa menunjuk seorang siswa yang kebetulan berada di dekat Deva tengah berjongkok dengan sebuah sandal jepit di tangannya.

"Bukan dia, tapi Deva," Satya membenarkan.

"Oalah, gue kira tuh bocah ingusan yang bawa sandal jepit," tutur Rasya sambil mengangguk-angguk kecil.

"Lo juga ingusan kali," balas Mila tak terima.

"Gue ng--,"

"Lagi situasi kaya gini jangan bercanda!" peringat Raffa memotong ucapan Rasya. Tatapannya sangat dingin hingga mampu membuat Rasya tak berkutik.

"Kita liat ke sana aja, yuk!" Ajak Satya untuk memecah keheningan.

Mereka pun menghampiri Pak Slamet dan Deva dengan setengah berlari. Tak sabar ingin mengetahui apa yang sedang terjadi. Mungkin saja ini menyangkut dengan hilangnya Nara.

"Pak! Nggak bisa gini dong, kita harus cari Nara dulu sampai ketemu. Saya nggak mau tau!" Ujar Deva dengan suara yang cukup keras.

Satya dan Mila terlihat sangat heran dengan sikap Deva. Sementara itu, Raffa masih setia stay cool. Meskipun timbul berbagai macam pertanyaan di benaknya.

"Deva kenapa, Fel?" Mila bertanya pada Fely dengan setengah berbisik.

"Dia ngotot biar pencarian Nara dilanjutkan sampai Nara ketemu. Tapi Pak Slamet nolak," jelas Fely.

"Jadi belum ada yang berhasil nemuin Nara?" Mila semakin heboh sendiri.

"Iya, dan Pak Slamet memutuskan untuk menghentikan pencarian Nara malam ini karena udah jam 9. Takutnya murid lain kenapa-kenapa. Terus besok pagi kita juga bakal pulang ke Jakarta," Tasya menambahkan penjelasan Fely.

Mata Mila membulat sempurna dan dagunya terjatuh. "Terus Nara gimana?!"

"Katanya besok bakal ada petugas yang paham area hutan ini yang akan nyari Nara," tutur Fely dengan wajahnya yang terlihat sedih.

Sayup-sayup Raffa mendengar percakapan ketiga gadis itu. Ekspresinya terlihat sangat dingin dan tatapannya menajam. Matanya melirik ke arah Pak Slamet dan Deva yang sedang berdebat.

Raffa berdecak pelan, dalam hati ia mengumpat. Dalam keadaan seperti ini mereka tak menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Mereka hanya membuang-buang waktu dengan berdebat.

Perlahan ia berbalik dan pergi tanpa ada yang menyadarinya. Ia membawa langkah kakinya pergi menuju hutan. Tak peduli lagi dengan apa yang terjadi dia area perkemahan. Tujuannya sekarang adalah mencari gadis si kepala batu.

NARAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang