9. Shirota thought (Shiro's POV)

486 56 2
                                    

Aku membuka mataku dan hal pertama yang kulihat setelah aku bangun dari tidur ku adalah wajah kakak perempuan ku yang sedang tidur di depanku.

"Ray..." Tiba tiba kakakku memanggil nama Ray, sementara ia masih tertidur. Wajahnya menunjukkan bahwa ia khawatir.

"Sepertinya kakak masih memikirkan orang itu. Kuharap kak Ray baik baik saja disana."

Saat ini aku berada dalam tenda yang kami buat di dekat sungai. Kami sudah meninggalkan kota mati itu kemarin dan besok diperkirakan kami dapat meninggalkan hutan yang dikenal dengan nama hutan Gaia ini.

"Ah, sudahlah. Sebaiknya aku bangun." Aku mengangkat tubuhku, berdiri, lalu berjalan menuju ke api unggun yang kami gunakan sebelumnya. Disana aku melihat Ravael duduk sambil mengamati sebongkah kristal yang dipegangnya.

"Hei."

"Ah, ternyata kau Shiro."

Kami baru kemarin lusa bertemu dengannya, tapi kami serasa seperti teman yang sudah lama saling kenal.

"Apa itu?" Tanyaku sembari mengamati kristal ungu itu.

"Oh, ini? Ini kristal pemberian orang tua angkat ku. Katanya ini adalah warisan dari ayahku"

Kristal transparan itu berwarna ungu dengan ukuran sebesar kepalan tangan dan salah satu sisinya berbentuk segi lima dengan ukiran lingkaran sihir bintang diatasnya.

"Hei Shiro, apa kau mengingat seperti apa ayahmu itu?."

"Jujur saja, aku hampir lupa segalanya tentangnya. Entah bagaimana itu bisa terjadi, akupun tak tau." Jawabku sembari duduk di tempat yang berlawanan dengan Ravael.

"Apa kakakmu juga mengalami hal yang sama denganmu?"

"Ya. Yang kami ingat hanyalah ayah sangat mencintai keluarga kami, dan seorang yang selalu bersikap adil sebagai pemimpin."

"Begitu ya, kalian cukup beruntung kurasa."

"Kurasa kau benar."

Hening. Aku menatap langit dan tenggelam dalam kenangan saat masih bersama saudara saudaraku yang lain sementara Ravael masih mengamati kristal di genggaman nya.

Namun keheningan itu tak berlangsung lama. Disisi lain sungai tiba tiba terdengar ada pergerakan. Aku dan Ravael langsung memasang posisi bertempur.

Tak lama kemudian terdengar suara teriakan bersamaan dengan suara gemerisik dari semak semak disisi lain sungai.

"Argh... sial!!!"

Suara itu berasal dari pemuda yang tiba tiba muncul dari balik semak semak. Sepertinya dia tak sadar kami disini, karena setelah muncul, dia langsung berbalik kearah dia datang tadi.

"Kali ini aku pasti akan membunuh kalian!"

"Guhaaa!!!" Didepan pemuda itu muncul tiga, tidak, lima ekor goblin goblin.

Author Note: aku gatau goblin harusnya disebut gimana, jadi kusebut pake ekor aja, karena itu bukan orang.

"[Earth Bullet]!" Pemuda itu mengaktifkan sihirnya, namun peluru  itu hanya bisa melukai dua goblin dan membunuh salah satunya. Tiga goblin lainnya langsung bergerak untuk menyerangnya.

"Dasar bodoh! Menunduk! [Ice Spear]!"

Kaget karena teriakanku, pemuda itu langsung menjatuhkan dirinya ke tanah. Setelah itu aku langsung mengaktifkan sihirku dan melemparkannya kearah para goblin.

"Sial, hanya kena dua!"

"[Wind Cutter]!"

Tombak es ku hanya membunuh dua diantaranya, termasuk yang terluka terkena sihir tanah pemuda tadi. Ravael membantu dengan sihir anginnya, dan membunuh dia yang tersisa. Dengan ini kelima goblin itu telah tewas.

"Hei, apa kau baik baik saja?"

"Dia pasti tak apa apa, dan sebentar lagi dia akan kemari dan mengomeliku."

Ravael bertanya pada pemuda itu, namun aku membalasnya dengan tenang bahwa dia baik baik saja. Tidak, sebenarnya aku enggan mengakui bahwa dia baik baik saja.

Pemuda itu berdiri dan langsung berlari kearah kami, menyeberangi sungai dengan melompat keatas batu yang berada ditengah sungai itu lalu mendarat disisi kami.

Dia langsung mendekati ku yang sedang menatap sisi lain. Begitu disampingku dia langsung mencengkram salah satu bahuku dengan sangat kuat.

"Hei Shiro, barusan kau menyebut ku apa?!!" dia bertanya padaku dengan disertai haus darah.

"Bodoh. Kau bodoh karena kau dengan bodohnya menyerang kelompok goblin tanpa rencana dan kabur pada akhirnya." aku menjawabnya dengan ekspresi acuh dan dengan nada dingin.

"KAU!!!" Setelah itu dia langsung menghantam kan tinjunya ke wajahku. Aku jatuh terduduk kebelakang.

"Hei!!!" Aku langsung berteriak tidak terima. Pemuda serigala itu berdiri di hadapanku dengan tangan kanannya mengepal yang ia taruh di depan dadanya.

"Itu balasanmu dasar harimau bodoh! Dan taukah kau bahwa kaulah satu satunya yang bodoh disini! Sihirmu tadi bisa saja membunuhku tau!" Ucapnya sembari menunjuk kearah ku dengan tangan kirinya.

Sementara kami bertengkar, Ravael menatap kami dengan senyum tulus diwajahnya. Seolah olah dia tau bahwa kami saling kenal.

"Kalian akrab sekali... "

""AKRAB DARI MANA?!!""

"Hei! Jangan meniruku!"

"Siapa juga yang meniru macan bodoh sepertimu!!"

"Nah kan? Kalian kompak banget."

Setelah itu dia menutup matanya dan menghela nafas, masih tersenyum. Entah mengapa aku bisa merasakan kesedihan dari matanya.

"Hah... Andai aku punya teman seperti kalian di kehidupanku yang sebelumnya... I certainly won't feel so left out ..." Ucap Ravael pelan pada dirinya sendiri.

Aku akan pura-pura tidak mendengar ucapan terakhirnya itu...

================================

Wah... Gak terasa udah setahun aja nih cerita yang ku tulis ini.

Terimakasih semua yang udah baca cerita buatanku ini...

Sorry kalo isinya agak berputar putar, dan cenderung membosankan...

Dan gw mulai bingung nerusinnyanya gimana... Biar sambung satu sama lain antara bab satu sama yg lain...

Jadi maklumin kalo butuh waktu buat revisi berkali-kali....

Ttd April 2020

Isekai no kuroi tenshi ni naruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang