"Kalian berdua, bisakah kalian ikut denganku sebentar?"Saat aku dan Keito sedang mengobrol berdua di lantai pertama penginapan yang kami tempati, karena yang lainnya pergi berbelanja di kota, tiba-tiba Sensei memanggil dan meminta kami ikut dengannya.
"Memangnya kita mau kemana Sensei?" Keito bertanya sambil mengambil busurnya yang ia letakkan di lantai.
"Kita akan ke guild." Ucap Sensei saat melangkah keluar dari penginapan.
"Untuk apa kita kesana?" Kali ini giliran aku yang bertanya, mengingat kami akan pergi dari kota ini segera.
"Mencaritahu apakah ada misi pengawalan untuk kereta yang pergi ke arah kota yang kita tuju. Akan lebih baik bagi kita untuk berangkat bersama petualang lain daripada sendiri."
"Kita mungkin bisa melawan para monster yang menyerang kita di perjalanan, tapi akan berbeda jika kita menghadapi bandit atau yang lainnya. Benarkah, Sensei."
"Yup! Kau benar, Keito." Sensei memuji analisis Keito dan menepuk pundak kanan Keito dengan ringan.
"Lagipula kalian belum pernah melawan manusia dalam pertarungan hidup-mati." Sensei mengatakan itu dengan wajah menghadap keatas, dan dengan nada rendah.
"Apa Sensei pernah membunuh manusia?" Tiba-tiba saja Keito menanyakan hal itu.
Sensei terdiam sejenak. Dan kami berdua mendengar hal yang cukup membuat kami terkejut.
"Tidak, aku tidak pernah sekalipun membunuh manusia atau makhluk humanoid (demi) lainnya. Yah, meskipun aku pernah hampir dibunuh oleh dragonoid." Sensei mengatakan itu sambil mengangkat bahunya.
"Dragonoid?! Maksud Sensei Manusia setengah naga?!"
Aku mengetahui kalau naga merupakan ras dengan kekuatan individu terkuat yang ada di dunia ini. Namun aku samasekali tidak mengetahui seberapa kuat para manusia naga ini.
"Ya, itu benar. Dan meskipun mereka 'hanya' setengah naga, mereka masih lebih kuat dari ras iblis biasa pada umumnya."
Ras iblis. Aku belum pernah bertemu atau melihat mereka secara langsung, namun mereka benar-benar ada.
"Ras iblis, sebenarnya seperti apa wujud mereka?" Tak kusangka Keito menanyakan hal yang kupikirkan.
"Mereka terlihat seperti manusia, secara umum." Sensei terlihat ragu.
"Sensei sepertinya tau banyak tentang dunia ini."
"Tentu saja, karena sejak awalnya aku adalah orang dari dunia ini." Aku bertanya-tanya dalam hati, jika sensei benar-benar berasal dari dunia ini, lalu bagaimana cara Sensei pergi ke dunia kami?
Kami tiba di guild dan menemukan misi yang kami cari. Karena itu misi pengawalan untuk karavan, dibutuhkan lebih dari satu party untuk misi itu.
Kami berdua menunggu diluar saat Sensei pergi ke resepsionis. Saat kami bertanya padanya, tiba-tiba ada seseorang yang, entah datang darimana, menabrak ku.
"Maaf! Aku sedang buru-buru!"
Anak lelaki wolf-kin itu membungkuk meminta maaf padaku, lalu dengan cepat pergi dan masuk kedalam pintu guild.
"Entah kenapa aku merasa pernah bertemu dengannya, tapi dimana?"
"Aku juga. Entah kenapa melihatnya membuatku teringat dengan kelompok Raven-san yang ikut ujian bersama kita."
Itu benar. Namun Wolf-kin yang barusan itu memiliki rambut perak, sementara rekan Raven-san itu berambut hitam.
"Hmm... Begitu ya..." Sensei menggumamkan sesuatu, namun aku tak bisa mendengarnya dengan jelas.
Kami melanjutkan pembicaraan kami, masih didepan bangunan guild. Tak lama kemudian, kami melihat Wolf-kin yang tadi menabrak ku keluar dari guild dan langsung berlari.
Bagaimana dia bisa berlari diantara banyak orang tanpa ada yang menyadarinya? Bukannya biasanya kau akan menjadi pusat perhatian jika kau berlari dengan kecepatan tinggi diantara kumpulan orang dijalanan?
"Kenapa tidak ada orang yang menegurnya? Itu berbahaya."
"Kau benar." Aku menyetujui ucapan Keito. Sensei hanya tersenyum melihat kami.
"Tentu saja tidak ada yang tau. Dia menggunakan versi rendah dari skill [Stealth], [Self Concealment]. Skill itu memberi efek mengalihkan perhatian dari dirinya, namun tidak dengan hawa keberadaannya." Sensei mengatakan itu sembari berjalan ke arah kemana Wolf-kin tadi pergi.
"Pantas saja tidak ada orang yang menegurnya...."
"Sensei, kita mau kemana?" Aku bertanya dan Sensei langsung menjawabnya.
"Ke suatu tempat." Sensei mengatakan itu sambil tersenyum kearah kami.
————————
Meskipun aku bilang begitu, pada dasarnya aku hanya mengajak mereka untuk bertemu dengan orang yang pernah mereka temui.
Aldanoah Rama, atau yang biasa dipanggil Rama, dan Keito Klein. Ada alasan kenapa aku hanya mengajak mereka.
Mereka berdua adalah murid pindahan yang baru bergabung ke kelas dua bulan sebelum pemanggilan, jadi mereka tidak tau tentang tragedi yang melibatkan orang itu. Karena itu terjadi sekitar lima bulan sebelumnya.
Jika aku mengajak anak yang lain, kemungkinan mereka menyadari bahwa orang itu adalah 'dia' cukup tinggi. Dan aku tidak ingin anak-anak itu mengetahui identitas 'dia' yang sebenarnya.
Aku mengetahuinya fakta tentangnya sejak aku masih di dunia sebelumnya, meskipun kelihatannya 'dia' sendiri tidak menyadarinya.
Dia setengah abadi, memiliki kepribadian yang sering sedikit berubah tergantung lawan bicaranya, serta terkadang ucapannya tidak pernah terselesaikan, berhenti sebelum selesai.
Aku takkan memberitahu bagaimana aku mengetahui semua itu. Setidaknya untuk saat ini.
Kami terus berjalan, dan sampai di depan suatu penginapan. Aku masuk diikuti keduanya. Aku langsung menemukan dua orang yang kucari. Dan sesuai dugaan ku, mereka juga sedang bersama dengan dia dan 'dia'.
"Ah! Akhirnya aku menemukan kalian juga, Erian, Estora." Aku memanggil mereka sambil melepas tudung yang kupakai.
"Nii-sama!"
"Aniki!"
""Eh! Kakak?!"
Kedua muridku berbicara keras sambil melihat ke arahku. Sementara kedua adikku menjatuhkan kursi yang mereka duduki sebelumnya. Aku melangkah ke dalam, menghampiri kedua adikku.
"Yo. Sudah berapa lama ya kita terpisah? Tujuh tahun kah? Maaf aku tak bisa langsung menemui kalian."
Aku mengelus kepala keduanya. Aku bersyukur dan senang mereka baik-baik saja. Setelah itu aku mengalihkan pandanganku ke orang lain yang ada disana.
"Tak kusangka aku bisa bertemu lagi denganmu, bahkan kalian semua berteman. Aku senang kau baik-baik saja, Raphael."
Anak berambut ungu itu terkejut. Sepertinya dia lupa tentangku. Atau mungkin juga dia tak menyangka aku akan memanggil namanya. Atau mungkin juga keduanya?.
"Le-Leonhard....Sensei?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Isekai no kuroi tenshi ni naru
FantasiSemua baik-baik saja sampai suatu hari sekolah tempatku belajar di bom oleh teroris dan semua orang yang berada di lantai dua tewas, termasuk diriku. Aku kira hidupku berakhir disana. Namun kenyataanya kematianku disana adalah awal dari perjalananku...