23. Teman(?)

126 21 3
                                    


Aku kembali membaca surat dari Leo-san sekali lagi. Bukannya tidak percaya, hanya saja aku tidak pernah mengira aku bisa melihat sisi jahil 'Leonhard' yang terkenal santai tapi serius.

Aku melipat surat itu kembali dan menyimpannya di saku bajuku. Tak lama setelah itu ketiga temanku kembali.

"Ada apa Rael? Apa ada sesuatu yang terjadi selama kami pergi?" Kurona bertanya padaku dan aku mengibaskan tanganku sambil bilang tidak ada apa-apa.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya bertemu 'teman lama' saja."

"Teman lama?" (Shiro)

"Ya. Dia orang kedua yang tau siapa diriku dari kehidupan sebelumnya setelah kakak kalian."

"Aku tau Noah itu Returner, tapi apa maksud kalian dengan kehidupan sebelumnya?" Al yang bingung bertanya. Aku lupa kalau aku belum memberitahunya.

"Ah, benar juga. Kau belum tau ya, Al. Sebenarnya anak ini sudah mati saat masih berada di dunia lain, setelah itu dia (jiwanya) dikembalikan ke dunia ini." Kurona menjelaskan kondisiku dengan satu kalimat singkat.

"Ah... Maaf." Al meminta maaf.

"Tidak apa-apa. Lagipula itu memang kebenarannya. Dan juga maaf aku tak memberitahumu." Kataku dengan cepat-cepat. Aku tak ingin ini menjadi kesalahpahaman.

"Ah, tidak apa-apa. Itu wajar bagi seseorang untuk memiliki rahasia." Al mengatakan itu sambil menggaruk kepalanya belakangnya dan mengalihkan matanya. "Apalagi kalau itu soal kematian..." Dia bergumam pada bagian terakhir, aku tidak mendengarnya dengan jelas.

"Baiklah, kembali ke topik awal. Siapa yang kau sebut teman lama itu?" Shiro mengembalikan topik awal pembicaraan kami.

"Yah, umm... Sebenarnya dia adalah satu-satunya temanku di dunia nyata, bukan hanya teman didalam game." Aku tak yakin kalau mereka tau tentang video game, jadi aku hanya menyebutnya game saja.

"Apa dia bisa dipercaya?" (Shiro)

"Aku kurang yakin Shiro. Tapi setidaknya dia bukan tipe orang yang akan menusuk kita dari belakang."

"Apa ada orang selain dia yang tau tentang dirimu?" (Alfaro)

"Jikalau ada, itu kemungkinan hanya Rama dan Keito."

"Apa itu tidak apa-apa." (Kurona)

"Tidak masalah. Mereka tidak akan menyebarkan identitas ku."

"Kenapa kau begitu yakin?" (Shiro)

"Leo-san mengirimiku surat yang mengatakan dia melarang mereka untuk memberitahukan identitas ku sebagai seorang Returner pada orang lain."

"Surat?" (Kurona & Shiro)

"Ya. Leo-san menitipkan suratnya kepada Rama, namun berakhir dengan teman lama ku yang menyerahkannya padaku."

"Kenapa nii-sama harus menitipkan surat? Bukannya dia bisa menyampaikannya langsung saat kita bertemu?" (Kurona)

"Mungkin dia sibuk. Kau tau sendiri kan kalau Aniki itu tipe orang yang seperti apa." (Shiro)

Kesampingkan apa yang mereka berdua katakan. Aku tidak bisa memberi tahu mereka kenyataan bahwa ini memang direncanakan oleh Leo Sensei.

"Sudahlah. Lupakan yang barusan. Lalu, bagaimana dengan yang kalian lakukan?" Aku bertanya tentang Wild Boar yang aku dan Shiro buru sebelumnya.

"Tentang saja. Sudah beres dan tak ada masalah. Aku sudah mengulitinya dan membuang isi perutnya."

"Seperti biasa, Silver benar-benar cekatan. Dia mengatasi dua sendiri dan bahkan sempat membantu bagian kami."

Hmm? Kenapa Shiro saat bicara dia menyembunyikan tangan kirinya? Tak seperti biasanya, dia hanya memasukkan salah satu tangannya ke saku celananya. Kecuali kalau dia-

"Tora, apa kau tak sengaja mengiris tanganmu lagi?" Sepertinya Kurona menyadari pandanganku dan bertanya kepada yang punya tangan.

"Ughh...." Orang yang bersangkutan memalingkan wajahnya.

Tepat sasaran.

"Estora...!" (Kurona)

"Hah... Kau ini..." Kami hanya bisa menghela nafas. Tidak ada satupun dari kami yang memiliki sihir penyembuhan, jadi tidak ada yang bisa kami lakukan.

Benar-benar dah. Shiro sering sekali tak sengaja mengiris jarinya ketika dia menggunakan pisau. Bukannya tidak bisa menggunakan pisau, hanya saja dia adalah tipe orang yang kurang hati-hati.

"Itu hal yang sama. Sama-sama ceroboh."

"Kuro-san... Kau ini Esper atau apa sih?"

"Aku hanya seorang kucing, bukan esper." Tidak! Aku tidak percaya itu, terutama dengan ekspresi mu yang pura-pura tidak tahu itu.

"Kalau begitu berhentilah membaca pikiranku. Itu menyeramkan."

"Aku tak membaca pikiranmu, Rael. Aku hanya menebak apa yang kau pikirkan dengan membaca ekspresi wajahmu." Sebelum aku sempat mengatakan apapun tentang itu, Al memotongnya.

"Kuro-san, kau tau. Bisa membaca ekspresi Noah yang seperti kabut itu lebih menyeramkan daripada ketika kau hanya mencoba untuk membaca pikirannya."

Kenapa jadi aku yang jadi bahan pembicaraan?!

"Kau benar Silver. Membaca ekspresi Raven yang notabene datar itu sulit, apalagi menebak apa yang ada  didalam pikirannya dengan hanya melihat ekspresi wajahnya. Nee-san benar-benar sebuah pengecualian."

"Terimakasih atas pujiannya."

""Kami tidak sedang memujimu!""

Kurona tersenyum menanggapi mereka berdua. Aku mengerutkan dahi dan melipat lenganku didepan dada.

"Entah kenapa aku merasa kesal." Ketiga orang ini tertawa ketika aku mengatakan itu sambil memalingkan muka.

—————

Disisi lain...

—–

"Darimana saja kalian berdua?" Gadis berambut pirang twintail bertanya dengan nada ketus kepada dua orang yang baru saja kembali.

"Itu bukan urusanmu. Lagipula kami bukan bagian kelompokmu." Pemuda berambut biru menjawab dengan kesal. Sekilas dapat dikatakan bahwa dia tidak menyukai gadis berambut pirang didepannya.

"Itu juga urusanku. Jika kalian hilang ketua akan khawatir, dan jika dia khawatir aku akan kerepotan." Gadis pirang itu mengatakan seakan-akan dia adalah orang yang bertanggung jawab atas kedua orang itu.

"Kau bukanlah penanggung jawab kami dan kau bahkan bukan termasuk pengurus kelas utama. Kau tak perlu khawatir dengan kami. Urusilah urusanmu sendiri." Pemuda berambut biru itu berusaha segera pergi, namun gadis berambut pirang itu mencegahnya.

"Enak saja kau, mengatakan hal itu seolah-olah kau tak peduli. Jika saja aku tidak ada-"

"Jika saja kau tak ada kami tidak akan terpecah seperti sekarang." Pemuda itu memotong perkataan gadis pirang itu dengan nada bicara dan ekspresi dingin. Setelah itu dia meraih tangan gadis berambut hitam dibelakangnya.

"Ayo Elena, kita pergi."

"Hmm." Gadis itu mengangguk dan mengikuti pemuda berambut biru.

"Hei! Bayu! Awas saja kau nanti! Kau pasti akan menyesal karena kau menghiraukan ku!" Gadis pirang itu berteriak dan mengancam pemuda itu.

Pemuda itu berhenti sejenak, menengok kebelakang, masih dengan ekspresi dingin yang bercampur sedikit kebencian.

"Satu-satunya hal yang kusesali adalah aku pernah mempercayaimu." Dan setelah mengatakan itu kedua orang itu pergi meninggalkan gadis berambut pirang yang masih saja memaki mereka berdua.

———————
–––

°wow, a little angst part...°

Isekai no kuroi tenshi ni naruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang