#1

2.7K 57 0
                                    

Memasuki pergantian tahun yang lembab, selembar daun melayang terbawa angin, jatuh di lantai rumah bercat pink. Jalanan tidak terlalu ramai, sebab ruas jalan itu memang hanya sebagai penghubung dua jalan utama. Rumah dan ruko berjajar tampak kokoh dikedua sisi jalan.
Kafka mengerjapkan matanya. Membuka benda favoritnya yang selalu ia letakan disebelah bantal pink kesayangan. Pukul 9. Ia melihat notifikasi yang bertumpuk. Mulai dari berita-online hingga media sosial. Ia menatap datar. Menggerakan jarinya dengan perlahan nan lihai sembari matanya membaca satu-per-satu. Ia bosan. Pagi-pagi sudah bosan? Ya, Hanya Kafka.
Pikir kafka, 'Dunia tuh monoton. itu itu aja. Manusia pemikirannya ya tetep itu itu aja. Waktunya ya dari 00 ke 24, Laut ya tetap dekat Pantai. Air terjun airnya kebawah, Gunung digambar anak tk ya dua dengan matahari ditengah kadang senyum. Dan lain-lain. Sama seperti seseorang ketika berniat berubah, cuma dimulut. Kalo salah, cuma maaf doang. Ngga ada perubahan sikap. ''
Kafka tipe yang berfikir kritis-realistis. Jadi, jangan heran ia sering dianggap 'mengerikan' oleh segelintir orang, dan tak kalah banyak jua yang menganggap 'wah' oleh sekitarnya.
15Menit Kafka memainkan hp-nya dan ia memejamkan mata. Entah apa yang difikirkan, entah apa yang dirasakan. Ia hanya merasa dunia begitu...aneh. Atau, ia yang aneh? Kafka pun tak tahu, dan jelas tidak-mau-tau.
Setelah aktifitas memejamkan matanya selesai, Kafka berniat menyegarkan diri. Setelah itu, jelas sarapan dan ia pergi. Ia bukan tipe yang suka berdiam dirumah hingga pagi lagi. Paginya untuk malam, malamnya untuk pagi. Kafka sudah 10 tahun melakukan aktifitas tersebut. Nyaman? Jelas. Baginya, rumah adalah penjara.

Aktivitas demi aktivitas Kafka lakukan hingga kini ia siap untuk keluar dari 'penjara' nya. Seperti biasa, kaos hitam press badan, kemeja kotak-kotak bergaris putih favoritnya, jam ditangan kirinya, dua cincin di jemari manis dan kelingking, celana jeans, sepatu vans tak lupa kaos kaki imutnya, dan juga waistbag biru dongker kesayangan. Simple, namun- dan bahkan rapi daripada penampilan lelaki diluar sana yang seumuran dengannya. Bisa dibilang, Kafka modis. Ia sangat memperhatikan penampilan.
Ia kembali meng-check hpnya. Tak ada notif. Ia melihat kearah ruang tengah. Ada mama, dan ada kedua adik kembar disamping mama yang sedang asik menonton tv. Papa? Entah. Kafka tidak peduli. Yang jelas, setelah kafka selesai mandi, ada sosoknya di belakang Kafka sedang menjemur handuk.
' Pamit. ' kata Kafka seperti biasanya sembari berjalan melewati dua adiknya. Mama menoleh, diikuti kedua adiknya.
'Kemana,mas?' tanya mama seperti biasa. Walaupun mama tau ia pasti ingin pergi main, cuman tak ada alasan lain mama bertanya pertanyaan yang sering dilontarkan.
'Main.' tatap Kafka kearah bola mata sayu mamanya. Kafka sesekali melirik acara di tv yang sedang mama tonton, seperti asik saja, batin Kafka. Mama hanya mengangguk dan kembali menonton tv. Kafka menyodorkan kedua tangannya kearah mama. Mama seperti biasa faham akan gerak gerik Kafka.
'Uangmu?'
'Ditabung'
'Kenapa ga kamu pake sebagian buat jajan?' tanya mama heran. Kafka menghela nafas.
'Jadi mau kasih atau enggak?' Mama terdiam. Membiarkan anak lelakinya berdiri disebelahnya sembari menatap nya.
Atas respon mama yang seperti itu saja, Kafka segera beranjak dari tempatnya. Memakan waktu saja, pikir kafka.
Ia menuju kearah garasi sambil menenteng sepatu kesayangannya. Sepatu yang ia beli oleh hasil tabungan dan jelas ia rawat sepenuh hati. Didepannya, berdiri sesosok kuda. Bukan, bukan kuda hewan. Kuda adalah nama panggilan kesayangan kafka ke motornya. Tanpa babibu, kafka menyalakan motor nya dan pergi meninggalkan bangunan untuk singgah peristirahatannya.

KAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang