' Kafka, dira kangen. ayo ketemu? ' pesan singkat dari Dira. Dira memang seringkali mengajak Kafka untuk bertemu, namun Kafka terus menolak. Ada saja alasan untuk tidak menemui Dira. Entah malas ataupun itu, yang jelas untuk bertemu Dira, ia tak mau.
' Nggak, sibuk.' balasnya singkat.
' Sebegitu jahat aku ya sampe kamu gini? Aku kenapa sampe kamu segininya? Aku berubah? Bilang. Jangan gini.' balasnya panjang lebar yang rerata berisikan tanya. Kafka membaca dengan malas. Selalu saja seenaknya menyimpulkan dan berujung menyalahi diri sendiri.
' Pikir sendiri.'
' Lagian kamu bukan siapa-siapa dan memang belum jadi siapa siapa. Jadi, kenapa maksa dan nyuruh aku? Jahat? itu menurutmu, bukan menurutku. Kamu berubah? ya urusanmu. Toh, itu hakmu dan aku emang bebasin kamu. Bukan urusanku, dan aku nggak perduli sama sekali.' balas Kafka yang diikuti raut wajah serius. Entah apa yang kini ia rasakan. Perasaannya campur aduk, yang jelas bila ditanya perihal dia, ia malas.
' Coba, jelasin bentar aja, kamu kenapa sama aku. Abis itu, aku ga ganggu kamu lagi.' kembali Dira membalas pesan dengan meminta penjelasan dari Kafka. Kafka menahan emosinya, ia tak mau marah ataupun itu.
' Untuk tau aku kenapa, hal pertama yang harus kamu lakuin yaitu tau dirimu sendiri. Tanya sama dirimu kamu kenapa. Bukan dari pertanyaan bodoh aku kenapa, kamu kenapa, atau kita kenapa. Aku juga sedang di fase mencari tau diriku sendiri. Semua berproses di fase yang sama. Jangan berfikir terlalu jauh dan buruk. Tinggal tunggu waktu yg Semua bakal balik dengan sendirinya. Apa ga lebih indah daripada kita ikuti ego kita masing-masing? Jangan berfikir negatif, stop salahin dirimu sendiri. ' balas Kafka panjang lebar. Kafka menghela nafas. Ia sebenarnya juga tak mau seperti ini.
' Maaf.' hanya itu yang dibalaskan Dira. Simple, namun mungkin sangat berat untuk Dira mencerna kata-kata Kafka dan mengatakan itu.
' Nanti secepatnya berjumpa.' kembali balasan Kafka. Entah apa respon Dira disana, yang jelas Kafka harap kalimat itu bisa cepat terjadi dan segera menenangkan Dira disana. Ia tahu pasti Dira menangis.
Selama Dira tak ada hingga kini sesosok Dira ada walau tak berjumpa, respon Dira memang masih sama seperti dulu. Mungkin memang benar, waktunya untuk Kafka dan Dira 'rehat' dan menikmati dunia masing-masing yang perlahan juga berubah.Hari demi hari berganti, hingga tak sadar bahwa sudah sepuluh hari terlewati di tahun 2020. Kafka dan Dira masih sama saja seperti kemarin, saling mengabari walau singkat dan masih belum ada kesempatan untuk saling bertatap muka.
Kafka menghabiskan kegiatan yang semula ia lakukan bersama Dira, kini ia lakukan sendiri, atau bersama teman-temannya. Bar, wedangan, kedai kopi, tak lagi ia singgahi dengan sesosok Dira.
Kabar Dira pun Kafka tahu pasti walaupun Dira mengatakan baik-baik saja disana. Jika ia mengatakan seperti itu, Kafka percaya saja. Lagipula, bagus jika ia baik-baik saja disana.
Kafka beristirahat penuh dirumah hari itu, sangat malas rasanya menginjakkan kaki untuk keluar kamar. Kafka berusaha menidurkan diri kembali namun tak bisa. Samar, terdengar suara hujan deras yang jatuh membasahi bumi. Tatkala, terdengar suara yang tak asing dipendengaran Kafka.
Suara Dira.
' Basah gitu Ya Allah, sama siapa kamu? ganti baju ya? Ujan kok kesini, jauh loh.' ucap Mama Kafka menyambut Dira dengan hangat.
Bodoh, fikir Kafka. Kafka ingin sekali tak mendengar suara Dira. Ia menutupi kedua telinganya dengan bantal, berharap suara tersebut bisa teredam bantal.
' Kafka, ada Dira. Dira, sana masuk. Kafka masih tidur tuh daritadi.' teriak Mama dari luar kamar.
' Engga tante, biar aja. Dira cepetan ya tante. Gaenak ditunggu temen.' ucap Dira selirih mungkin namun masih saja Kafka dengar. Kafka pura-pura tidur, agar tak diganggu siapapun.
' Mas, ada mbak Dira.' ucap suara adik perempuannya sambil menepuk punggung Kafka. Kafka hanya berdeham malas dengan posisi yang masih sama.
Adik perempuan nya pun lebih memilih mengalah daripada ia terkena semprot Kafka.
Tak ada suara, apakah Dira pulang? batinnya. Kafka mengangkat bantalnya sedikit melihat suasana diluar kamar. Tak ada suara Dira.
Kafka beranjak dari kasur dan segera keluar dari kamar. Namun, dugaan Kafka salah. Dira masih ada di sana. Sedang menelepon seseorang, entah itu siapa. Kondisinya pun sudah lebih membaik dari sebelumnya yang ia dengar bahwa Dira basah kuyup.
Kafka melirik Dira dari jauh, memastikan kondisi Dira. Namun, cepat-cepat ia alihkan pandangan agar ia tak tertangkap basah melirik Dira.
' Anter Dira,' ucap Mama tegas kala Kafka melintas didepan Mama. Kafka diam.
' Denger nggak? Anter Dira pulang, kasian dia.' ucap Mama dengan nada yang agak tinggi dari sebelumnya. Kafka menatap mama.
' Tanya dia lah mau apa nggak. Kok harus aku duluan yang nawarin. Yang butuh dia to? bukan aku?' jawab Kafka. Kafka menuju arah kamar mandi dan berniat menyegarkan badan.Setelah ritual menyegarkan badan selesai, ia jelas melihat sosok Dira duduk termenung di ruang tengah. Kafka melihat dari arah kamar mandi. Berusaha secuek mungkin, juga terlihat tak perduli. Dan benar, tak ada sapaan ataupun itu dari mulut Kafka atau Dira, seperti tak saling kenal. Kafka langsung menuju kamar dan bersiap diri untuk segera beranjak dari rumah.
Dira sudah ada di depan kamarnya. Kafka menatap datar, bahkan sangat. Matanya berbicara seakan ia sangat malas untuk bertemu.
' Kafka, Dira minta tolong dianter ke Kos, mau?' ucap Dira lirih dan penuh hati-hati. Kafka tahu Dira takut pada Kafka.
Kafka mendiamkan sejenak. beranjak dari posisinya, berniat untuk memakai sepatu. Dira terus mengikuti dan menunggu jawaban Kafka.
' Kalo sekarang, ya ayo.' singkatnya tanpa menatap. Dira langsung berpamitan dengan kedua orang tua Kafka dan segera keluar rumah sembari memakai helm. Kafka tahu Dira menahan tangis, terlihat jelas bahwa gerak geriknya tak bisa berbohong.Selama diperjalanan pun tak ada percakapan. Dira hanya termenung melamun menatap setiap bangunan yang dilintasi. Kafka? ia bernyanyi, seperti biasanya. Namun, kali ini beda. Ia bernyanyi lagu yang pernah ia sarankan untuk Dira. Rancang Rencana, Pilu Membiru, dan Saudade. Kafka sengaja menyanyikan lagu tersebut, terutama pada bagian lirik tertentu.
Senja kali ini berbeda, menjadi saksi dari cerita baru tentang mereka yang sibuk dengan dunia masing-masing.
Sampai di tujuan, Dira langsung turun. Disana, ia melihat Nando dan Cika. Mereka langsung menyalami Kafka walaupun dengan wajah kaget yang tak bisa dipungkiri. Dira? ia hanya mengucapkan terimakasih juga hati-hati dengan mata yang bengkak dan senyum manisnya, seperti semula. Kafka tanpa sadar tersenyum walaupun kecut, dan dengan sigap menarik kembali senyum tersebut. Tak membutuhkan waktu lama setelah Dira masuk, Kafka langsung pergi meninggalkan Nando dan Cak yang masih berdiri ditempatnya semula.
Perasaan Kafka tak karuan. Kesal, marah, biasa saja, dan semacam nya ia rasakan. Memang aneh.
Kafka pun tak tahu mengapa. Yang jelas, ia sudah mengantarkan Dira sesuai pesan Mama juga mengabulkan permintaan Dira, yakni bertemu walau singkat tanpa suara.Kini yang aku tunggu, hanya malam.
Kupekerjakan sang malam agar ia mencarikan waktu untuk kita saling bertukar napas di satu ruangan yang sama
Namun,ada ketakutan dan kekalutan yang mengiringinya.
Aku takut jika kau hilang, atau tak jadi sampai.
Dengan apa harus kubayar rasa rinduku?
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
Romance" Tak perlu meminta untuk menetap. yang sekadar singgah akan pergi, yang tersesat segera mencari jalan, yang dalam perjalanan akan segera datang. Aku, sedang dalam perjalanan pulang, singgah, hingga menujumu, rumah. ''