Pukul 10.00 . Kafka tiba di tempat ia biasa menghabiskan waktunya, bahkan hingga seharian. Sepi. Belum terlalu banyak yang datang. Hanya ada Mas Deri dan satu pegawainya, Mas Iza. Mas Deri adalah salah satu kawan Kafka yang mengerti dan faham Kafka betul. Walau Mas Deri bertatto, sebenarnya ia berhati lembut dan dewasa. Sama seperti Kafka, dengan alasan itu mengapa ia menganggap Mas Deri sebagai kakak nya sendiri. Tempat ini biasa disebut WW, singkatan dari Warung Wijaya. Tempat kumpulnya anak-anak muda seusia Kafka.
'Lho, tumben pagi-pagi banget.' tanya Mas Deri sembari membersihkan meja. Kafka menaruh waistbag nya di meja pelanggan dekat kasir sambil membuka bungkus rokok yang ia beli saat perjalanan tadi.
' Males dirumah. lagian ini hari minggu. Pengen sekali-kali keluar pagi.' kata Kafka santai. Mas Deri membalas dengan kikikan kecil.
Kafka kembali bosan. Ia menyetel lagu melalui speaker bluetooth milik Mas Deri yang memang sengaja dipajang di ruko sebagai penghibur telinga dan rasa. Ia memilih salah satu lagu favoritnya, Pilu Membiru, dipersembahkan indah oleh Kunto Aji. Entah atas dasar apa, kafka menyukai lagu tersebut bahkan disaat pertama kali mendengar. Tenang, dan damai. Kafka memejamkan matanya kembali, sama seperti saat di ranjangnya tadi. Ia menghela nafas panjang, sembari mengepalkan tangannya. Menghayati? tentu. Ia sangat menikmati lagu-lagu yang menurutnya memiliki makna dalam, salah satunya pilu membiru. Ia merasakan bahwa lagu tersebut dapat menggambar serta mengungkapkan isi hatinya dengan jelas.
Satu persatu WW mulai ramai. Kafka disalami oleh orang-orang yang hadir dan bahkan berbincang sepatah dua kata dengan yang hadir. Ia dikenal banyak orang.
Bahkan, seringkali Kafka diajak tukar pikiran, atau bahkan memulai membahas suatu masalah. Baik serius, maupun tidak.
Kafka melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Pukul 13.00 wib.
Sudah selama ini ternyata kafka duduk berdiskusi. Kafka kembali lagi meng-check hpnya. Belum ada notif. Kafka kembali terdiam, seperti memikirkan sesuatu. Namun, tak terlihat diraut wajahnya jikalau ia sedang memikirkan sesuatu. Raut wajah kafka tenang, bahkan terlampau tenang, setenang air.
Ddrrrrrrrttt!!
Hpnya berbunyi untuk kesekian kalinya. Namun berbeda. Kali ini muncul nama dari layar panjangnya. Nama yang ia tunggu sedari pagi. Nama yang sedari tadi ia tunggu. Nadira. Sering dipanggil Nadir. Tapi Kafka lebih suka memanggilnya dengan Dira.
Dira: Kafkaaaa. aku baru bangun hehehehe. enak banget tidurku, parah!
Dira: Kamu dimana?
Dira: Udah sarapan belooooom?
Dira: Waaaah delive dong wa-nya! Tumben!
Ya. Ivana Nadira. Teman dekatnya. Bisa dibilang dekat melebihi pacar. Kenapa tidak pacaran sekalian?
Dira dan Kafka tidak suka pacaran. Ribet. Mereka juga baru sama sama putus. Kafka putus dari Aca, Dira putus dari Arel. Perjuangan Kafka mengenal hingga dekat dengan Dira tak sebentar dan tak juga lama. Dua sejoli tadi melakukan segalanya bersama. Hingga suatu ketika, Kafka menyatakan perasaan nya kepada Dira didepan sahabat-sahabatnya. Dan yang tak terduga dari seorang Kafka, ia menangis. Didepan sahabat-sahabatnya, didepan Dira. Memegang tangan Dira, menyatakan dengan tulus apa isi hatinya. Mengingat kala itu, tentu saja membuat Kafka malu dalam diamnya. Hanya raut wajah serta gelagat yang bisa menjawabnya.
Kafka menaikan senyumnya kecil.
Kafka: Udah semua. Aku di WW. Tidurmu lama banget to tumben.
Kafka menaruh kembali lagi hpnya dan berniat untuk melanjutkan diskusi bersama temannya, namun selang beberapa detik saja, Dira membalas. Express sekali, pikir Kafka geli.
Dira: Iya makanya itu, keren kan. Akhirnya aku bisa tidur nyenyaak
Dira: Tau ga?
Dira: Eh nanti aja deh biar sekalian ketemu. Hehehe
Kafka yang melihat balasan Dira hanya tersenyum simpul. Kafka kadang tak mengerti, mengapa dira suka sekali membalas panjang panjang, dengan huruf vokal yang juga panjang. Lebih tak mengerti lagi ketika Dira ingin bercerita sesuatu namun tidak jadi, dengan alasan, ' Nanti aja. Kan ketemu. Biar jelas.'
Namanya saja Dira. Banyak sekali alasan dikepalanya. Menurut Kafka, Dira unik. Dira tipe wanita yang tak sungkan mengatakan rindu, tak sungkan mengatakan untuk bertemu, walau terkadang ada kala Dira gengsi, hingga raut wajahnya berubah mendadak tak lupa semburat merah di pipi gembulnya. Lebih uniknya lagi, Dira berubah drastis semenjak dekat dengan Kafka. Dira yang dulu sungkan untuk memakai jam tangan. Sungkan memakai makeup. Hobi memakai sendal jepit merah dan sendal jepit distro, katanya. Dan yang terparah, Kaos everywhere everytime. Berbanding terbalik dengan Kafka. Kini, Dira perlahan berubah. Rambutnya terawat, wajahnya terawat, dari sebelumnya yang tandus. Ia belajar merawat diri semenjak mengenal Kafka. Mulai menggunakan makeup walaupun tipis, bahkan sangat. Lebih menonjolkan warna liptint berwarna peach-soft. Dira tidak suka warna mencolok. Jijik. Sebal melihat bibir merah mencolok. Hih!, itu kata Dira.
Kafka: Yaudah siap siap. Kalo udah selese kabarin. Di kos kan?
Dira: Ocaaaay pakbosss
Kafka hanya melirik balasan dari Dira. Ia melanjutkan diskusi dengan temannya sembari menunggu Dira selesai dengan aktifitasnya.
10,20,30, hingga 45menit Kafka menunggu. Itulah Dira. Namun, Kafka tak pernah mempermasalahkan itu. Wajar. Memang kodrat wanita.
Langit Surakarta tiba-tiba berubah mendung. Kafka membuka perangkatnya, melihat wallpaper yang terpasang di perangkatnya. Foto sepatu Dira dan Kafka saat di Gedung Juang. Kafka melayangkan ingatanya pada waktu itu. Dira memakai jaket jeans yang sama seperti milik Kafka, didalamnya memakai kaos putih v-neck beserta jeans hitam favoritnya, juga sepatu putih. Rambut terurai berwarna kecoklatan. Itu Dira.
Dira: Udah siaaappppp
Notifikasi yang muncul dilayar membuyarkan ingatan Kafka. Kafka segera bersiap dan pergi menjemput Dira,
seseorang yang ia tunggu sedari bangun tidurnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
Romance" Tak perlu meminta untuk menetap. yang sekadar singgah akan pergi, yang tersesat segera mencari jalan, yang dalam perjalanan akan segera datang. Aku, sedang dalam perjalanan pulang, singgah, hingga menujumu, rumah. ''