#31

98 3 0
                                    

Berbulan-bulan Kafka lalui tanpa mendapat secuil kabar dari sosok yang telah lama hilang.
Tepat 10 Juni 2020 kemarin, ia menanyakan kabar Dira langsung kepada mamanya. Ia tak bisa menahan pertanyaan yang makin lama makin gila di pikirannya. Dan hari ini, tanggal 12 Juni 2020, Mama Dira hanya menjawab dengan ' Alhamdulillah.'  saja.
Apa artinya?
Makin ganas pemikiran Kafka tentang kondisi Dira. Kafka ragu untuk membalas nya kembali. Ia takut apa yang ia balas ternyata tak sesuai dengan kondisi disana.
Terlihat, Mama Dira mengetik sesuatu.
Dan sampai pada akhirnya, bukan kalimat yang sampai di kolom percakapan mereka.  Mama Dira mengirimkan sebuah foto.
Gambaran yang menunjukkan Dira terkulai lemas. Pucat, tak berdaya. Tubuhnya digerayangi banyak alat medis. Tangan, hidung, dada, begitu banyak selang ditubuh Dira. Pandangan Kafka kabur. Ia merasakan tubuhnya melemas, darahnya berdesir begitu hebat. Wajah dan telinganya memerah.
Kafka tak kuasa menahan rasa yang akhirnya meledak. Kafka meneteskan air mata tanpa sadarnya.
Ini alasan Dira menghilang?
Ini alasan Dira tak kunjung datang?
Inilah dibalik semua alasan mengapa ia tak lagi mengunggah sajak dan bahkan musikalisasi puisi yang indah?
Kafka mengeratkan genggaman ponselnya, mencoba menahan diri agar tak emosi.
Mengapa? Bagaimana ia bisa seperti ini?
' Sejak kapan, tante?' balas Kafka berusaha menguatkan jarinya untuk membalas pesan mama Dira.
' Sudah lama, awalnya hanya divonis bipolar affective dan kepribadian campuran. Tapi, karena tekanan dan perasaan yang memang nggak bisa dicurahkan, ia stress dan akhirnya sakit. Tante dan Om merasa bersalah sudah menekan Dira. Tante menyesal, mas..' balas Mama Dira yang makin membuat dada Kafka sesak.

Sudah lama?  setelah ia pulang KKL? atau sebelum? atau..setelah mereka berpisah? Tenang, Kafka. Tenang.
Kafka berusaha menetralkan dirinya walau nihil ia tak bisa.
' Saya selalu berdoa yang terbaik untuk adek. Tante  dan Om kuat, InsyaAllah adek sembuh dan sehat.' balas Kafka sekuat mungkin. Kafka yang tadinya berniat untuk beranjak pergi dari rumah, mengurungkan niat dan hanya ingin dikamarnya saja. Berusaha menetralkan diri nya dan mencoba berfikir jernih.

Dira, kamu kuat. Aku yakin, kamu bisa. Kamu ga sakit, dir. Kamu sehat. Kamu bilang mau ketemu kan? Ayo, cepet bangun dan kita ketemu. Aku mau kita cerita banyak lagi. Aku..rindu. ' batin Kafka sembari menatap bingkai foto yang terpajang di meja.
Kafka merasakan matanya berat yang serasa ingin menutup rapat. Kepala Kafka pun berdenyut hebat, mungkin karena ia terlampau lelah belakangan ini. Kafka memposisikan diri untuk berbaring. Tak lama, ia memejamkan mata dengan rapat dan nafas yang teratur. Ia terlelap, mencoba berdamai dengan diri sendiri untuk sementara walau di alam sadarnya.
************************************************
Komunikasi Kafka dengan Mama Dira pun kian intens, terlebih Kafka menanyakan secara lanjut perkembangan Dira. Siang tadi, Mama Dira mengabari Kafka bahwa Dira sudah mulai sadar walau tak sepenuhnya. Beliau mengatakan bahwa Dira sudah mulai mengerjapkan mata perlahan, menggerakan jemari lentiknya, dan mulai berusaha mengatakan sepatah dua kata walau terhalang alat penyalur oksigen yang terpasang sebagai pembantu Dira bernafas. Perlahan, Kafka mulai lega. Pikiran jelek Kafka terbayar akan kabar yang didapat langsung. Kafka menjalani hari-harinya pun seperti biasa. Nongkrong di WW atau Beranda Kopi. Berbincang mengenai banyak hal. Canda tawa mereka mengisi kekosongan hari Kafka yang sempat tergerus pemikirannya sendiri beberapa hari lalu.
Kafka mencoba me-rileks-kan diri dengan bertemu banyak orang. Mencoba mencari sesuatu yang baru dan lebih bermanfaat utamanya.
Tak jarang juga ia bertemu dengan Nando dan Cika, membahas tentang lukisan realis Cika, atau menelaah sajak juga puisi yang dikarang Nando. Perlahan, hal yang dulu sempat ia sampingkan kembali muncul, walau kurangnya kehadiran Dira.
Dengan sabar Kafka menunggu kedatangan Dira. Tak hanya Kafka, yang lain pun menunggu kembalinya Dira.
Naya? ia baik-baik saja. Namun, tak sesering dulu ia kumpul dengan Kafka. Mungkin ia sibuk, atau apalah itu alasannya Kafka tak perduli.
Kafka makin rutin menulis sajak, dan menulis puisi yang kemudian ia unggah di media sosialnya.
Tak jarang jua ia kembali aktif meng-cover lagu. Mengekspresikan diri secara bertahap seperti dahulu.
Seperti tadi saat ia di CnB, tanpa sadarnya ia menulis sajak yang menurutnya menggambarkan dirinya kini ditemani secangkir kopi.

Semua orang menatap heran padaku
Katanya aku berbeda tapi entah pada apa
Aku diam saja saat ditanya
Mentok, hanya melempar senyum
Bukan malas menjawab,
Hanya saja itu bukan tanggung jawabku menceritakan rasa yang sudah kubunuh lalu.

Kafka menyesap Cappucino hangat yang ditemani lantunan indah yang diperdengarkan melalui pengeras suara di cafe. Glen Fredly - Akhir Cerita Cinta. Membuang pandangannya ke arah jalanan yang makin sepi kendaraan akibat turun nya hujan. Kafka berusaha menangkap rintik hujan yang jatuh didepan jendela, berharap rintik hujan tadi tak menyesal telah jatuh ke bumi. Kafka tersenyum simpul mengingat segala apa yang telah ia alami dan lalui.
Kini, giliran Kafka untuk menunggu. Mau tak mau, ia harus merebut kembali apa yang telah ia buang lalu. Ia tak mau jatuh seperti rintik hujan tanpa arti. Ia ingin menjadi rintik hujan yang membawa sejuta rindu, dan berharap tanah yang ia jatuhi bisa hidup. Tumbuh menjadi bunga, dan dihinggapi cantiknya penyesap nektar bernama serangga.

KAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang