#16

119 3 0
                                    

Beberapa jam sebelum Dira pulang kerumah, Kafka menuruti kemauan Dira. Berkeliling kota Surakarta, bercengkrama di sepanjang jalan Slamet Riyadi, dan akhirnya mengunjungi angkringan di salah satu kawasan Kauman yang lumayan terkenal sembari menunggu adzan berkumandang. Kafka sering mengajak ke tempat yang biasa ia singgahi. Baik coffeeshop, wedangan, hingga toko sepatu. Semua Kafka beritahu kepada Dira secara perlahan.
Jam menujukkan pukul 7 malam, pertanda bahwa Dira harus segera bersiap di kos agar tak tertinggal travel. Namun sebelum pulang, ia meminta untuk mampir di salah satu tempat yang ia jadikan destinasi wajib untuk meminum fanta float dan ice cream.
Di sepanjang jalan, Kafka menyanyikan beragam lagu yang terkadang ditimpali Dira. Suara Kafka yang merdu mengiringi dingin nya malam kota Solo kala itu. Dira mempererat pelukannya sembari mencuri lirikan dari kaca spion.
Sampai di kos, Kafka tak langsung pergi. Ia menunggu Dira sampai travel menjemput. Kafka menjahili Dira sembari menunggu. Menjahili Dira adalah kegiatan yang diam-diam menjadi favorit Kafka belakangan ini. Ditambah wajah Dira yang seketika memerah apabila Kafka melontarkan kalimat manis.
30 menit mereka menunggu dan travel pun tiba. Dira tak membawa barang banyak kali ini. Hanya tas selempang hitam dan dua buah plastik berisikan es krim dan float yang ia beli tadi.
' Hati-hati, berdoa. Kabarin aku terus, ya?' ucap Kafka lembut menatap Dira.
' Iya pasti, tapi hp Dira low, nanti kalo ceklis berarti mati ya? Hehe.' balas Dira dengan cengirannya. Kafka mengangguk, yang dibalas dengan senyuman manis Dira.
Dira menyalami Kafka seperti biasanya. Memeluk Dira, dan mencium pipi serta kening.
Dira melebarkan senyum hingga dekik nya pun terlihat. Kafka hanya bisa berdoa, agar Dira selamat sampai tujuan dan kembali dengan keadaan sehat.
Kafka mengantarkan Dira hingga kepintu Travel. Dira menggengam tangan Kafka, bak mengisyaratkan jika ia segera kembali.
' Kafka,' panggil Dira tiba-tiba sesaat pintu travel telah dibuka.
' Hm?' balas Kafka. Dira mendekat, dan mengecup lembut pipi Kafka. Kafka terpatung sejenak dan berusaha menguasai suasana, walaupun sebenarnya ia cukup kaget.
' Dah sana, hati-hati.' ucapnya. Dira mengangguk dan masuk ke dalam travel.
Sosok  Dira  kini tak ada lagi di depannya. Pergi menjauh di bawa oleh kendaraan yang membawa ke tempat ia dibesarkan. Kafka masih termenung di tempat yang sama saat masih ada Dira. Kafka membalikkan badan, dan segera meninggalkan tempat tersebut. Ia memasang helm, dan menancap gas. Menyusuri malam dan hari esok untuk sementara tanpa Dira, yang selalu ia harap kembali dengan selamat.

Berhari-hari Kafka menjalani tanpa hadir nya sosok Dira, namun komunikasi tetap berjalan lancar. Tapi ada yang aneh, mengapa ia merasa ada yang beda?
Mungkin, karena Kafka tipe lelaki yang tak bisa hubungan jarak jauh. Kafka terkadang merasa malas membalas pesan Dira, walau pada akhirnya pasti ia balas. Sampai pada di penghujung 2019, Kafka merasakan titik perbedaan yang amat sangat. Entah dari dirinya, Dira, atau.. alam. Kafka tak mengerti. Ia sama sekali berubah walaupun perlahan. Jarang menghubungi Dira, bahkan kata-kata yang menurut Dira mungkin kasar dengan mudahnya ia lontarkan.
Kafka menganggap itu biasa saja, namun entah menurut Dira. Toh di fikiran Kafka sekarang, Ia tak peduli.
Secepat itu?
Entahlah.
Benar memang tak peduli, atau tidak. Hanya Kafka dan Tuhan yang tau.

KAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang