#35

107 5 0
                                    

Tak ada lagi kabar dari Naya atau Kafka melihat kehadiran sosok Naya disekitar, mungkin hampir dua minggu lamanya setelah kejadian. Kafka pun belum diberi kesempatan bertemu Dira.
Kafka bertanya pada teman sekelas Dira, Beks dan Ardi mengenai kehadiran Dira dikelas.
Pun Dira belum kembali mengikuti pembelajaran seperti biasa. Kafka berfikir bahwa Dira hanya di dalam kos. Ia pun meminta tolong Bita agar ke kos Dira, namun Bita belum sempat berkunjung kesana.
Kafka yakin Dira baik-baik saja di kos. Terlebih, unggahan di sosial media Dira mulai kembali muncul. Dira kembali merangkai sajak indah seperti biasa, sedangkan Kafka? Jelas menikmatinya.
Kemarin, Mama Kafka bertanya perihal Dira, dan sekali dua kali Kafka berbohong menjawab pertanyaan Mama. Ia ditanyai seribu pertanyaan yang diantaranya menanyakan posisi Dira, dan apakah hubungan 'pertemanan' mereka kian membaik atau malah sebaliknya. Kafka berlagak cuek bahkan tak jarang ia diam, tak berniat sama sekali menjawab pertanyaan Mama yang malah makin membuat Kafka kalut.

' Mas, nanti aku ke kos Dira. Mau disampein apa gitu?' tanya Bita yang kala itu memecah keheningan diantara indahnya senja hari selasa.
' Gausah, gausah bilang apa-apa tentang aku. Pastiin aja keadaannya baik.' jawabnya. Bita mengangguk dan memasukan satu sendok penuh nasi khas wedangan. Tiba-tiba, Kafka menatap Bita. Bita yang merasa ditatap, membalas tatapan Kafka dengan tatapan aneh.
' Apaan si, gajelas bener.' ujar Bita yang menunjukan ekspresi jijiknya. Kafka kembali memasang wajah datar atas ucapan Bita.
' Bego.' ucap Kafka tiba-tiba. Bita makin menunjukan ekspresi jijik, yang membuat Kafka sebenarnya ingin melempar wajahnya dengan satu gelas penuh es kampul.
' Ngaca ya' jawab Bita santai sembari mengunyah.
' Eh bit,' kembali ucap Kafka.
' Apalagi?' singkat dan penuh kejutekan ala Nabita. Kafka mengeluarkan cengirannya yang menunjukan dua gigi kelinci imut khasnya.
' Apa si ah, ga sehat emang.' Bita menggeser posisi duduknya, semakin memberi jarak antara Kafka dan dirinya.
' Pengen berak ' ucap Kafka tanpa dosa. Bita memasang wajah jijik untuk kesekian kali melihat tingkah sahabatnya yang notabene lebih tua darinya dan Dira.
' Ya berak lah. Cari pasir, langsung kokang.' balasnya. Kafka tertawa mendengar balasan Bita.
' Ga ngerti kenapa Dira ama mas sama sama idiotnya. Pantes nyambung' ujar Bita yang diikuti gelengan kepala heran.
' Hahaha becanda,' jawab Kafka.
Suara dering panggilan masuk terdengar dari ponsel Bita. Nama 'Diraaaaaaaaaaaa' terpampang dilayar yang juga menampilkan foto profil kontak Dira.
Bita segera mengangkat panggilan tersebut dan mengaktifkan loudspeaker agar Kafka juga mendengar percakapan mereka.
' Gimana ukhti? ' tanyanya santai.
'Kangen' balas Dira. Bita yang mendengar suara berbeda dari Dira yang kian serak sempat kaget.
' Emang ngangenin. Kamu dimana ini?' tanya Bita. Kafka terus terang rindu akan suara Dira yang dahulu sering mengucap rindu padanya.
' Dikos,'
' Sini. Aku nggak ada temen disini. Sepi banget.' ucap Dira yang suaranya terdengar agak menghilang. Kafka mengangguk menandakan bahwa Bita memang harus segera kesana.
' Ya nanti kesana, ini lagi di gramedia' ujarnya bohong. Kafka terus memasang telinga seakan ia tak mau kehilangan sepatah kata.
' Punya buku baru ga?' balas Dira.
' Ada, nih bawa. Aku abis borong banyak, maklum mendadak crazy rich.'terdengar hanya kekehan dari sebrang sana.
' Yaudah buru sini' kembali ucap Dira.
' Otiway ukhti' balas Bita yang diputus panggilan oleh Dira.

Bita melihat kearah Kafka yang terlihat jelas raut wajahnya merindukan akan sosok Dira.
' Gimana? Ente puas?' ujar Bita. Kafka mengacungkan jempol setelah mendengar percakapan singkat tadi.
' Ana puas ' balas Kafka. Bita langsung bangkit dari duduknya, pertanda bahwa ia harus segera menemui Dira yang memang sudah lama tak ia temui.
' Aku yang bayar. buru sana' ucap Kafka yang melihat Bita melemparkan raut wajah senang.
' Tau, makanya aku gabawa dompet.' ujar Bita yang diikuti dengan tawaan.
' Sana udah' usirnya. Bita segera bersiap dan langsung meluncur ke kos Dira.
Bunyi motor Bita tak lagi terdengar, hanya terrdengar suara motor lain yang melintas tepat di depannya. Kafka menatap Keraton Kasunanan yang berdiri kokoh didepannya ini, lalu mengalihkan pandangan nya kearah menara di dalam Keraton yang tampak menjulang tinggi dengan jelas dari luar area keraton. Kafka perlahan menarik ujung bibirnya keatas, seakan melempar senyum pada seseorang.
' Gusti niku sae, nggih. (Tuhan itu baik,ya)'
ucapnya lirih, menatap entah pada siapa diatas sana.

KAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang