Berhari-hari Kafka menghabiskan waktu dirumah Dira dengan perasaan yang sungguh ia rindukan, terutama hangatnya keluarga. Disuguhi teh hangat dipagi hari, bercengkrama perihal ini itu, mencium bau aroma khas masakan rumahan, semua Kafka impikan. Akhirnya setelah 11 tahun menanti, ia bisa merasakan kembali.
Lima hari dirumah Dira membuat Kafka mengukir banyak kenangan indah. Kafka yang tadinya perduli akan ponselnya, dengan sekejap tak merasa butuh benda elektronik itu lagi.
Ada pertemuan pun pasti ada perpisahan. Mereka dengan berat hati harus meninggalkan tempat persinggahan yang mengukir manisnya kenangan karena kewajiban pendidikan di kota Surakarta.
Selama perjalanan menuju stasiun, Kafka tak banyak bicara. Ia hanya berdiam diri menatap jalanan dan merekam setiap perbincangan yang dibahas. Kafka tak mau pergi sebenarnya. Namun, ia yakin, suatu saat nanti ia pasti akan singgah kembali, dan mungkin akan menetap di Kota Ikhlas ini.'Hati-hati ya dek, mas. Jangan sampe ada yang ketinggalan. Di cek lagi. Udah Mama bawain minum di kresek jajanan ya jadi nggak usah beli lagi.' pesan Mama. Kafka menatap Mama Dira lembut. Kafka merindukan sosok ibu yang perhatian. Dira melirik Kafka, lalu menepuk bahunya pelan. Kafka tersenyum, menandakan bahwa ia tak apa.
' Siap mamaa!' balas Dira.
' Mas kafka, makasih sudah jagain dek Dira ya,' timpal Papa tiba-tiba. Kafka kaget mendengar ucapan Papa Dira.
' E-eh iya om, sama-sama. Saya pasti selalu usahakan untuk menjaga Dira semampu saya.' ucap kata penuh yakin.
Dira memeluk Papa dan terlihat menahan tangis. Saat Dira bercengkrama dengan Papa, Mama Dira mendekat kearah Kafka.
' Mas Kafka, tante minta tolong jaga dek Dira. Dek Dira anaknya mudah sakit dan masih sulit diatur. Jadi tante mohon dan minta tolong bantuan mas kafka untuk membantu tante ya?' bisik Mama Dira pelan. Kafka mengangguk mengiyakan, pertanda ia menyanggupi dengan sepenuh hati atas perkataan mama Dira.
' Iya tante. Saya akan menjaga Dira, sebisa dan semampu saya.' balas Kafka dengan berbisik jua.
Informasi keberangkatan kereta telah diperdengarkan melalui speaker dengan cukup lantang, menandakan waktunya untuk berpisah. Kafka segera menyalami kedua orangtua Dira yang diikuti Dira dengan pelukan. Jelas, Kafka menahan haru nya. Memang secepat itu waktu.
Yang ditunggu pun akhirnya tiba, kereta joglosemarkerto pun datang menjemput dua insan tersebut dan penumpang lain.
Kafka sesekali melirik kedua orangtua Dira dari jauh dengan tatapan haru nan sayu.
Selamat tinggal, terima kasih atas segala kenangan, batinnya.Lima jam perjalanan menuju Surakarta pun di isi dengan penuh canda tawa. Gerbong tiga menjadi saksi atas segala cerita mereka berdua. Kafka sangat menikmati liburan singkatnya kali ini di kota orang, walau hanya berbekal tekad dan nekat. Berkesan, itu yang menggambarkan beberapa hari belakangan di kota Dira dibesarkan.
Pukul 17.40 wib, dering informasi kedatangan menyambut mereka berdua di Stasiun Balapan. Kafka segera mengangkat barang-barang yang dibantu oleh Dira.
' Yeay, sampe juga!' ucap Dira kegirangan. Kafka menatap Dira.
Menurutmu ini menyenangkan, tidak bagiku. batinnya.
' Langsung pulang?' tanya Kafka.
' Ke kos dulu taroh barang, makan, baru deh pulang.' jelas Dira. Kafka mengangguk, pun ia tak merasakan lelah sama sekali.
Beberapa waktu mereka menunggu ojol yang telah dipesan, dan tanpa instruksi mereka pun langsung menuju ke alamat yang telah tercantum di aplikasi.
Tak lama, mereka tiba di Kos Dira. Kafka menunggu dibagian bawah Kos sesambi mengikat tali sepatunya, dan munculah kembali sosok gadis yang telah berganti pakaian.
' Ayooo!' ucap Dira. Kafka mengambil motor yang di parkiran sedangkan Dira sudah menunggu di luar.
' Wedangan atau apa nih?' tanya Kafka. Dira mengangguk.
' Wedangan mana?' tanyanya lagi.
' Manahan atau ringin? atau Keraton? dimana aja deh, bebas.' balasnya. Kafka menuruti keinginan Dira dan segera menancap gas menuju tujuan.
Tak terlalu ramai seperti biasa. Dalam perjalanan pun mereka saling bercerita akan hal ini itu yang terjadi di Pemalang. Baik saat bertemu teman Mama, bertemu Budhe Annah, atau bahkan saat mereka mengitari alun-alun kota walau hanya sebentar.
15 menit perjalanan dan akhirnya tiba di Wedangan Keraton, tempat yang sering mereka kunjungi berdua, atau bahkan bersama Bita dan Bila.
Pedagangnya pun sudah mengenal mereka karena seringnya instensitas mereka berkunjung.
Seperti biasa, nasi bandeng dan es kampul serta gorengan bakar dan usus mengisi perut.
Kafka melihat sekitar area Keraton, terutama Menara yang ada di kawasan dalam Keraton Kasunanan tersebut. Kafka tersenyum. Senyum yang menandakan bahwa ia bahagia.
' Lagi seneng ya?' sela Dira ditengah lamunannya. Kafka terdiam, masih bergelut dengan pikirannya.
Dira mencubit pelan pipi Kafka, dan Kafka tersadar. Kafka tersenyum melihat Dira, menjawab pertanyaan yang ia lontarkan tadi.
Seakan Dira mengerti jawaban Kafka, Dira langsung memeluk Kafka tanpa ragu, tanpa malu. Kafka pun merespon. Tak perduli jika di lihat banyak orang, persetan akan hal itu. Toh, mereka bahagia.
' Ayo pulaang, dira ngantuk.' ucap Dira setelah menghabiskan makananya. Atas permintaan Dira, Kafka menuruti dan memulangkan Dira.
Kafka menikmati udara malam dengan atmosfer yang berbeda, mungkin karena ia sedang merasakan bahagia. Selama diperjalanan pun Kafka merasakan Dira memeluknya, sesekali Kafka mengelus punggung tangan Dira yang melingkar di pinggangnya.
Kafka melihat raut wajah mengantuk Dira dari spion, yang menandakan bahwa 'wanita' nya itu sangat lelah. Kafka menancap gas agak lebih cepat dari biasanya agar Dira bisa segera istirahat. Dan benar, saat ia sudah memulangkan Dira, ia langsung istirahat. Terbukti, chat Kafka pun tak menandakan adanya tanda-tanda balasan atau dua centang abu-abu pada layar percakapan. Kafka memaklumi itu, terlebih Dira memang gampang lelah dan mudah sakit.Terimakasih untukmu, Dira.
Terimakasih telah membuat nyata segala rinduku.
Terimakasih telah menyuarakan segala pintaku.
Kini aku tau,
Aku punya jutaan alasan untuk tetap menjagamu dengan caraku
Jangan satu kalipun kau tanyakan mengapa
Yang harus kau lakukan, hanyalah menikmatinya.
Bukankah dijaga dengan rasa adalah impian setiap manusia?
Untukmu, aku mengabulkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
Romance" Tak perlu meminta untuk menetap. yang sekadar singgah akan pergi, yang tersesat segera mencari jalan, yang dalam perjalanan akan segera datang. Aku, sedang dalam perjalanan pulang, singgah, hingga menujumu, rumah. ''