Tiap waktu Kafka ukir kenangan manis dengan Dira. Mungkin ada sering kalanya Kafka bosan, namun tidak jika bertemu dengan Dira. Dira pun begitu, tentunya. Tak pernah merasa bosan dengan sesosok 'Kafka' yang notabene nya hanya lelaki biasa yang diberi kesempatan hingga umur yang ke-21 tahun. Dira tak pernah malu mengatakan jika ia 'bucin' atau biasa disebut budak cinta oleh anak zaman sekarang.
Sedangkan Kafka? berkebalikan jauh dengan Dira. Ia benar-benar tipe lelaki yang kondisional. Jika Kafka bahagia, ia mengakuinya. Jika tidak? pun ia mengakuinya, walau hanya diam saja, kecuali jika ditanya. Toh, tak ada yang pernah berani bertanya hal semacam itu.
Selama diangkringan pun Kafka lebih banyak mendengarkan cerita Dira. Terkadang Kafka heran, apa tidak capek mulut Dira selalu bercerita ini itu tanpa henti. Dira selalu menceritakan apapun kepada Kafka. Ibaratnya, Kafka bak buku diary hidup Dira. Hal terpenting hingga tidak selalu ia tuangkan. Berbagai ekspresi, rasa, pun Kafka selalu tahu, bahkan dengan mata kepala sendiri.
' Kafka, kemarin tuh ya dikelas Dira tuh masa ribut. Aku gatau kenapa sebabnya, abis banyak banget topiknya. Udah gede padahal ya masih aja ribut di grup kelas.' singkat cerita Dira sesambi memakan sate usus favoritnya. Kafka mendengarkan dengan betul tiap kata yang dilontarkan Dira sambil meminum es kampul favoritnya juga.
' Terus piye? (terus gimana?). ' jawab Kafka.
' Ga ikut-ikut to. Takut. aku ga ngerti apa apa.' balas Dira sambil mengunyah sate organ dalam lahap dengan menaikan kedua alisnya.
' Sama sama manusia, makan nasi kok takut. Tuhan yang ditakutin, bukan manusia.' timpal Kafka santai namun tegas. Ya, Kafka tak takut akan apapun. Kafka juga tak sungkan membogem mentah wajah siapapun itu tanpa instruksi, dengan catatan, jika ia 'disenggol' atau ada yang membuatnya tak suka. Itulah Kafka, keras sebenarnya. Kafka pun tak pernah main-main atas ucapannya. Jika ia bilang A, sudah wajibnya menjadi A atau harus terlaksana.
' Maksudnya tuh ga takut gituan. Takut disini tu ya barangkali disangka yang engga-engga. Padahal kan emang gatau apa-apa. Aku gamau berantem juga.'
tukas Dira membela diri. Kafka melirik Dira sesambi memainkan sedotan miliknya. Kafka diam-diam menatap Dira. Memang berbanding terbalik kita, ya. batin Kafka. Dira tak suka keributan, sedangkan Kafka menyukai itu walaupun ia cenderung orang yang 'damai hati.' . Namun, entah apa yang difikirkan Kafka, menurutnya 'berantem itu menantang.'
Kafka memang jagonya main tangan. Pun Kafka mengakui itu. Ia memang mudah melayangkan tangan hingga jurus andalannya kepada orang-orang tertentunya saja. Badannya pun sekeras besi. Dira sampai menggelengkan kepalanya tatkala memeluk atau memegang punggung Kafka.Memegang punggung?
Ah, Dira sangat menyukai punggung Kafka. Dira bilang, punggung Kafka tegak. Maka dengan itu hobi Dira selain rebahan adalah memegang bahu Kafka.Dira mengusap matanya perlahan lalu menguap. Dira mengantuk, lantas menatap Kafka. Kafka faham akan kode yang mata Dira buat. Kafka beranjak dari tempat duduk, membantu Dira bangkit jua dari duduknya, dan memilih untuk mempulangkan Dira ke 'istana' nya untuk beristirahat, walau batin Kafka berfikir heran, tumben saja jam segini ada kantuk yang hinggap.
Selama diperjalanan pulang, Dira hanya diam. Pun begitu dengan Kafka. Kesal? tidak. Dira mengantuk. Sangat. Entah apa dan sebabnya ia menjadi sangat mengantuk. Kafka bersiul serta menyanyi lirih.
Dalam kuingat,
Suara terdengar,
Jangan berubah, Jangan berubah.
Lirik yang ia tembangkan indah nan merdu khas suara seraknya menemani malam menuju esok yang mereka harapkan selalu indah seperti waktu ini.
Rancang Rencana, salah satu lagu wajib menurut Kafka selain Pilu Membiru, masih dengan pelantun yang sama.
Lirik yang selalu membuat Kafka tenang dan terhenyak.Ya, Rancang Rencana. Tuhan telah menciptakan segenap rancangan rencana yang indah untuk Kafka. Apakah Kafka bisa melewati?
Pasti, dan itu yakin.
Walau mungkin akhirnya 'mati',
Ia tak akan pernah merasa rugi.
Sebab Tuhan tau, mana rencana yang pantas untuk di persembahkan untuk hamba-Nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
Romance" Tak perlu meminta untuk menetap. yang sekadar singgah akan pergi, yang tersesat segera mencari jalan, yang dalam perjalanan akan segera datang. Aku, sedang dalam perjalanan pulang, singgah, hingga menujumu, rumah. ''