Ponsel Kafka bergetar tepat setelah ia sampai di tujuan yang sudah ia prediksi dirumah, WW. Ada pesan dari Dira.
' Oh yaudah hati-hati. Dira tadi ditelfon Mamah, hehe maaf ya baru bales. Jangan lupa sarapan,Kafka! ' isi pesan yang barusan ia baca. Kafka melepas helm dan membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan dengan menatap diri di kaca spion.
' Iya, ini udah di WW.' balasnya. Kafka segera masuk ke WW karena sinar matahari sangat terik kali ini, membuat kulit Kafka terasa terbakar.
Seperti biasa. ada Mas Deri dan satu karyawan nya.
' Es kampul 1, mas.' ucap Kafka sambil menyalami Mas Deri dan karyawannya.
' Siap, bro. ' ucap karyawan Mas Deri.
' Dira mana?' tanya Mas Deri seketika. Mas Deri kenal Dira, karena sengaja Kafka pertemukan dengannya. Bahkan, Mas Deri pun mengerti beberapa mantan Kafka.
' Baru bangun, mas. ' ucapnya santai sambil mendudukkan diri di sofa dan terasa ponsel nya kembali bergetar.
' Okay. Oh iya, nanti anterin Dira beli roti buat Mama ya. Sekalian belanja bulanan, terus sama beli jajan. Hehe. '
' Iya. Kabarin kalo udah siap' balas kilat Kafka. Kafka melihat ke jalanan yang mulai padat. Cuaca yang panas membuat Kafka sebenarnya malas ingin keluar, namun jika tidak, bisa-bisa Kafka mati dalam keadaan bosan di kamar.
Dira tak lagi membalas pesan, mungkin sedang bersiap. Kafka tak pernah masalah apabila diminta untuk menemani belanja bulanan, Toh itu juga membuat Dira senang. Terlebih, Kafka tak pernah masalah akan hal itu. Kafka senang membantu.
Sekitar 30 menit Kafka menunggu dan akhirnya Dira membalas pesan jika ia sudah siap. Kafka beranjak dari duduknya dan segera menjemput.
' Mas, keluar dulu.' pamit Kafka sambil menyodorkan uang.
' Lho, kemana. Tumben bentar.'
' Dira to biasa. Hehe.' cengir Kafka. Mas Deri terkekeh melihat tingkah adiknya ini. Adik?
Ya, Mas Deri sudah menganggap Kafka seperti adik sendiri.
' Yowes, hati-hati. Jangan ngebut, macet jalanan.'
' Iya, mas. Mas, pamit dulu nggih.' pamit Kafka kepada salah satu karyawannya juga.
Kafka menjemput Dira dengan keadaan alam yang sangat panas. Semoga, panas cuaca kali ini bisa teredam dengan sentuhan juga tawa Dira yang membuat Kafka lupa akan cuaca.
*************************************************
Kafka melihat Dira yang sudah berdiri didepan kos, bahkan sudah memakai helm-nya. Dira menatap Kafka dari kejauhan, dan seperti biasa mengeluarkan cengirannya.
' Hehe ayo'
' Kemana?'
' Ya tadi udah aku sebutin.'
' Lupa'
' Dasar tua!'
' Emang tua'
Dira berdiam setelah percakapan kecil yang ia mulai. Dira segera membonceng dan memegang pinggang Kafka, melihat Kafka dari sisi kanan spion.
' Ayo. panas kafka,' ucap Dira diikuti dengan tatapan seriusnya. Kafka terkekeh geli melihat raut wajah Dira yang sok serius.
' Toko yang biasa, kan?'
' Iya, dimana lagi selain disitu yang murah.'
' Oke'
Mereka segera menuju ke toko yang dimaksud. Toko langganan Dira saat belanja bulanan. Menurutnya, toko tersebut adalah toko termurah sepanjang masa, bahkan ia sempat membandingkan dengan harga di daerah asalnya.
Beberapa menit, mereka sampai dan segera berbelanja.
Kebutuhan mandi, kebutuhan dapur, kebutuhan ruangan, dan yang terpenting, kebutuhan perut Dira.
Satu per-satu dibacakan oleh Kafka seperti daftar yang telah Dira kirimkan melalui pesan.
' Kafka, boleh jajan ini?' tanya Dira sesambi menunjukkan jajanan yang terlihat dengan jelas dicampuri dengan bumbu-bumbu berwarna-warni.
' Nggak, ga sehat.' ucap Kafka. Dira menuruti perkataan Kafka, karena Kafka tak mau Dira sakit konyol karena mengkonsumsi makanan seperti itu. Terlebih, Dira anak yang mudah sakit dan Mama serta Papa Dira pun telah memercayai Kafka untuk menjaga Dira saat jauh dari orangtua nya.
' Total 150 ribu, mba.' ucap kasir toko.
Kafka mengambil belanjaan dan menaruh nya di motor. Lalu, disusul Dira dari arah dalam yang sebelumnya membayar hasil buruannya tadi.
' Kemana lagi?' tanya Kafka. Dira tampak berfikir sejenak.
' Dira mau beli parfume, superindo aja kali ya?'
' Oke' balas Kafka.
Perjalanan menuju superindo lumayan dekat, hingga tak ada 20 menit mereka sampai di tujuan kedua.
Mereka menyusuri lorong demi lorong supermarket. Dira mengikuti Kafka dibelakangnya sambil memegang kemeja bagian belakang layaknya anak ayam yang mengikuti sang induk.
' Ini!' pekik Dira saat melihat barang incarannya ditemukan.
' Enak nggak?' tanya Dira sesambi menyodorkan ujung parfum ke indera penciuman Kafka. Kafka dan Dira sama-sama penyuka parfum, dan bau parfumnya pun hampir sama.
' Kaya permen, enak. Itu aja.'
' Tapi yang ini enak,' kembali di sodornya parfum merk lain dengan bau yang hampir sama.
' Yang tadi lho enak'
' Atau ini?' tunjuk salah satu merk parfum yan cukup terkenal.
Kafka menatap satu-satu parfum yang terpajang.
' Terserah mau yang mana, kan kamu yang pake.'
' Menurut kafka yang mana?' kembali ia bertanya dengan tatapan mengarah ke rentetan stok parfume.
' Yang awal'
' Yaudah deh.' Dira mengiyakan. Kafka menggandeng tangan Kafka sambil menyusuri salah satu lorong yang panjang berisikan perlengkapan ulang tahun.
' Lilin! ' kembali Dira memekik dengan suara melengkingnya.
' Mau yang kecil-kecil banyak ah,' tutur Dira pada dirinya sendiri. Kafka melihat deretan lilin yang terpajang. Mulai dari yang berbentuk angka, hingga mini size.
' Kafka, angka atau yang kecil-kecil?'
' Kecil-kecil. lebih lucu.' kembali Dira mengiyakan saran Kafka. Dira melihat sekitar, ada topi ulangtahun, dan segala kebutuhan ulang tahun. Niat Dira, Dira ingin merayakan ulang tahun Mama bersama Papa dan juga Kafka.
' Topi....'
' Gausah, ribet bawanya. Yang penting niatnya merayakan. Hemat juga.' potong Kafka disaat Dira ingin melanjutkan ucapannya. Dira mengerucutkan bibir seperti biasa.
' Kan biar lucu..' lirih Dira menatap balon dan juga semprotan khas pesta ulang tahun.
' Nanti dihias yang bagus pake lilin, aku yang hias.' ucap Kafka sembari menarik Dira meninggalkan lorong yang membuat Dira ingin membeli ini itu. Kafka dan Dira kembali menyusuri lorong, dan akhirnya tiba di tempat pembayaran.
Petugas Kasir menghitung jumlah total biaya yang dibeli Dira, dan Kafka sedari tadi menunggu Dira di depan kasir pembayaran.
Dira terlihat membawa barang belanjaan yang kemudian di ambil alih oleh Kafka. Kafka menggandeng kembali tangan Dira dan keluar menuju tempat parkir dengan wajah yang seperti biasa, datar.
' Abis ini, beli roti ya. Rotinya tart atau roti biasa aja ya? Atau donat?' ucapnya sesambi memakai helm setelah tiba di parkiran. Kafka mengaitkan helm Dira seperti biasa.
' Mama sukanya apa?'
Dira berfikir sejenak.
' Mmm.. Cokelat. Mama suka hal-hal yang berbau cokelat. Brownies Amanda!' tutur Dira dengan penuh antusias.
' Yang deket keraton aja kalo gitu, kan ada.'
' Huum, ngikut aja. Lagian aku juga gatau daerah sini.'
Tanpa babibu, mereka langsung menancap gas menuju tempat yang disarankan Kafka untuk ketiga kalinya.
Ramai. Brownies Amanda di daerah ini memang cukup terkenal dan seringkali ramai, terutama di kunjungi bagi pelancong dan juga ojol yang juga terkadang singgah.
Dira memasuki toko tersebut dengan mata berbinar. Tercium bau khas yang menggugah selera. Kafka juga menyukai Brownies, sama seperti Dira.
Dira memilih dan melihat varian yang tersedia. Namun tetap saja pilihannya jatuh kepada Brownies Original favorit Mama.
Tak lupa, Dira juga membeli untuk nenek dan juga budhe nya.
Kafka melihat Dira berbelanja. Saat berbelanja, memang Kafka hobi melirik dan mencuri pandang terhadap Dira. Menurut Kafka, Dira memiliki sisi dewasa yang tak terduga. Walau terkadang seperti anak kecil, tak jarang Kafka kagum terhadap sikap kata dan juga pemikiran Dira. Dira cerdas, kreatif dan memiliki segudang kemampuan yang sebenarnya mampu mendongkrak nama nya. Namun, Dira tetap Dira dengan pemikiran pendek dan sifat batu nya. Memang Kafka lah yang harus membantu melawan dan juga mendorong sifat jelek Dira.
' Udah jam setengah 6, ayo pulang. Bentar lagi travelnya dateng. Katanya, jam setengah 8 harus udah siap.' kembali tuturnya. Kafka mengiyakan dan segera memulangkan Dira.
Bersama Dira, memang waktu terasa sangkat singkat. Apapun ia lukis dan tulis bersama Dira, dan selalu tentang Dira. Bak tokoh utama dari tiap goresan pelukis dan coretan penulis.
Cara Kafka memandang Dira, menggoda Dira, membuat Dira bingung dan kaget, bahkan menangis, semua Kafka lakukan demi melihat dan merekam segala tentang Dira.Namun terkadang terlintas di fikiran Kafka,
Setiap hari kita melewati jalan yang sama,
Tak sekali pun tersampaikan oleh Dira tentang ketakutan akan kehilanganku.
Sebegitu yakinkah kamu,
akan baik-baik saja jika tanpa aku?
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFKA
Romance" Tak perlu meminta untuk menetap. yang sekadar singgah akan pergi, yang tersesat segera mencari jalan, yang dalam perjalanan akan segera datang. Aku, sedang dalam perjalanan pulang, singgah, hingga menujumu, rumah. ''