thirteen

1.9K 143 12
                                    

Selamat membaca 🧘

Mahen menoleh ke belakang, dia seperti mendengar suara yang sangat dia kenali. Dua orang itu sedang asik bercengkrama terkadang terselip canda tawa diantara mereka. "Alma?" Gumam mahen. Banyu yang mendengar itu menoleh ke mahen.

"Kenapa bro?" Tanya banyu. Banyu dan gadis hijab itu mengikuti kemana pandangan mahen. "Oh cewek yang waktu itu lu bawa.. ternyata dia cewek Ade Lo?"

Mahen terkejut dia menatap banyu meminta penjelasan. "Liat deh cocok banget ya mereka, mana bajunya kembaran." Mahen tak menjawab, namun dia terus memperhatikan kegiatan dua insang tersebut.

Mahen bangkit, "mau kemana hen?" Tanya gadis hijab itu, mahen menatap gadis itu "sebentar." Mahen pun meninggalkan gadis itu dan melangkahkan kakinya menuju Alma dan juga biru disana.

"Al.." panggil mahen, dua sejoli itu terdiam. Alma menatap kak mahen gembira, pasalnya dia bertemu lagi dengan lelaki bak malaikat satu ini. "Kak mahen? Udah Dateng?" Tanya Alma. "Terus temen kakak?"

Mahen tak menjawab pertanyaan Alma, " kalian kesini juga?" Ucap mahen. Mahen ingin meminta penjelasan mengapa Alma pergi meninggalkan nya tadi, walaupun dia tau bahwa Alma bersama dengan adiknya. Namun dia ingin minta kejelasan langsung.

"Iya ka.. duduk ka." Mahen duduk, "hmm...maaf ka, tadi aku pergi ga bilang kakak, tadi tau tau ada orang yang nyulik aku, katanya sih permintaan maaf."

Mahen terus menatap Alma, biru yang mendengar itu angkat bicara."ya emang bener kan."  Alma menoleh.

"ya tapi tidak dengan penculikan seperti itu."

"Lalu, ah..apa aku harus memakai pesawat dan minta maaf padamu? Oh c'mon, itu gila." biru memutar matanya.

"Lo katanya mau ketemu banyu?" Tanya biru ke mahen, pasalnya sedari tadi mahen hanya terus memandang Alma dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

"Udah, dia ada di meja sana." Mereka berdua menoleh ke arah meja diseberang sana. Disana banyu melambaikan tangannya sambil tersenyum.

Tak berapa lama banyu dan gadis berhijab itu bangkit dan menyusul ke meja Alma dan juga biru. "Gimana kalo kita gabung?" Usul banyu.

"Silahkan ka." Ucap Alma ramah.

"Gue belum bilang boleh." Biru berucap ketus. Alma menoleh ke biru.

"Kenapa? Semikian banyak akan semakin seru." Protes Alma.

"Ya tapi.. sudahlah terserah."

Alma pun tersenyum ke biru, "terimakasih ya bi.."

Mereka kini bercengkrama bersama, tertawa dan menikmati hidangan dengan nikmat. Namun di dalam itu semua kak mahen tak suka melihat kedekatan sang adik dengan wanita di hadapannya itu. Mahen hanya diam, sesekali dia melirik Alma dan biru yang asik sendiri.

Ponsel Alma berdering, Alma mengambil ponselnya di dalam tas. Alma izin pamit ke toilet untuk mengangkat telepon, "sebentar ya semua. Aku ke toilet." Alma bangkit, mahen terus menatap Alma yang pergi, biru yang sedari tadi asik makan menoleh, melihat bagaimana sang kakak yang terus menatap Alma.

"Dia hanya ke toilet." Ucap biru, membuyarkan lamunan mahen. Gadis berjilbab menepuk pundak mahen, "kamu gak papa?" Wanita itu mengusap nya lembut. Mahen menganggukan kepala.

Biru menatap gadis berhijab yang duduk di samping kakaknya. Merasa terus di perhatikan gadis itu memperkenalkan diri. "saya teman mahendra, Lia."

...

_iya ayah.._

_...._

_ko bisa? Emang ayah ngapain sih sampe dituduh gjtu?_

_...._

_tapi gak mungkin ayah..aku ga punya uang sebanyak itu._

_..._

_baik ayah.. nanti aku kirim._

Sambungan pun terputus. Alma menghela nafasnya, "pekerjaan apa yang sebenarnya ayah lakukan?" Semenjak kematian sang ibu, Alma sudah tidak di biayai oleh sang ayah. Yang ada sang ayah malah selalu memintanya untuk mengirim uang.

"Duit dari mana? 100juta?" Alma tertunduk lemas di atas closet tangannya ia gunakan untuk menyangga kepalanya yang tertunduk.

Pikiran Alma buntu. "Seratus juta? Pegang uangnya aja belum pernah dan sekarang ayah minta uang sebanyak itu ke aku?"

Untuk bangkit saja kakinya benar-benar lemas. Namun Alma tetap harus segera keluar, dia tak mau yang lain menunggunya.

Alma keluar dengan lesu. Saat membuka pintu toilet Alma dibuat kaget pasalnya disana biru berdiri bersandar pada tembok sambil melipat kedua tangannya di atas dada.

Biru menoleh saat dia melihat Alma keluar, biru mendekat ke Alma memegang pundak gadis itu, "kamu lama banget tau ga.. aku pikir kamu tertidur di dalam."

"Tidak bi.."

"Muka kamu pucat. Kita pulang sekarang."

"Tapi.. yang lain, kak mahen?"

"Tidak ada tapi.. kak mahen sudah pulang. Kamu pucat banget sekarang. Akhirnya Alma pun mengangguk setuju.

..

Di mobil Alma hanya terdiam, dia terus memandang keluar jendela mobil. Melihat perubahan sifat biru mencoba bertanya. "Ada apa al?"

Alma kaget, dia menoleh ke biru. "Tidak bi.. aku hanya rindu negara ku?"

"Kapan kamu pulang..ah bukan maksud mengusir, tapi disana kamu pasti banyak pekerjaan atau kehidupan yang lain?"

Alma tersenyum. "Mungkin lusa."

"Bi.."

"Iya."

"Apa kamu tau kerja Dengan gaji besar? Kerja apa saja." Biru menatap manik mata Alma yang putus asa, ada apa dengan alma  semenjak mendapat telpon sikapnya berubah, khawatir biru.

Biru berfikir sejenak. "Kamu ingin bekerja?"

Alma mengangguk mantap."iya..apa kamu tau?"

Biru mengangguk kepala.

"Tapi berlaku di Indonesia. Aku hanya membawa KTP SIM dan paspor. Apa bisa?"

"Bisa.. untuk sementara, berjalannya waktu kamu harus melengkapi berkas tersebut."

"Sungguh." Ucap Alma bahagia, Alma menatap biru dengan berbinar, dia memegang lengan biru. Biru tersenyum, dia mengelus tangan Alma.

"Iya Al..besok pagi kamu siapkan semua itu." Alma mengangguk mantap.

"Sekali lagi makasih bi."

"Hanya makasih?"

"Lalu?"

"Kiss me." Tangan biru menunjuk pipinya. Alma terdiam.

"Aku bercanda Al.. pokoknya sekarang kamu bisa kerja dulu. Untuk itu..akan aku pikirkan."

Alma bernafas lega.

Aneh ya?



The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang