sixteen

1.7K 132 4
                                    

Morning.. selamat membaca 🧘

Semenjak kejadian itu Alma sedikit canggung dengan biru. Alma akan menghindari biru. Seperti pagi ini, dia sudah rapih dan memilih berangkat ke tempat kerja lebih awal.

Mungkin dia wanita tidak tau diri, pasalnya biru sudah baik padanya. Dan disaat ada seorang yang sayang padanya dia malah menolak begitu saja dengan alasan yang klise.

Alma pungkiri, dia sangat senang bisa bersama biru, dekat dengan biru. Tapi dia sadar diri bahwa dia engga pantas untuk seorang biru, bagai langit dan bumi, mereka tidak bisa bersatu.

Alma duduk termenung di tempat pemberhentian bus. Alma terus memandang langit yang sangat bersahabat dengannya. Dengan mengenakan pakaian rapih Alma menghela nafas, "tuhan..kenapa hidupku penuh dengan drama."

"Mati aja kalo engga mau hidup penuh drama." Alma terkejut, dia menoleh mendapati seorang berada di sampingnya.

"Bukan hidup yang kayak drama..tapi drama ada karena kehidupan. Semua itu sudah diatur, tinggal kita sebagai mahluk yang mengikuti alur itu. Jadi orang yang di bully, menjadi orang yang mem-bully atau menjadi superhero. Pilihan itu semua ada di tangan kita."

Bus pun datang, lelaki itu bangkit dan masuk ke dalam bus. "Tidak naik?" Tanya lelaki itu.

Alma tersadar, dia bangkit dan masuk ke dalam bus. Tidak seperti di Indonesia, disini dia tidak perlu desak desakan, semua tertata rapi. Dia melihat lelaki itu duduk di ujung sana, Alma bingung harus apa karena semua tempat sudah penuh.

Melihat kebingungan Alma lelaki itu melambaikan pada alam menyuruhnya untuk duduk di sampingnya, Alma menatap tak yakin. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri tapi memang tidak ada tempat tersisa akhirnya dia pun berjalan mendekat dan duduk di samping lelaki yang baru saja dia kenali. "Terimakasih."

"Kamu bukan orang sini?" Tanyanya.

"Hmm iya bisa dibilang gitu."

"Lalu mau liburan?"

"Tidak...aku ingin bekerja."

"Kamu warga baru disini?"

Alma sungguh malas sekali membalas ucapan lelaki di sampingnya, terlalu banyak ikut campur. Alma hanya mengangguk berfikir agar lelaki itu tidak bertanya lagi.

...

Dirumah biru mengetuk pintu kamar Alma, namun tidak ada jawaban dari pemiliknya. "Apa dia masih marah?" Biru melihat bi sum datang dengan membawa  baskom.

"Bi sum.. tau Alma kemana? Dari tadi aku panggil tapi ga keluar-keluar."

Bi sum berhenti. "Oh itu tuan. Pagi pagi sekali neng Alma sudah berangkat, katanya mau kerja."

Biru mengangguk paham, "oh yaudah bi. Makasih."

"Iya tuan."

Biru menghela nafas. Sepertinya Alma sedang menghindari nya. Biru beranjak meninggalkan kamar Alma, dia bertemu mahen dan omah yang sedang sarapan. "Omah..aku berangkat."

"Kamu gak sarapan dulu?"

"Engga usah omah."

"Alma kemana? Tumben belum keliatan."

"Alma sudah berangkat kerja..ini hari pertamanya kerja, mungkin dia tidak mau memberi kesan buruk di hari pertama. Yasudah aku berangkat omah."

"Ya hati-hati."

Biru pun pergi. Dia tak sabar ingin bertemu Alma di tempat kerja. Biru tersenyum, entahlah dia selalu memikirkan alam. "Astaga Al..apa yang kamu lakukan sampai aku tergila-gila sama kamu." Biru menginjak pedal gas itu dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

..

"Permisi, saya mau tanya dimana ruangan direktur?" Tanya alam pada resepsionis cantik itu.

"Kamu sekertaris baru itu?" Alma mengangguk.

"Kamu pergi ke lantai empat, di paling pojok itu ruangan direktur."

"Terimakasih." Alma pun melenggang pergi. Menaiki lift yang hampir tertutup.

"Tunggu-tunggu." Ucapnya sedikit berlari mengejar lift yang hampir tertutup, untungnya lift kembali terbuka. Alma ngos-ngosan, dia langsung masuk dan pintu lift pun tertutup.

"Terimakasih... Kamu?" Ucap Alma

"Kamu kerja disini juga?" Tanya lelaki itu.

"Iya, ini hati pertama ku." Lelaki itu menjulurkan tangannya. "Aji." Alma menerima uluran itu. "Alma."

"Di bagian apa?"

"Hmm..kata MB HRD aku di taro di bagian tulis menulis gitu.. apa ya namanya."

"Sekertaris direktur?"

"Nah..itu."

"Kamu ga salah? Kamu lulusan sarjana?"

Alma menggelengkan kepala. "Kenapa bisa di posisi itu?" Alma menaikan bahunya. "Tak tau."

Ting.

Pintu lift terbuka, Alma keluar, "kamu engga keluar?" Lelaki itu menggeleng.

"Tidak. Aku di lantai lima."

Alma mengangguk "sekali lagi terimakasih." Pintu lift pun tertutup.

Alma berjalan melewati lorong yang sangat rapi ini. "Di paling pojok." Alma memperhatikan setiap tulisan yang berada di pintu. "Direktur..direktur.."

Akhirnya dia berhenti di satu pintu, dia berhasil menemukannya. Alma berdiri, merapikan bajunya. "Ehm.." menarik nafas kemudian mengetuk pintu itu.

"Masuk." Suara intrupsi dari dalam pun terdengar, Alma dengan gugup membuka kenop pintu itu, "permisi pak." Ucap Alma.

"Ya silahkan duduk."

Alma menatap ruangan itu, disana kursi di balik meja itu berputar, menampilkan seseorang yang duduk di atas kursi tersebut. Lelaki itu tersenyum sambil menopang kepalanya dengan kedua tangan.

"Pagi Al..."

"Bi...biru?" Alma menunjuk biru kaget.

Maaf baru up, kemarin lagi engga enak badan.

Semoga suka ya.


The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang