twenty seven

1.3K 104 12
                                    

Malam... selamat membaca semua.

"gak mungkin aku balik lagi. Mana ada duit, tapi ayah gimana? Ya ampun ayah..kenapa sih, selalu bikin masalah." Alma membawa nasi goreng yang tadi dia beli ke ruang tv.

Alma membuka bungkus nasi goreng itu, menikmati sambil melihat acara berita petang ini. Alma melihat kost kostan nya yang sangat kecil dan juga sepi, pikirannya masih disana walau tubuhnya kini di sini.

Memikirkan biru dengan wanita itu membuatnya sedih. "Apa bener biru cuman ngerjain aku doang. Kenapa dia tega banget?" Nafsu makan Alma hilang begitu saja, dia menyingkirkan makanan itu dan pergi tidur. Dia juga membiarkan tv itu menyala, menemaninya dalam kesunyian.

Membaringkan tubuhnya asal di atas kasur minimalis. "ah..kenapa kasur ini sangat keras." Kesalnya, dia berbalik badan, kini tubuhnya telentang menatap langit kostnya. "Biru lagi apa ya? Kak mahen..omah Mona.. apa kabar mereka ya, hmm..mereka lagi apa sekarang?" Alma mengambil boneka babinya dan memeluknya erat, perlahan rasa kantuk itu menyelimutinya.

....

Tengah malam Alma tidak bisa tidur. Dia terus saja memikirkan biru, Alma mengambil ponselnya dan mendapati ada tiga panggilan tak terjawab disana. "Biru menelponnya?" Ada rasa senang di hatinya, seuntai senyum mengembang diwajah chubby itu.

Alma mencoba menghubungi biru, suara dering menandakan ponsel biru masih aktif. Alma menunggu hingga sebuah suara wanita membuat nya mematikan panggilan itu. "Kenapa cewek? Biru kemana?" Alma menggenggam ponselnya kuat-kuat.

"Aku lupa.. pasti perempuan itu. Sudah lah Al.. sekarang kamu harus fokus sama hidup kamu." Alma meletakkan ponselnya dan kembali tidur.

....

Tok..tok..tok..

Suara ketukan pintu membuatnya terusik dari tidurnya, "iya sebentar." Alma mengucek matanya yang masih mengantuk, berjalan membuka pintu. "Siapa sih pagi-pagi udah berisik."

Alma membuka pintu seorang berdiri di ambang pintu. "Ini mbak pesanannya." Lelaki itu memberikan Alma sebuah bingkis makanan. Alma mengernyitkan dahinya, dia tidak merasa memesan makanan, lagi pula ini masih cukup pagi juga. "Maaf mas. Kayaknya mas salah alamat, saya gak pesan ini."

Lelaki itu menyerahkan, "iya mbak. Tadi ada yang pesan dan minta di antarkan kesini." Alma menatap bingung, namun dia menerima pesanan itu, "ko gitu mas. Siapa yang pesen mas?"

"Maaf mbak saya kurang tau. Yasudah mbak saya permisi." Lelaki itu pergi, Alma membawa masuk makanan itu dan menutup pintu kostnya.

"Siapa ya?" Alma menaruh makanan itu di atas meja, dia memperhatikan dan membukanya.

Sebuah notice kecil ada di dalam.

"Selamat sarapan." Alma menyimpan notice itu pada sebuah wadah kecil berbahan beling.

Hanya tulisan itu yang dapat dia temukan. Dan sebungkus nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya.

Malas ambil pusing, Alma pun mengambil sendok ke dapur, dia juga mencuci muka dan sikat gigi terlebih dahulu.

....

Di luar, "makasih mas." Ucap mahendra pada kurir yang baru saja mengantar makanan ke Alma.

Mahen tersenyum dan pergi dari sana. Dia harus benar-benar memastikan bahwa Alma benar-benar anak dari pak Burhan, salah satu pelaku yang dia tangkap.

...

Sementara biru dia terus berusaha berlatih berjalan. Terkadang dia akan terjatuh saat langkah ke empat, "hati-hati." Elisa membantu biru berlatih. Biru bangkit dan mencoba kembali. Dia harus segera sembuh dan membawa Alma balik.

"Istirahat dulu ya." Saran elisa biru menggeleng, "Tidka ca..aku harus sembuh, aku harus jemput Alma pulang." Elisa terdiam.

"Untuk apa? Dia pacarnya mahendra, dan pasti Mahendra sudah ngurus semua." Ujar Elisa mengingatkan. Biru menghela nafas, dia tidak bisa membuat Elisa sedih. Namun dia juga gak mau kehilangan Alma.

Biru akhirnya menurut, Elisa tersenyum senang. Mereka kini tengah istirahat sambil memakan kue coklat buatan Elisa. Biru tak henti memikirkan Alma. "Ca..bisa tinggalin aku sendiri." Elisa menatap biru, "please."

Elisa akhirnya mengangguk, "ok..aku pulang dulu..kami jangan capek-capek ya." Biru mengangguk. Sepeninggalan Elisa biru mencari ponselnya. "Dimana ponselku?" Biru ingin menghubungi Alma, menanyakan bagaimana kabarnya, sedang apa wanita itu.

Biru menatap ponselnya yang tergeletak di atas meja, dia mengambilnya mencari nomor Alma dan dia pun menghubunginya.

"Kenapa tidak di angkat?" Biru memandang ponselnya. Dia mencoba lagi, namun tetap nihil. Mahen melihat jam "apa terjadi sesuatu sama alma?" Perasaan khawatir menyelimutinya.

Biru mencoba sekali lagi, senyum biru mengembang saat suara Alma terdengar di pendengarannya.

*Maaf bi..aku lagi sibuk, nanti aku telpon lagi.*

Sambungan terputus.

Biru menghela nafas. "Mungkin dia sedang sibuk." Biru mencoba memaklumi. Biru meletakkan kembali ponselnya. Dia berjalan menuju dapur dan mendapati sang omah yang sedang berkutik dengan bi Imah. "Omah buat apa?"

Omah Mona menoleh mendapati sang cucu yang menghampiri nya. "Tumben kamu pengen tau? Ada apa bi."

"Biru kangen Alma omah.." ujarnya manja sambil menggelayut di lengan omahnya. "Ya kamu telpon dia dong." Usul omah. Tangannya masih lihai mengaduk adonan kue.

"Sudah tapi dia sedang sibuk."

"Ya terus omah harus apa?"

"Tapi..biru udah bikin Alma sakit hati omah.. kayaknya Alma gak bakal mau sama biru lagi." Rengeknya.

"Emang kamu ngapain Alma?"

Biru menceritakan kejadian saat di rumah sakit, omah Mona langsung memukul cucunya kesal. "Salah kamu. Udah omah gak mau ikut campur, kamu urus sendiri."

"Omah..ko gitu. Aku harus apa?"

"Kamu pasti tau apa yang harus kamu lakukan bi.. kamu sudah bukan anak kecil lagi." Biru sedih, dia berbalik meninggalkan omahnya dengan susah payah, menggunakan tongkat sebagai penyangga tubuhnya.

....

"Ok sekarang aku harus cari kerja." Alma sudah rapi dengan pakaian putih hitam dan juga sebuah amplop coklat.

"Semangat." Ucapnya menyemangati dirinya.

Alma melangkahkan kakinya menyusuri ibu kota yang amat terik, semua perusahaan sudah dia datangi namun semua nihil. Karena lelah Alma duduk di pinggir mengipasi dirinya menggunakan amplop coklat itu.

Seseorang datang menghampirinya memberikan sebotol air mineral dingin. "Misi mbak, ini ada air dingin." Alma menatap bingung pada wanita yang memberikannya minuman ini.

"Tapi kan saya engga beli mbak." Ucap Alma.

"Iya tadi ada yang nyuruh ngasih ini ke mbak. Terima ya mbak." Wanita itu menyerahkan air mineral itu dan Alma pun menerima nya, wanita itu pergi meninggalkan Alma.

Alma menoleh ke kanan dan kiri mencari siapa yang menyuruh wanita tadi untuk memberikan minum. "Aneh. Siapa ya yang ngasih?"

Di ujung sana mahen yang tengah duduk di dalam mobil pun tersenyum, dia menatap Alma yang kelelahan. "Semangat Al." Kaca mobil itu tertutup, mahen pun meninggalkan Alma.

Gimana? Masih ada yang nunggu kah?






The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang