forty

2.3K 106 30
                                    

Suara dobrakan pintu terdengar, Alma kaget, dia langsung menoleh ke sana di ambang pintu. Disana seorang Lelaki datang dengan terseok-seok seperti telah melakukan perkelahian yang amat sengit, dia langsung berjalan cepat ke arah Alma dan memeluknya, "kamu aman sekarang." Lelaki itu langsung melepaskan ikatan yang mengikat kaki dan juga tangan Alma.

Dia menangkup wajah Alma, "kita harus keluar.."

"Pipi kamu berdarah.." pria itu menggeleng, "itu tidak penting, sekarang kita harus keluar."

Mereka segera meninggalkan tempat ini, biru membawa Alma keluar. Namun tiba-tiba biru terjatuh, "biru..." Alma teriak saat melihat darah yang terus mengalir dari bahu lelaki ini.

Biru tertembak saat mencoba menerobos masuk ke dalam, biru tak benar-benar pergi, dia di tempat dimana Alma tak dapat melihat nya namun biru tetap bisa menjaga wanita itu. "bertahan lah..kita harus keluar." Alma benar-benar panik saat ini, dia tak menyangka biru akan mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan dirinya.

Alma menoleh ke kanan dan kiri namun tak menemukan apapun, yang di a lihat hanya gunting di atas nakas, dengan cepat Alma bangkit dan mengambil gunting itu, dia merobek bajunya dan menahan luka biru agar darah tak terus keluar.

Takut.

Itu lah yang Alma rasakan saat ini. Biru tersenyum bahagia saat bisa menggenggam bahkan melihat wajah Alma dari dekat, tangan biru terulur mencoba meraih wajah Alma dengan gemetar, Alma menatap biru sendu.

"Aku..sayang sama kamu. Aku minta maaf karena udah nyakitin kamu waktu itu, aak..aku terpaksa ngelakuin itu agar kamu membenciku dan hidup bersama mahen. Aku memang pria bodoh yang tak bisa melindungi mu terutama dari elisa.."air mata biru menetes, Alma hanya bisa menangis, dia tak mau terjadi apa-apa pada biru.

"Mana ponselmu?" Alma meminta biru untuk memberikan ponselnya, biru pun memberikan. Alma dengan perasaan yang berkecamuk mencoba mencari nomor seseorang, "mana? Kenapa tidak ada?"

"Apa kamu tidak menyimpan nomor kak mahen." Biru menggeleng, tubuh biru semakin lemas, matanya juga tak kuat lagi, "jangan tidur..tetap terjaga." Alma panik.

"TOLONG... seseorang tolong lah ku mohon.." biru tersenyum bahagia melihat Alma yang begitu panik melihatnya saat ini. "Apa aku harus sakit agar kamu mau bersamaku?" Ucapnya dalam hati, dada biru semakin sesak, tubuhnya benar-benar lemas, darah itu terus keluar walau Alma sudah menyumbatnya.

Biru mencoba kuat membuka mata, "al.. kamu harus cepat keluar dari sini." Alma menggeleng, "bukan aku..tapi kita." Alma mencoba menggendong biru tapi tenaganya tak kuat.

"Cepat..mereka sudah memasang bom di rumah ini." Alma semakin tak karuan, dia tak mungkin meninggalkan biru sendirian disini.

Alma menggeleng. "Cepat lah.. tidak ada waktu lagi. Ku mohon Al.. untuk terakhir kali."

"Engga..aku gak akan tinggalin kamu, kalo kamu mati disini, aku juga akan mati."

Biru tak menjawab, dia hanya menatap Alma meraih wajah Alma dan mendekatkan pada dirinya. Biru mencium Alma hanya sebatas bibir, mata biru terpejam menikmati untuk terakhir kalinya air mata biru terjatuh dan saat itu juga biru tak sadarkan diri, tangan biru terjatuh lemas.

Alma menggoyangkan tubuh biru. "Bangun biru.." tapi biru diam tak menanggapi, Alma memegang denyut nadi tangan biru, namun dia tak menemukan denyut itu. "Biru.." teriaknya.

Alma membawa biru dalam dekapannya, ini tidak mungkin, biru hanya tidur, "ok..kamu boleh tidur dulu..aku akan membawa kita keluar."

Di lain tempat detik demi detik terus berkurang, sisa sepuluh menit bom akan meledak.

Alma mencoba membawa biru keluar dengan membopongnya. Saat itu juga dia mendengar suara kak mahen memanggilnya, Alma langsung berteriak agar Kaka mahen dapat menemukan dirinya juga biru. Saat menemukan Alma mahen melihat Alma yang membopong biru yang terluka. Mahen langsung membantu Alma membawa biru. "Kak tolong selamatkan biru." Tanpa disuruh mahen menyelamatkan biru, dia menggendong biru. "Ayok." Alma pun mengikuti dari belakang.

Tiba saat mereka di depan gerbang, suara ledakan pun terdengar, mereka sedikit terpental. "Syukur lah." Alma bernafas lega. Karena dia dan juga biru bisa keluar dari rumah itu.

....

Mahen tiba di sebuah rumah besar. Dengan cepat mahen masuk dan mendobrak, dia kaget saat melihat ruangan yang hancur seperti sudah terjadi perkelahian. Mahen berteriak memanggil Alma hingga telinga nya mendengar suara yang amat dia kenal, mahen langsung berlari menuju suara tersebut. Namun matanya tertuju pada lelaki yang terkulai lemas di rangkulan Alma.

Mahen dengan cepat langsung menggendong biru dan membawa mereka keluar.

Duar...

Suara ledakan yang keras membuat mereka kaget. Mahen menoleh disana Alma terjatuh pingsan.

....

Alma membuka mata saat perutnya terasa lapar, kepalanya sedikit pusing, "dimana biru?" Mahen yang menjaga Alma di samping langsung bangkit saat mendengar suara Alma yang mencari biru.

Alma langsung menatap mahen dan bertanya dimana biru, dia harus bertemu biru.

"Kak..dimana biru?" Mahen tak menjawab. Alma takut. Dia mengguncang tangan mahen kuat, "kak..biru. oke kalo kakak gak mau kasih tau." Alma mencoba bangun, dia menyibak selimutnya, "kamu mau kemana?"

"Aku mau ketemu biru!" Ucapnya tegas. Mahen menghela nafasnya panjang, ini berat untuknya.

Mahen mengangguk. Dia membantu Alma untuk turun dari kasur dan duduk di kursi roda. Mahen mendorong kursi roda itu membawa Alma menuju biru.

Setiap koridor mereka lewati tapi mahen tak berhenti hingga mereka keluar rumah sakit, mahen membantu Alma untuk masuk ke dalam mobil. "Pelan-pelan."

Mahen menyuruh supir untuk melakukan mobilnya. "Jalan pak."

Mobil itu melesat cepat, tak ada yang bersuara, mereka diam.

Alma menautkan tangannya di atas paha, perasaannya tidak tenang. Mobil mahen terus berjalan hingga kini berhenti di sebuah pemakaman.

Mahen membantu Alma keluar dari mobil dan duduk di atas kursi roda. "Ayok." Alma masih terdiam, hatinya seperti ada yang mengganjal, mengapa kak mahen membawanya ke sini.

Mahen mendorong kursi roda itu, di sana terdapat sebuah gundukan tanah dengan bunga merah dan putih yang bertaburan diatas sana menghiasi makam yang masih sangat baru.

Mahen berhenti, tepat di tempat peristirahatan biru. Alma menutup mulutnya tak percaya, hatinya hancur melihat nama biru tertera pada papan yang tertancap di tanah yang masih merah ini.

Alma menoleh ke kak mahen, kak mahen pun mengangguk.

"Darahnya terus keluar, ditambah darah biru termasuk jenis darah langka. Aku dan dia berbeda golongan."

Alma turun dari kursi, dia duduk di atas tanah memegang papan yang bertuliskan biru. Mengusap papan itu layaknya mengusap wajah biru. Tangis Alma pecah disana, mahen hanya memeluk alma dari samping menguatkan wanita Yang dia sayangi.

Tiba-tiba Alma terjatuh, dia pingsan.

Mahen langsung membawa Alma menuju mobil, dia menelpon supirnya untuk membawa kursi roda sedangkan dia menggendong tubuh Alma yang tak sadarkan Diri.
.




Udah ya..bosen bgt aku sama ceritanya, ga tamat-tamat.. kira-kira kalo tamat disini gimana?? Apa lanjut?

The Fat Dreams (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang