Malam semua...
Mahen hanya tersenyum sedih saat melihat Alma pergi menggeret kopernya menjauh. Ada rasa tidak rela yang ia rasakan saat wanita itu tak terlihat lagi. "Apa kamu harus pergi? Tidak bisakah aku menjadi alasan mu untuk tetap disini." Tangannya iya masukan ke saku jaket yang menyelimuti dirinya mengepal kuat kuat.
Mahen ingin mengejar Alma menahannya agar tetap di dekatnya. Dia tak masalah hanya sebagai teman, asal dia berada dekat dengannya. Mahen menghela nafas, sungguh kakinya tak sanggup untuk melangkah meninggalkan tempat ini. Berharap bahwa wanita itu akan kembali.
Namun tidak ada tanda bahwa Alma kembali, mahen menganggukan kepalanya. Tanpa dia sadari bulir hangat itu terjatuh dari sudut matanya. "See u Al.. terimakasih atas waktu yang kamu kasih untuk keluarga ku. Aku akan merindukan mu."
Sebuah pertemuan pasti ada perpisahan bukan. Ya begitulah hidup, kita tidak selamanya akan bersama pasti akan berpisah, entah dengan cara apapun.
...
Berat. Itu lah rasa yang Alma rasakan sekarang, bertemu dengan keluarga yang amat sayang padanya membuatnya tak rela meninggalkan negri ginseng. Alma tak ingin berbalik, melihat wajah Mahendra membuatnya semakin berat meninggalkan tempat ini.
Alma terus berjalan maju ke depan, tanpa menoleh ke belakang. "Terimakasih kak..aku enggak akan lupain kalian." Alma menangis.
Alma memberi tiket pada petugas. Memasuki pesawat, Alma duduk di kursi tepat di jendela. Alma menatap luasnya bandara, ingatannya kembali berputar saat pertama kali dia berangkat ke negeri ginseng, pertemuan pertamanya dengan biru di pesawat hingga dia bertemu dengan omah, semua terputar dengan jelas di pikirannya.
Kini pesawat sudah terbang, semua penumpang di beritahu agar lebih tenang. Alma mengambil ponselnya, memotret pemandangan di luar jendela.
....
Biru terus menghubungi Alma, tapi nomor yang dia tuju tak dapat di hubungi. Elisa sudah pulang sejak tadi. "Percuma, dia sudah pergi." Mahen masuk ke dalam dan melewati biru yang sibuk menelpon Alma.
"Kenapa Lo ga bilang ke gue kalo Alma pergi." Mahen menghentikan langkahnya, dia menatap biru sinis.
"Buat apa? Buat apa berpamitan saat calon suaminya malah mengundang mantannya ke rumah sakit."
Biru terdiam. Dia akui kalau dia salah malam itu, tidak seharusnya dia berkata seperti itu ke alma, "kenapa? Merasa bersalah." Mahen meninggalkan biru disana yang masih terdiam.
Biru ingin sekali rasanya mengejar Alma, melakukan penerbangan secepat mungkin untuk menemui alma, menjelaskan apa yang terjadi. Tapi melihat kondisinya saat ini membuatnya mengurungkan niatnya.
"Tunggu aku Al.." ucap biru entah pada siapa.
Biru mencoba melangkahkan kakinya menuju kamar Alma. Dia duduk di kasur itu, menatap isi kamar yang sudah rapi tanpa barang-barang Alma. Namun, aroma Alma masih ada disana. Mata biru menatap sebuah kotak di atas nakas.
Biru mengambil kotak itu dan menaruhnya di pangkuannya, dia membuka kotak itu. Di sana terdapat banyak sekali foto-foto. Biru mengambil foto dirinya dan Alma yang berlibur di pantai, dan tempat tempat yang mereka kunjungi.
Biru hanya terus memandang foto itu. Tanpa dia sadari omah Mona melihatnya dari balik pintu. Omah masuk ke dalam, "ada apa?" Omah duduk di samping biru.
"Alma pergi..dan itu karena biru omah." Ucapnya.
Omah Mona menatap kotak yang berada di pangkuan biru. "omah yakin kamu sudah bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk." Omah bangkit meninggalkan biru disana.
....
Jakarta.
Perjalan kini cukup melelahkan. Tapi kedepannya akan semakin melelahkan, "welcome back to reality Al" ucap Alma saat dia sampai di bandara Soekarno Hatta.
Liburannya kali ini banyak sekali memberikannya sebuah pelajaran. Banyak hal yang ia dapat dari perjalanan singkat ini. Alma melangkahkan kakinya dengan mantap, berjalan mencari sebuah taxi untuk mengantarkannya pada kost tempat nya tinggal.
Setelah dapat taxi Alma pun memberi tahu untuk di antar ke alamat kostannya. Alma menatap suasana Jakarta yang ramai dan macet, penuh dengan kebisingan. "Seperti ini lah hidup. Keras."
Alma mengambil ponselnya, mendapati sepuluh panggilan tak terjawab dari biru dan lima pesan yang belum di buka.
Alma membuka pesan tersebut. Semua pesan itu dari biru.
*Al..kamu pergi?*
*Kenapa ga kabarin aku?*
*Al jawab aku..aku, aku ga maksud ngomong kalau kamu pacar kak mahen."
* Al angkat telpon ku.*
*Al kembali lah..*
Alma ingin sekali membalasnya namun telponnya berdering tertulis nama biru disana. Alma mengangkatnya.
- halo bi..-
- sudah sampai?-
- sudah bi..-
- Al.. aku..-
Biru bingung ingin berkata apa, yang dia inginkan hanya bertemu langsung dengan Alma.- aku bisa jelasin semua.-
- tak apa bi..mungkin emang akunya aja yang terlalu ge'er ke kamu. Semoga bahagia ya bi.-
Alma matikan sambungan tersebut.
"Maaf bi."Alma menggenggam ponselnya kuat-kuat. Hingga ponselnya kembali berdering, sebuah pesan masuk dari nomor sang ayah. Alma membukanya.
*Saya ingin mengabarkan bahwa ayah Anda akan di eksekusi mati pada tanggal lima belas Maret dua ribu dua puluh di Seol. Karena kasus pembunuhan berencana.*
Mata Alma terbelalak saat membaca pesan singkat tersebut. Ponsel Alma terjatuh, dunianya seketika berhenti.
"Ayah..."
Aku up lagi..gak papa kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fat Dreams (Tamat)
Teen Fictionhanya sebuah mimpi yang ingin diwujudkan. "Bukan hanya mimpi, orang gendut itu memang menyusahkan, tak bisa apa apa, yang dia tau hanya makan..makan dan makan." 🎖️ #rank 3 dreams 15-feb-2020 #rank 2 dreams 27-feb-2020 #rank 1 dreams 16-april-2020